Menerawang

1.9K 115 2
                                    

Hola, Amigos
Tetap #StayAtHome ya :)

Semoga kalian masih suka
Happy Reading, Amigos

☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆


*Sudut Pandang Zani*

Hari sudah pagi terasa karena cahaya matahari yang hangat telah terasa di kakiku. Aku perlahan membuka mataku dan mengedarkan pandanganku di sini.

Mas Daffa belum ada di sini. Apa jangan-jangan dia terjebak atau sesuatu yang buruk menimpa dirinya ? Ya Tuhan, aku kenapa menyuruh dia sih ? Aku gak mau dia kenapa-kenapa.

"Selamat pagi, Bidadariku...". Ucap seseorang yang sangat kekar itu saat melihatku sudah terbangun. Dia masuk ke ruangan ini sembari membawa sesuatu di tangannya lalu menghampiriku. Siapa lagi kalau bukan Mas Daffa-ku.

"Alhamdulillah... Aku kira Mas belum ke sini.". Ucapku padanya. Dia tersenyum padaku lalu membelai rambutku perlahan.

"Oh... Ada yang khawatir ceritanya nih...". Dia mengecup bibirku sekilas lalu menarik kursi di hadapanku untuk duduk berhadapan denganku.

"Mas dapat vaksinnya ?". Ucapku. Dia langsung membuka lemari kecil itu yang menampilkan tas chiller untuk Virus. Benar saja, setelah dibuka tas itu berisi vaksin yang aku maksud. Aku yang merasa senang langsung memeluknya dengan erat. Dia membalasnya dengan sama.

"Mas ku hebat banget... ". Ucapku. Dia hanya tertawa mendengar hal itu.

"Iya dong. Kamu makan dulu ya ?". Dia mengambil benda yang tadi ia bawa dari luar. Oh ternyata itu bubur ayam. Dia membeli dua, untukku dan untuknya. Dia juga menyiapkan bubur ayamku lalu menyuapiku.

"Enak gak ?". Ucapnya.

"Enak, Mas. Mas kok gak makan ?". Balasku.

"Nanti dulu. Abis kamu makan nanti mas baru makan.". Hatiku meleleh dibuatnya. Meskipun tampangnya sangar, dia benar-benar sangat perhatian padaku. Bersyukur sekali aku bisa memilikinya meskipun belum seutuhnya.

"Udah abis... Mas makan dulu ya.". Dia menyodorkanku segelas air. Lalu dia menyantap makanannya itu dengan lahap. Sepertinya dia sangat lapar. Tak sampai sepuluh menit, bubur miliknya sudah berpindah ke lambungnya.

"Hahahaha...". Aku tertawa karena ada banyak sisa bubur di sekitar bibirnya. Dia hanya kebingungan melihat aku tertawa.

"Kenapa, Sayang ?". Ucapnya bingung. Lalu, aku mendekat ke arah bibirnya dan membersihkan bekas bibir itu, eitsss... Bukan dengan tangan apalagi tisu tapi dengan bibirku dan lidahku. Aku menarik tengkuknya yang kekar itu lalu sedikit melumat bibirnya dan memberikan sedikit permainan pada lidahnya dan giginya. Dia yang tadinya kaget langsung mengimbangi permainanku. Bukan Mas Daffa namanya jika puas hanya dengan menjamah bibirku, dia menginginkan yang lebih. Dia langsung menyerbu leherku dengan kecupannya yang kuat itu.

.

.

Kriyeeeetttt...

.

.

"ASTAGA !". Umpatku saat melihat pintu terbuka oleh seorang dokter perempuan yang ternganga melihat Mas Daffa mencumbu leherku. Mas Daffa langsung terperanjat kaget dan berdiri dengan kerennya.

"Ehm... Mungkin saya balik lagi nanti ya...". Ujar dokter itu dengan senyum itu hendak keluar dari kamar ini. Tentu saja aku harus mencegahnya. Aku pengen cepat beraktivitas normal.

"Eh, jangan, Bu dokter. Silahkan cek saya, Dok.". Ucapku mencegahnya. Dia menurut dan langsung melakukan prosedur pengecekan kesehatan padaku.

"Bagaimana hasilnya, Dok ?". Ujar Mas Daffa dengan bersetingkap tangan yang menampilkan otot tangan dan lengannya yang tidak manusiawi di belakang dokter itu.

Could You Be Mine ? [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang