36

1.8K 144 8
                                    

Tahukan? Sekecil apapun itu, bisa berdampak besar diakhir
.
.
.

"Sumpah demi apapun. Ini pantainya KEREN BANGETTT GILAAA," teriak Lia dengan semangat saat keduanya akhirnya bisa pergi mantai.

"Seneng banget kayaknya," Lia terkejut saat Hoshi tiba-tiba memeluk lehernya dari belakang.

"Ya seneng lah. Bagus gini. Tapi sayang sepi banget," benar. Ini serius hanya ada mereka berdua disini. Hoshi terkekeh lalu membalik tubuh Lia. Menangkup wajah Lia lalu mencium bibir Lia sekilas.

"Besok nikah disini gimana? Kita undang banyak orang biar rame," Ucap Hoshi. Lia mendorong pelan tubuh Hoshi agar melepas kedua tangan pria itu dari wajahnya.

"Yeuu emang besok kita nikah?" Ledek Lia.

"Loh kamu nggak mau nikah sama cowo ganteng gini?"

"Lebih tepatnya aku ga mau nikah sama marmut,"

"Aku harimau ya!" Kesal Hoshi. Lia tertawa melihat wajah Hoshi yang sepertinya beneran marah.

"Sini deh aku mau ngomong serius," ucap Hoshi yang tiba-tiba berubah.

"Apa?"

"Duduk dulu," Hoshi menarik tangan Lia untuk duduk bersama dipasir. Sekarang sudah cukup sore, matahari tidak terlalu panas. Anginnya sejuk.

Keduanya hening, sebelum Hoshi memulai bicara.

"Kamu tahu, kontrakku lama-lama habis. Dan saat itu udah terjadi, aku bakal kerja di balik panggung. Nggak mau didepan kamera lagi," Lia diam, masih menunggu lanjuttan dari ucapan Hoshi.

"Dan aku mau nikah. Saat itu juga kamu udah dewasa, kita nikah ya?" Lia menoleh.

"Lagi ngelamar aku nih ceritanya?"

"Iya. Jawab gih,"

"Emang kamu yakin kita nikah? Maksudku....kita bahkan belum lama kenal, belum ada setahun. nggak mungkin nunggu lama sampe itu datang, kamu nggak belok sama yang lain. Lama-lama aku bakal nyebelin, nggak menutup kemungkinan aku juga bisa gitu,"

"Iya aku tahu kita memang belum lama ketemu. Tapi niat serius untuk jadiin kamu istri emang udah ada sejak aku mutussin minta kamu jadi pacar aku," Lia pusing sendiri jika Hoshi sudah keras kepala sendiri. Lia takut, Hoshi hanya sebatas rasa sementara. Karena belum lamanya hubungan antara keduanya, akan sangat tidak lucu kan jika diakhir itu tidak terjadi tapi didepan sudah terlalu berharap?

Kecewa.

"Waktu itu datang.....lama. Kita nggak tau bakal gimana proses menuju sana," ucap Lia.

"Liat aku," Lia menoleh dan keduanya saling bertatapan. "Apa aku keliatan sebrengsek itu dimata kamu? Kalo perlu aku juga bisa nikahhin kamu lebih cepet,"

"Hihh. Nikah itu bukan main-main. Bukan cuma ucap janji dan udah. Ini tentang komitmen, perasaan, dan keyakinan. Kita nikah untuk seumur hidup, bukan untuk waktu yang ditentukan. Aku nggak mau terlalu mengharapkan kamu. Kadang aku mikir, aku jadi pacar kamu gini udah cukup," ucap Lia panjang. Aduh kenapa liburan jadi sepusing ini sih, Lia menghadap pantai lagi. Lia malas jika membahas pernikahan, kan dia tidak terlalu paham dan....malas.

"Kamu emang nggak mau ya hidup sama aku? Jadi ibu buat anak aku? Kamu anggap hubungan ini nggak penting ya? Iya? Coba bilang, apa salahnya aku min-"

"Salah!" Potong Lia cepat. "Aku bener-bener nggak mau menyinggung ini sebenarnya. Tapi ada banyak alasan kenapa aku bisa nggak seyakin ini sama kamu. 5 tahun kedepan, itu waktu yang cukup lama buat hati seseorang bisa berubah. Aku cuma nggak mau berharap dengan janji kita menikah, aku nggak mau kebunuh dengan harapanku sendiri. Aku benci ngerasa kecewa Soon," ucap Lia sambil menatap Hoshi kesal. Lia bisa melihat Hoshi sedikit tidak nyaman dengan pembicaraan ini, tapi dia yang memulai kan?

"Apa kamu sama sekali nggak anggap kita ini serius Lia?" Lirihnya. Lia menghela nafasnya pelan. Apa pria didepannya ini tidak tahu jika ia bingung dan kesal dengan perasaan-perasaan buruk yang entah selalu membayangi dirinya?

Lia terlalu muda untuk memikirkan hal se serius ini. Hanya itu alasan kenapa Lia begitu menghindari pembicaraan ini.

"Bukan gitu maksud aku. Udah nggak usah debat, aku mau kita jalani sebaik mungkin dan kita lihat kedepannya. Biar waktu yang menjawab," tangan Lia dicekal Hoshi sebelum Lia beranjak dari duduk.

"Tunggu. Aku perlu alasan untuk bisa paham keraguan kamu. Aku nggak bi-"

"Kita beda keyakinan Oppa! Mana bisa kita menikah dengan dua keyakinan berbeda? Sama-sama yakin saja bisa berakhir nggak baik, apa lagi beda? Sebenarnya aku merasa cukup nggak tau diri udah berharap bahwa kelak aku sama kamu bersama setelah kamu dengan rendah hatinya melirik aku dan jadiin aku pacar. Aku udah cukup berterima kasih, aku ga mau berharap terlalu jauh. Kecewa itu.....rasanya nggak enak," speechless. Itu yang Hoshi rasakan. Benar, saking bahagianya ia bersama Lia, ia sampai lupa dengan kenyataan tersebut. Mereka berbeda.

"Banyak yang beda agama tapi tetap setia satu sama lain. Kita bisa menjadi salah satunya," Lia pusing mendengar jawaban itu. Kenapa sih Hoshi tidak mengerti?

"Iya. Aku harap kita bisa gituu Oppa," lirih Lia. Tidak bohong jika Lia bergitu merasa tertekan karena hal tabu itu. Tapi pikiran remajanya masih tidak mau diajak berpikir. Yang ada hanya keinginan untuk selalu bersama Hoshi. Hanya itu.

Hoshi menghela nafas pelan. Hoshi pun merengkuh tubuh Lia kedalam pelukannya, tidak seharusnya ia membahas masalah rumit ini sekarang. Hoshi lupa jika Lia begitu masih remaja. 

"Udah maaffin aku ya bahas kayak gini. Nanti kita pikirin lagi ya? Ga usah khawatir aku bakal putusin kamu setelah ini. Aku sayang kamu. Aku nggak bakal ninggalin kamu. Kalo kita besok berakhir nggak bersama. Aku mohon kamu yang ninggalin aku lebih dulu,"ucap Hoshi. Lia menangis, rasanya sesak sekali. Kenapa sih ada saja kesedihan yang menyertai kebahagiaanya?

Lia melepas pelan pelukannya lalu menatap Hoshi dengan air mata diwajahnya. Hoshi menyeka pelan wajah Lia dengan tangannya. Pria itu terkekeh pelan. Gadisnya kenapa semakin cantik ya?

"Jelek kalo nangis,"

"Aku mau cium kamu. Ya?" Pinta Lia. Belum sempat Hoshi menjawab, Lia sudah menarik wajah Hoshi lebih dulu dan menciumnya.

Hoshi yang mengerti pun ikut membalas dan menahan kepala Lia agar ia bisa mengatur ciumannya.

Tak sadar keduanya hanyut dalam ketakutannya masing-masing. Saling memberi kekuatan melalui ciuman yang menjadi lebih panas. Hingga Lia mendorong Hoshi menjauh karena kehabisan nafas.

"Pelan-pelan aja," ucap Lia. Hoshi menatap Lia dengan mata sayunya. Lia terkejut saat Hoshi tiba-tiba beranjak dan menarik tubuh Lia.

"Aduh kemana?" Tanya Lia saat tangannya dicengkram kuat Hoshi. Ucapan Hoshi setelahnya sukses membuat Lia terkejut.

"Kita lanjutkan di Villa,"

Tbc

Mau ngapain maung bawa anak orang????
Bahaha.g

Soonyoung selesai di chapter 45:)

Masih quat gaess???

My Idol Is My Boyfriend | Kwon Soonyoung✔[Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang