Kesedihan

2.8K 147 7
                                    

Hola, Amigos.
Hwaaaa... Sedihnya hatiku.
Zani meninggal T_T

Tapi tetep, Happy Reading, Ya.

☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

*Sudut Pandang Mas Daffa*

Sudah berapa lama aku duduk terpaku di sini ? Kalau saja bukan perintah dari orang yang aku sayang, pasti aku sudah berada di tempat lain. Aku mengadukan kedua telapak kaki ku sehingga terdengar irama. Aku pandangi ruangan bersekat ini dan memandangi jendela yang berada persis berjarak di depanku.

Gedung ini bagus dan Fani bilang, gedung ini juga berkerabat dengan Instansi tempatku bekerja. Aku berdiri dan coba untuk menjelajahi ruangan milik Zani ini. Aku buka lacinya satu per satu. Tidak ada yang spesial, hanyalah tumpukan kertas yang penuh bahasa yang aku tidak pernah mendengarnya. Namun ada yang terkunci. Aku penasaran... Aku memberikan sedikit tenaga dan laci ini langsung terbuka.

Laci itu berisi telepon genggam milik Zani. Aku tekan tombol daya dan diluar dugaanku. Dia tidak menguncinya. Aku geser ke atas jariku yang menampilkan wallpaper fotoku di situ.

Aku melihat galeri di benda persegi ini. Banyak sekali foto-fotonya. Ada beberapa album di sini, yaitu Zurich, Massachusets, Finland, Reyjavick, Ottawa, Camera, dan My Love. My Love ? Aku tertarik melihat dalam galeri itu. Benar saja, fotoku banyak sekali di sana dan semuanya diambil secara diam-diam. Aku terkekeh dengan ini. Sungguh.

Padahal aku sebenarnya juga sering mengambil gambarnya secara diam-diam. Aku melihat folder lainnya seluruh berisi foto-fotonya di kota-kota terkenal di dunia. Dia pernah bercerita padaku jika Ia sering ke luar negeri untuk melakukan penelitian. Enaknya jadi orang pintar ya ...

Tiba-tiba telepon genggamku berdering. Kulihat ada nama "Erwin" di situ. Ya, itu Lee.

"Halo. Ada apa, Lee ?". Aku mengangkat panggilan itu.

"Halo, Fa. Zani ada di dekatmu ?".

"Tidak. Dia ada di Lab. Aku di ruangannya. Kenapa ?". Nada bicaranya sangat terburu-buru sekali. Sepertinya dia juga berada di jalan saat ini.

"Fa, temui Zani. Cepat ! Penting...". Hanya itu yang aku tangkap dari tuturannya karena suara bising klakson mobil. Apakah dia sedang melajukan kendaraannya dengan kecepatan diatas normal ?

"Iya, Iya. Kenapa ? Jelaskan pada...-". Aku melangkah keluar menuju lorong elevator dan ada banyak pasukan bersenjata yg menodongkan Senjata apinya padaku.

"SITI MENUJU AKAN MENCURI VIRUS ITU FA !". Teriaknya dari telepon.

"Ok. Aku ada urusan yg harus ku selesaikan". Aku menutup telpon itu dan meletakkan di saku celanaku.

"Biarkan aku lewat. Aku tak ingin membunuh siapapun kali ini". Ujarku memperingati mereka. Aku bergerak maju tapi salah satu dari mereka menembak lenganku. Marah ? Pasti !

"Akan kupastikan kalian menggunakan telinga untuk yang terakhir kalinya". Aku langsung meraih dua kepala orang di depan ku dan membantingnya ke lantai. Aku injak kepala mereka layaknya menginjak seekor semut. Tapi peluru makin deras menimpaku.

Aku kembali meninju kedua orang yang ada di sisi kanan ku tepat di perutnya sampai darah segar keluar dari mulutnya. Pakaianku sudah berlumuran darah semua, termasuk lorong ini. Aku menatap tajam pada dua orang terakhir yang berada di dekat pintu elevator.

"Lihat yang kuperbuat pada rekanmu ? Ingin bernasib sama ?". Mereka ketakutan tapi lelaki yang berada di sebelah kanan berani menembak dadaku. Salah kawan ! Aku tahan hanya dengan peluru sekecil itu !

Could You Be Mine ? [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang