Empat Puluh Delapan

25.3K 1.7K 107
                                    

*****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*****

Tangan Adrian bersedekap di atas meja. Matanya menatap Mr. Bima, mertuanya itu masih tetap diam tak mengeluarkan sepatah katapun.

"Jadi kedatangan Ayah untuk?" tanya Adrian.

"Sebelumnya maaf sudah menganggu waktumu. Ayah hanya ingin bertemu dengan Sita di sini. Apa boleh?"

"Ayah, saya bukannya tidak mengijinkan Ayah bertemu Sita. Tapi saat ini Sita sedang tidak boleh banyak tekanan pikiran. Nanti jika Sita sudah melahirkan, saya akan bicarakan dengannya lagi untuk mengunjungi Ayah."

Mr. Bima tersenyum haru. Mengeluarkan kotak yang ia genggam di tangannya. "Ini untuk anak kalian."

"Terimakasih Ayah."

Adrian dapat melihat ketulusan yang terpancar dari wajah Mr. Bima. Namun di samping itu, masa lalu yang di akibatkan oleh Mr. Bima juga fatal. Wajar jika Sita belum bisa menerima pria itu hingga saat ini.

"Temui Ayah secepatnya ya Nak."

"Akan saya usahakan."

"Titipkan maaf Ayah untuk Sita." Mr. Bima tersenyum pedih. Matanya menatap Adrian dan ia mengatur napas. "Ayah menyesal atas apa yang pernah Ayah lakukan pada Sita."

"Penyesalan memang datang terakhir setelah semua sudah berubah Yah."

"Ya. Ayah masih berusaha agar Sita mau memaafkan Ayah. Seharusnya maaf dari Sita tidak pantas untuk Ayah dapatkan. Tapi Ayah ini hanya manusia biasa Nak, Ayah ingin berkumpul seperti keluarga pada umumnya."

"Apakah Ayah tidak pernah berpikir perbuatan Ayah dulu akan berdampak besar? Maaf jika saya lancang. Tapi seorang Ayah tidak pantas memperlakukan putrinya seperti itu. Bahkan hewan saja mempunyai kasih sayang untuk anaknya." balas Adrian panjang lebar.

Sita tidak pernah membahas tentang Mr. Bima. Namun Adrian kerap memergoki Sita melamun sendirian dan menangis setelah melihat foto Mr. Bima. Adrian tidak tega, ia ikut sedih melihat keadaan Sita.

"Ayah mengerti Nak. Tapi kadang suatu kejadian itu terjadi di luar kendali kita."

"Itu bukan karena Ayah sedang tidak terkendali. Itu kesengajaan. Mana ada Ayah yang tega melihat anaknya tidur di depan rumah tidak beralaskan apapun? Pengemis masih menggunakan kardus untuk tidur, kenapa Sita diperlakukan lebih rendah dari pengemis?"

Mr. Bima menunduk. Malu dengan dirinya sendiri. Adrian patut marah padanya. Harusnya ia sadar diri.

"Apa Sita sebenarnya bukan anak kandung Ayah?" pertanyaan yang sering Adrian dengar dari Sita. Dilontarkan Adrian tanpa pikir panjang.

Sweet Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang