"Beep, Beep, Beep..."
Kurogoh saku kanan celanaku dan tak kusangka, Prof. H. Irwan Sadikin, Phd melayangkan panggilan via telepon genggamku.
"Halo, Pak. Selamat sore".
"Sore, Zani. Kamu sudah sampai di Indonesia ?".
"Sudah, Pak. Saya baru saja keluar dari terminal 2. Ini saya mau langsung menuju stasiun kereta Bandara, Pak".
"Ya ampun. Jangan dulu, Zani. Kamu istirahat dulu saja di hotel kapsul yang ada di Bandara. Perjalanan 28 jam dengan kelas ekonomi bukanlah perjalanan yang menyenangkan".
"Ah, sudahlah, Pak. Saya sudah biasa. Badan saya tidak terlalu capek kok. Masih bisa untuk melanjutkannya sampai di tujuan saya".
"Oh, baiklah kalau itu mau mu. Kabarkan saya jika sudah sampai di stasiun Kota Malang, ya ?".
"Baik, Pak. Saya izin undur diri. Selamat sore".
"Baik. Sore".
Jam digital menunjukan pukul 15:35. Akupun bergegas menuju stasiun kereta bandara dengan membawa koper usangku yang susah berumur 6 tahun lamanya.
Senyap, sepi, namun kurasakan kenyamanan di dalam kereta bandara tersebut. Jika diperhatikan kereta ini lebih bagus dibandingkan Narita Express yang ada di Jepang atau bahkan Seçhadominza yang ada di Zurich.
Perjalanan akhirnya terhenti di stasiun Manggarai. Kuputuskan untuk memesan taksi online menuju stasiun Gambir.
"Atas nama Mas Zani, ya ?". Ujar lelaki paruh baya itu menemuiku di pintu keluar stasiun manggarai di samping mobilnya.
"Betul, Pak. Pak Ahmad, ya ?"
"Iya, Mas. Betul. Silahkan naik". Ucap beliau ramah lalu menaikkan koperku ke bagasi di belakang.
Ternyata beliau adalah seorang pengusaha kripik singkong rumahan di daerah Condet. Beliau memutuskan untuk menjadi supir taksi online dikarenakan rasa bosan yang menghantuinya karena anak-anaknya tidak mengizinkan beliau bekerja. Setelah izin dengan anak-anaknya akhirnya beliau diizinkan untuk bekerja sebagai supir taksi online dengan syarat hanya dari jam 12:00 s.d jam 18:00. Sungguh anak yang berbakti batinku.
"Mohon perhatian. Bagi anda calon penumpang kereta Api Gajayana. Harap segera naik di peron dua". Suara announcer tersebut membuatku terburu-buru dalam memasuki peron dua tempat kereta tersebut terparkir.
Bokongku yang sangat pegal terpaksa duduk kembali di tempat duduk ini. Ya, bokongku akan tersiksa kembali selama 14 jam perjalanan Jakarta - Malang.
"Beep, Beep, Beep..."
Telepon genggamku berdering. Ku kerutkan dahiku ketika melihat tidak ada nama yang tercantum di panggilan tersebut.
"Apakah harus ku angkat ?" Batinku bergejolak. Ketika hendak ku geser tombol hijau tersebut, panggilan tersebut berhenti. Tak ada nomor, tak ada nama. Ya, panggilan tersebut menggunakan fitur nomor tersembunyi.
"Ah, bodo amat. Paling juga orang iseng". Batinku berkata seraya memakan cemilan yang sudah ku beli sedari tadi.
****************************
"Halo, Pak. Selamat Pagi". Ujarku sembari duduk di patung Arema yang berada di depan stasiun Malang dengan Bakso Malang yang sudah tak tersisa.
"Halo, Zani. Ya, Pagi. Sudah sampai Kota Malang ?"
"Sudah, Pak. Ini saya sedang duduk di depan patung Arema. Bapak di mana ya ?"
"Oh, baiklah. Saya akan ke sana. Tunggu saja lima menit. Pasti saya sampai".
KAMU SEDANG MEMBACA
Could You Be Mine ? [DONE]
FantasyPeringatan : Cerita ini mengandung unsur B×B, dominasi, dan agak sedikit sadis. Cerita tentang Hamzani Ramadhan yang jatuh cinta dengan teman satu kontrakannya. Namun, ternyata dia bukan orang biasa tetapi punya rahasia yang amat besar. Penasaran de...