.
.
"Kamu sakit, Dik ?". Ujar abang Lee yang sedang menyetir menyadarkanku yang sedang berpikir bagaimana caranya agar aku bisa kabur dari dia.
"Enggak kok, Bang. Aku baik-baik aja kok. Hehehe...". Ujarku dengan tawa renyahku. Diapun kembali fokus pada jalan raya. Ternyata rumah mas Daffa sangat jauh dari pusat kota. Rumah mas Daffa terletak di daerah Blimbing, Malang namun daerah ini juga sangat jauh dari titik keramaian, seperti terminal Arjosari ataupun stasiun Blimbing.
"Makasih ya, Dik.". Hah ? Kok dia bilang terima kasih padaku ?
"Kenapa, Bang ?". Tanyaku yang penuh pertanyaan. Perasaan aku gak memberi apa-apa padanya.
"Karena kamu, aku dan Daffa bisa seperti dulu lagi. Kamu juga sudah mengembalikan sifat Daffa yang dahulu aku kenal, Dik. Terima kasih untuk itu.". Aku melihatnya tersenyum lebar sembari fokus ke jalan raya. Apakah benar aku telah merubah sifat mas Daffa seperti dulu ?
"Sama-sama, Bang.". Ujarku singkat.
"Bang...". Panggilku.
"Ya, Dik ?". Jawabnya.
"Pendapat Abang kalau aku nikah sama mas Daffa gimana ?". Ujarku padanya.
"Bagus lah. Daffa jadi gak kesepian lagi. Toh, kamu juga orang yang tepat untuk Daffa. Dia tidak pernah bertekuk lutut pada siapapun, tapi sama kamu dia langsung lembek. Hahaha...". Aku mencubit pelan tangannya yang berada di gigi mobil ini.
"Ih... Abang mah... Loh, abang gak kaget ?". Iya juga, kenapa dia gak kaget aku ngomong begitu.
"Daffa udah kasih tau pas kita ngobrol di ruang tamu tadi. Abang setuju lah.". Dia mengatakannya dengan senyum manisnya itu. Tapi lebih manis mas Daffa lah. Hehehe ...
"Abang gak marah kan ?". Dia tertawa padaku.
"Buat apa abang marah ? Abang juga tahu kalau abang bakal ditolak kamu lagian. Kamu tenang aja. Abang bisa cari yang lain kok, Dik.". Tangan kanan dia mengacak-ngacak rambutku layaknya anak kecil.
Mendengar jawaban tersebut aku jadi lega bahwa Abang Lee tidak marah ataupun respon negatif lainnya pada keputusanku. Tapi tetap saja aku harus berpikir bagaimana cara agar bisa lari darinya dan hadir di acara pelantikan sebelum jam makan siang. Karena pelantikkan ku akan dilaksanakan setelah makan siang lalu akan diadakan perayaan secara simbolis dan makan-makan. Sepertinya aku disore hari baru akan pulang.
"Aha...". Ujarku lirih. Aku meraih ponselku dan membuka aplikasi pemesanan kereta api. Aku melihat ada kereta jam 10 dan akan sampai tepat jam 11:30. Makan siang akan diadakan sekitar 12:30. Maka aku punya waktu untuk melancarkan aksiku. Aku memesan tiket itu dan membayarnya dengan internet banking milikku.
Baiklah, pertama aku akan izin ke kamar mandi di lantai 1. Aku akan beralasan kamar mandi di lantai kelasku berada rusak atau apapun gitu, hal itu karena kelasku sekarang berada di lantai 4. Ya kali aku loncat dari jendela lantai 4 ? Mati dong aku. Nanti cerita ini sad ending terus author Jejen diserbu para pembaca yang enggak terima sad ending lagi. (Kok curhat sih ? :v ).
Nah kalau dari lantai satu loncat dari jendela kamar mandi kan gak terlalu sakit. Abis itu aku ke gazebo UB terus ngumpet dan pesen taksi daring via aplikasi. Soalnya aku tahu bang Lee atau mas Daffa pasti bakal nyuruh orang-orangnya buat mencariku. Kalau aku naik Ojol pasti bakal ketara dan aku ditangkap sama mereka. Tapi kalau mobil kan kacanya gelap, jadi aku bisa sukses kaburnya. Terus naik kereta dan langsung turun di stasiun Waru. Ngumpet lagi buat pesen taksi daring ke perusahaan tempat aku dulu bekerja. Tada... Pintar kan aku ? Wkwkwkwk...
KAMU SEDANG MEMBACA
Could You Be Mine ? [DONE]
FantasyPeringatan : Cerita ini mengandung unsur B×B, dominasi, dan agak sedikit sadis. Cerita tentang Hamzani Ramadhan yang jatuh cinta dengan teman satu kontrakannya. Namun, ternyata dia bukan orang biasa tetapi punya rahasia yang amat besar. Penasaran de...