Tiga Puluh Sembilan

23.8K 1.7K 19
                                    

Motor Laras berhenti di depan halaman rumah Adrian. Ia berlari ke depan pintu utama dan memencet bel rumah beberapa kali. Merasa tak ada sahutan, Laras memencet bel semakin kencang.

Pintu rumah besar itu terbuka. Mbok Inem muncul di hadapan Laras dengan serbet di pundaknya.

"Mbok, Sita ada?"

"Nyonya gak ada di rumah Mbak."

Dahi Laras tertekuk bingung. Tumben, biasanya jam segini Sita sedang bermain ponsel di dalam kamar. "Kemana dia Mbok?"

"Saya juga kurang tau Mbak."

"Ya udah Mbok. Besok saya balik ke sini lagi."

Laras menyingkir dari hadapan Mbok Inem. Ia menyalakan motor dan meninggalkan halaman rumah Adrian. Dugaan Elle benar, ada sesuatu yang terjadi. Baiklah, Laras akan mencaritahu nanti.

*****

Adrian mengambil kalender di atas meja kerjanya. Seminggu telah berlalu, Sita belum juga ditemukan. Bahkan Adrian dua hari yang lalu ia pergi ke Jakarta, memeriksa apakah Sita berada di sana atau tidak. Hasilnya nol, Sita tidak berada di Jakarta.

Tangan Adrian beralih pada foto pernikahannya dan Sita. Rasa rindunya pada Sita semakin bertambah. Ingin rasanya Adrian memeluk Sita dan mengucapkan jika ia sangat menyesal atas apa yang ia perbuat.

Asisten Adrian mengetuk pintu dari luar lalu masuk ke dalam ruangan Adrian. "Pak. Saya hanya mengingatkan jika besok ada pertemuan dengan Pak Rasya di Semarang."

"Jam berapa?"

"Sebisa mungkin jam tiga Bapak sudah sampai di tempat pertemuan." balas asisten Adrian sambil memeriksa iPad di tangannya.

"Dimana tempatnya?" tanya Adrian.

"Di Adipta mall lantai paling atas tempat ruangan Pak Rasya."

"Itu saja?"

"Ada beberapa pertemuan lagi Pak, setelah dari Semarang."

"Ya. Kamu boleh pergi."

Adrian menghembuskan napas panjang. Menatap makan siang yang disiapkan office boy. Terbiasa makan masakan Sita membuat lidahnya malas makan masakan lain.

Seminggu ini jadwal makanannya tidak beraturan. Ia hanya makan jika Adrian memang perutnya sudah sangat lapar.

Adrian melirik jam dinding ruangannya. Sudah jam delapan malam. Waktunya ia pulang. Adrian mengambil jas dan tas kerjanya. Lalu bersiap pulang. Saat ia membuka pintu rumah, keadaan masih sama. Sepi dan dingin.

Tidak ada lagi suara televisi.

Tidak terdengar lagi omelan Sita.

Rumahnya benar-benar membosankan. Adrian pergi ke kamarnya, membersihkan diri lalu membuka laptopnya. Dari semua kartu kredit dan debit yang dipegang Sita, tidak ada satupun yang terpakai. Apa wanita itu tidak belanja? Kenapa tidak ada jejak dimana wanita itu menggesek kartu kredit.

Keesokan harinya Adrian bangun dengan langkah gontai menuju kamar mandi. Ia harus segera pergi menemui kliennya di Semarang. Ia tidak boleh telat yang nantinya berujung pembatalan kontrak kerja.

Di tengah perjalanan, Adrian menghubungi Pak Rasya. Memastikan jika memang jadwal mereka hari ini adalah meeting bersama.

"Hallo Pak Rasya. Sepertinya satu jam lagi saya sampai. Adipta Mall lantai paling atas, betul?"

"Ya Pak."

Rencananya Adrian akan membangun hotel di tanah kosong samping Adipta Mall. Namun bedanya, ia akan berkerja sama dengan Adipta Mall untuk menggabungkan kedua nama antara Adipta dan Adrian menjadi Adripta Hotel. Jika Pak Rasya menyetujuinya maka Adrian segera bergerak membangun hotel itu. Dan dia juga akan sering menginap di Semarang.

Sweet Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang