Hari Baru

8K 442 8
                                    

"Allahu akbar, Allahu akbar..."
Suara adzan subuh yang merdu memanjakan telingaku. Ah... Pagi hari di Kota orang lain namun di negeri tercinta.

Kuregangkan badanku dan mengambil sebuah handuk namun kali ini tentunya dengan pakaian ganti karena aku tak ingin kejadian yang sama terulang hari ini.

"Senyap sekali rumah ini...". Gumamku saat membuka pintu kamarku. Langkah kaki yang lemas kutujukan pada kamar mandi.

Saat kulirik dapur, ternyata ada Mas Daffa di sana. Entah mengapa jantungku selalu berdegub kencang jika merasakan aura dirinya. Bau husky yang sangat pria membuatku semakin menggila.

"Holy snapshot ! I'm horny ? (Ya ampun ! Aku terangsang ?)". Seru batinku lantang saat mataku melihat batang kemaluanku bereaksi ketika melihat dia yang sangat kekar berotot dan mencium aroma kejantanannya.

Kupercepat langkahku menuju kamar mandi dan langsung menanggalkan pakaian ku.

"Zani, stop it ! He won't let you to be your lover ! He's straight ! (Zani, sudahlah ! Dia tidak akan membiarkan dirimu menjadi kekasihnya ! Dia lelaki normal !)". Batinku mengajak konflik pada sisi pelangi ku.

"Oh god, What am I suppose to do ? I can't live in here with this kind a weird situation. (Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan ? Aku tidak bisa tinggal di sini dengan keadaan yang seperti ini)". Ucapku pelan agar tidak terdengar oleh Mas Daffa, sang Pujaan hatiku tersebut.

Akhirnya akupun menyudahi konflik batin ini dengan menyalakan keran air. Ya biarkanlah aku mengagumi dia. Walaupun aku tahu dia merupakan pria yang normal dan tak mungkin dia akan ku cintai. Hahhh... Nasib menjadi kaum pelangi memang seperti ini.

Segar, wangi, dan bersemangat. Itulah yang kurasakan setelah keluar dari kamar mandi. Kulirik kembali dapur, Mas Daffa ternyata sudah tidak ada di sana. Asap kecil yang menerawang ku lihat dengan bantuan lampu dapur yang terang tanda bahwa dia telah memasaka sesuatu.

"Wah, dia bisa masak. Hebat sekali". Batinku terkagum dengan sang gagah perkasa tersebut. Aku saja saat tinggal di Zurich jarang sekali memasak. Frekuensinya masih sangat bisa ku hitung dengan jari. Ya, di sana tidak ada beras. Aku lebih memilih untuk memasok Bugetté  (Semacam roti perancis kering namun lebih berserat) karena harganya yang lebih murah dibanding beras atau jika ingin melakukan hedonisme, aku lebih memilih Lingürtizch (Semacam roti gandum yang di taburkan kismis dan kurma). Ya itulah dilema anak beasiswa. Hidup pas-pasan namun jangan senasib dengan nilainya.

Setelah sampai di kamar. Akupun bertujuan untuk menanyakan adakah aturan di kontrakan ini. Ya, mengingat Mas Daffa adalah senior di sini, aku harus menghargainya.

"Mas Daffa, saya mau tanya. Di sini ada peraturan-peraturan kontrakan kah ?" Namun pertanyaanku tak digubris sama sekali. Dia masih sibuk dengan hitungan push-upnya.

"Mas ? Gak ada ya ?" Ujarku tetap saja tak digubris olehnya. Dasar manusia dingin ! Aku makin yakin jika dia adalah orang yang tak mau berbasa-basi. Jika bisa aku tarik ucapanku yang mengatakan dia baik hati, ku tarik omongan tersebut !

Kulangkahkan kaki ku dengan menhentak tanda bahwa aku kesal dengan sikap dinginnya. Aku bertanya malah dia tetap sibuk dengan melatih otot-ototnya. Bicep yang sebesar buah nangka tersebut selalu dipompanya.

"Ih lengket banget perasaan lantai ini...". Ucapku perlahan saat melewati lantai ruang tamu yang menuju kamar ku. Walaupun aku malas untuk masak, namun masalah kebersihan aku tetap nomor satu. Jadi, kuputuskan untuk membersihkan rumah ini. Ya, walaupun baru satu hari di rumah ini, apa salahnya ?

Kuambil sapu dan alat pel. Lalu aku mulai menyapu lantai ini dari tempat menjemur pakaian. Saat sampai di pintu kamar Mas Daffa yang terbuka, aku beranikan diri untuk melihat isi kamar dia.

Could You Be Mine ? [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang