Sebelum Bertugas

1.4K 85 0
                                    

Hola, Amigos...
Ketemu lagi dengan Jejen :)
Tetap #StayAtHome dan selalu cuci tangan ya :)

Semoga kalian masih suka dengan cerita Jejen yang gak jelas ini :)
Happy Reading, Amigos...

☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆


Hari berlalu begitu cepat apabila kita menikmatinya. Bicara soal menikmati, aku sangat menikmati hubungan kami yang semakin lengket bak perangko dengan surat. Cintaku padanya sangat besar, begitupun rasa cintaku padanya.

Mas Daffa juga sering bertanya kepadaku masalah pernikahan kami nanti. Membicarakan masalah resepsinya bagaimana, pakaian kami saat akad nanti, perayaan, tempat serta waktu acara, dan yang pasti permasalahan siapa saja yang diundang.

Aku sebenarnya sangat senang akan hal ini, tapi bagaimana dengan mamah ? Apakah nanti mamah tidak malu memiliki anak yang memiliki stigma menjijikan di kalangan luas ini ? Apakah keluargaku akan menerimaku ? Belum lagi, aku benar-benar kasihan dengan mas Daffa. Lelaki seperkasa dan sejantan itu, mengapa dia lebih memilih aku ? Apakah dia menyadari bahwa jika menikah denganku, dia tidak akan bisa memiliki momongan ?

Lalu, mas Daffa juga masih menjadi Agen aktif. Artinya, kita tidak boleh menikah selama mas Daffa masih bekerja di sana. Meskipun mas Daffa adalah Ketua Umum tapi namanya peraturan harus ditaati bukan ? Apakah mas Daffa akan memilihku daripada pekerjaannya itu ?

"Zan... Zani... Oey !". Aku merespon kaget atas teguran orang yang kini tengah berada di hadapanku.

"Ishhh... Aku kaget tahu !". Biasalah, ketika dikagetin macam begini jantungku pasti langsung olahraga.

"Kamu kenapa ngelamun sih ? Mikirin apaan emangnya ?". Tanya pria yang sedang menyeruput minuman berkarbonasi itu.

"Gak mungkin aku menjawab jujur. Walaupun dia asistenku, tapi kalau dia jadi benci ketika aku mengungkapkan jati diriku bagaimana ? Bisa runyam hidupku nih. Mendingan aku simpan sendiri saja deh...". Batinku berucap. Aku menghela napasku untuk memberikan jawaban yang pastinya bukan jawaban yang sebenarnya.

"Konferensi bakal diadain besok, aku jadi stres aja mikirin bahan yang mau disampaikan...". Sebenarnya, ini juga masalah yang buat aku pusing sih. Jadi, aku tidak sepenuhnya berbohong kok.

"Yakin gak ada masalah lain ?". Eh ? Kok dia malah bertanya seperti itu ? Apa jangan-jangan ekspresiku berbeda tatkala mengungkapkan jawabanku padanya ?

"Iyalah... Terus apa lagi emangnya ? Aku pusing gara-gara itu saja.". Ucapku dengan langsung mengambil minuman berkarbonasi milikku dan meminumnya.

"Oh... Ok, deh. Aku kira ada hal yang lain, kamu tahu lah...". Kedua alisnya bergerak naik turun dengan tatapan yang aneh kepaku lalu mengedipkan matanya berulang kali.

"Mas Faris cacingan ?". Dia mendecih dan langsung bersikap biasa kembali. Maksud dia apa sih tadi ?

"Kamu butuh obat cacing ?".

"Bukannn... Aduh, masa kamu tidak mengerti sih ? Aku bicara soal 'Cinta'...". Lah ? Kok dia bisa tahu isi pemikiranku ? Apa jangan-jangan selama ini asistenku seorang paramedis, eh paranormal maksudnya ?

"Enggak ah, sok tahu deh...". Aku kembali menyeruput minuman dingin di salah satu tempat makan di pusat perbelanjaan yang terletak di samping kantor kami.

"Aku itu lulusan psikologi. Jadi aku bisalah sedikit-sedikit membaca-...".

"Mas bisa baca pikiran orang ?". Sambungku bak tiang listrik. Dia menghembuskan napasnya kasar.

Could You Be Mine ? [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang