Rapat

1.5K 95 3
                                    

Hola, Amigos...
Ketemu lagi dengan Jejen :)
Tetap #StayAtHome dan selalu cuci tangan ya :)

Semoga kalian masih suka dengan cerita Jejen yang gak jelas ini :)
Happy Reading, Amigos...

☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Satu minggu telah berlalu dengan cepat sekali. Aku dan mas Daffa telah melakukan kegiatan tukar cincin yang membuat hariku sangat bahagia minggu kemarin. Mas Daffa juga memberikan izinnya agar aku bisa bekerja di perusahaan ini.

Meskipun aku dibiarkan tanpa pengawasan langsung oleh mas Daffa tapi mas Daffa mengharuskanku memakai alat pelacak yang dibuatnya dalam bentuk gelang. Ya tidak apa lah, yang penting aku bisa kemana-mana tanpa pemgawasannya. Jika kalian bertanya apa yang terjadi pada kami seminggu yang lalu ? Hehehe... Maka akan ku jawab pertanyaan itu dengan dua kata, yaitu Menyenangkan dan Romantis. Mas Daffa benar-benar memperlakukanku dengan sangat baik dan ternyata orangnya romantis juga.

"Zani... Halo...". Aku mendengar suara pintu ruanganku yang diketuk diiringi suara lelaki yang memanggilku.

"Eh, iya, Mas. Masuk aja.". Oh, ternyata mas Faris, sekertarisku. Dia masuk ke ruangan ini dengan membawa tabletnya.

"Loh, kok belum siap-siap sih, Zan ?". Ucap dia yang tengah melihatku sibuk dengan laporan bulanan riset bahan pangan ini.

"Sebentar lagi, Mas. Ini masih belum selesai laporannya.". Ucapku masih sibuk dengan komputerku.

"Zan, ini tuh lebih penting tahu... Kita jangan sampai telat ke rapat itu. Nanti pak Ramlie marah loh...". Mendengar hal itu, membuatku segara menyimpan hasil edit dokumen ini dan langsung mematikan komputer yang ku gunakan. Aku gak mau mengecewakan pak Ramlie.

"Iya, iya, iya... Hayuk...". Aku mengambil ponselku lalu beranjak dari ruangan ini menuju lobi utama bersama dengan sekretarisku ini.

"Zan, mau nitip gak ? Aku mau ke mesin minuman. Haus...". Ucap dia padaku. Aku mengambil uang yang diberi mas Daffa tadi pagi dan menyerahkan padanya.

"Et dah, banyak amat. Ceban aja ...". Dia mengembalikan uang 100.000 itu tapi aku menolaknya.

"Gak ada lagi, Mas. Udah sekalian aja ama punya mas.". Ucapku padanya.

"Yaudah deh. Makasih ya, Boss... Hehehe...". Dia langsung ngibrit menuju mesin penjual minuman otomatis yang ada di ujung lobi ini. Bicara soal uang itu, awalnya aku menolak untuk menerimanya karena kan aku juga pasti dapat gaji di sini. Selain itu, uang beasiswaku juga masih cukup kok. Tapi dia malah memaksa aku membawa uang 100.000-an dengan jumlah yang banyak. Daripada ribut-ribut, akhirnya aku mengalah saja.

"Nih, Bos.". Dia memberikanku minuman kaleng rasa leci itu padaku dan kembaliannya. Kok dia tahu rasa kesukaanku sih ?

"Mas tahu aja aku suka minuman rasa leci ini...". Ucapku sembari membuka minuman kaleng ini. Kini dia ikut duduk di sampingku.

"Masa ? Nebak aja sih... Hehehe...". Kami menengguk minuman dingin itu. Segar sekali rasanya. Kami duduk di sini untuk menunggu pak Ramlie karena rapat dilaksanakan dengan pak Ramlie. Aku cuma menemani saja, sedangkan Mas Faris katanya gabut di kantor. Jadinya dia ikut. Tapi dia juga mengerjakan tugasnya secara mobile kok. Gak makan gaji buta deh...

"Eh, Zan... Itu pak Ramlie.". Mas Faris menunjuk ke arah pak Ramlie yang sedang berjalan menuju pintu utama lobi kantor ini.

"Ayo, ayo.". Ucapku yang diiringi langkah kaki kami menuju ke arah pria yang mengenakan baju formal itu.

Could You Be Mine ? [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang