Yang Janu duga, mewabahnya penyakit flu di lingkungan masyarakat akhir-akhir ini merupakan salah satu upaya para pemberontak untuk menghancurkan pemerintahan. Karena itu lah dia harus mendalami kasus ini dari beberapa aspek selain militer.
Pagi ini Janu mendapat telepon dari pemerintah pusat yang memberinya tugas resmi untuk menyelidiki kasus baru tersebut. Dengan turunnya perintah itu, maka Janu sudah sepenuhnya berhak masuk ke berbagai lini kepemerintahan yang dia butuhkan. Termasuk kesehatan.
Janu mendongak dari laporan-laporan yang menggunung di meja, menatap pintu ruang kerjanya. Tidak lama, ada suara ketukan dari arah berlawanan.
"Masuklah," sahut Janu tidak terlalu keras.
Troy, letnan yang juga menjadi tangan kanan Janu datang membawa laporan lain. Tidak hanya mengenai peningkatan penduduk yang terkena penyakit, tapi juga mengenai surat kaleng yang ditemukan seorang prajurit di depan rumah Janu pagi itu.
"Apakah laboratorium kita sudah siap di pakai?" tanya Janu saat menerima surat kaleng pemberian Troy.
"Para petugas yang anda perintahkan bilang, mereka akan siap bertugas dalam beberapa hari lagi. Setidaknya, mereka sedang menunggu para ahli kesehatan yang akan bergabung dengan kita," jawab Troy tenang.
Janu tidak menanggapi, tangannya meraih surat yang ada di dalam kaleng kemudian membacanya. Dengan wajah yang terbiasa kaku, Troy tidak bisa menebak apa yang atasannya pikirkan. Namun, perintah yang mengikuti selanjutnya membuat lelaki itu bertanya-tanya.
"Troy, temukan Euna Aona dalam waktu tiga puluh menit. Bawa dia ke sini bagaimana pun caranya!"
###
Euna Aona terbangun dari tidurnya dengan suara terkesiap keras. Ada perasaan kecewa yang menyusup ke dadanya saat menyadari kalau yang baru saja terjadi adalah mimpi. Pemikiran bodoh, karena yang dimimpikannya ada orang asing.
Aona duduk termangu di atas ranjangnya, memikirkan mimpi-mimpi yang mendatanginya tiga hari belakangan ini. Rupa seorang jenderal bernama Janu tidak pernah absen datang, malah justru mendominasinya.
Aona mungkin ingat kalau dia pernah bersinggungan dengan Janu sebelum di rumah sakit, tapi saat pertama itu tidak sampai terbawa mimpi. Yang mengherankan, bagaimana mimpi itu membuat alurnya sendiri.
Apakah masuk akal jika kita memimpikan sebuah kebersamaan dengan seseorang yang baru dua kali kita jumpai? Aona bahkan masih merasakan tendangan jabang bayi di dalam perutnya, ataupun adrenalin yang tertinggal dari sentuhan laki-laki itu dalam mimpinya semalam.
Aona menyusap wajahnya kasar, kesal dengan dirinya sendiri yang merasa kehilangan. Apa yang dia pikirkan hingga memimpikan lelaki kaku tersebut sebagai suaminya? Dan bagaimana bisa dia merasa sangat bahagia? Jika mengingat awal pertemuan mereka, Aona rasa dia akan mati muda karena tegang jika benar-benar menikah dengan seorang Janu J.
Tidak ingin larut terlalu lama dalam kebimbangan, Aona segera membersihkan diri dan bersiap untuk pergi. Hari ini dia libur bekerja, jadi perempuan itu berniat mencari udara segar di beberapa tempat. Tujuan pertamanya, tentu saja cafe untuk sarapan.
Gara-gara masalah kesehatan yang dewasa ini menjangkit sebagian masyarakat, jalanan yang biasanya ramai pun kini terasa cukup sepi. Bahkan, cafe langganannya juga lengang oleh pengunjung.
"Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Wabah ini terasa menakutkan." Treya menggerutu saat melayani Aona.
"Kami sedang mencoba memperbaikinya. Kuharap kau juga mulai memakai masker untuk melindungi kesehatanmu," sahut Aona murung.
"Belum ada obatnya?" tanya Treya lagi yang mendapat gelengan lemah dari Aona sebagai jawaban.
"Penyakit dan penyebabnya sendiri sebenarnya bukan hal baru. Tapi kombinasinya lah yang harus kami pelajari lebih dalam. Virus yang menyerang kali ini, kurasa sudah berevolusi," gumam Aona menjelaskan.
"Ah! Aku tidak mengerti apa yang kau ucapkan!" elak Treya cemberut. "Tapi, kuharap obatnya segera ketemu."
"Ya. Kuharap juga begitu," balas Aona tersenyum tulus. "Ngomong-ngomong, dimana Reno? Kenapa aku tidak melihatnya?"
"Oh ... Dia pulang kampung. Beberapa haru yang lalu dia dapat kabar kalau keluarganya ikut terjangkit penyakit ini," jawab Treya. "Kuharap dia baik-baik saja."
"Itu buruk sekali! Apa dia sudah menghubungimu lagi?" sahut Aona.
"Belum. Kurasa dia sibuk."
Kedua perempuan itu diam selama beberapa saat. Treya mengkhawatirkan kondisi Reno sekeluarga, sementara Aona mengingat lagi pertemuannya dengan Janu di cafe itu. Hal tersebut membuat pipinya menghangat.
"Hei, Treya, boleh aku bertanya?" tiba-tiba Aona kembali bersuara.
"Ya?"
"Apakah kau punya pelanggan dari militer yang berpangkat jenderal?" tanyanya.
"Hah?" Treya memutar bolamatanya untuk mengingat-ingat. "Kurasa tidak. Apa ada sesuatu?"
"Tidak? Kau tidak kenal dengan seseorang bernama Janu J.?" Aona bertanya lagi untuk memastikan.
"Sama sekali tidak. Siapa dia? Orang yang kau suka?" balas Treya penasaran.
"Tidak. Bukan begitu," bantah Aona cepat. "Aku hanya pernah berpapasan dengannya di cafe ini, lalu bertemu dengannya lagi di rumah sakit tidak lama sebelum ini. Kukira dia pelangganmu."
"Aku tidak ingat punya pelanggan seperti itu. Dari militer dan seorang jenderal? Apakah dia tampan?"
"Astaga!" Aona mendengus dan tertawa mendengar pertanyaan terakhi yang Treya lempar. "Ya sudah kalau kau tidak tau."
"Ey, kau membuatku penasaran!" gerutu Treya sebal. Aona tertawa lagi.
"Dokter Euna Aona?" suara maskulin yang asing membuat Aona dan Treya menolah. Sosok asing Troy berdiri tegap dibelakang Aona.
"Ya?" sahut Aona bingung.
"Saya di perintahkan Jenderal Janu untuk membawa anda menghadap beliau saat ini juga," katanya.
"Apa?" gumam Aona kaget. Mata lebarnya semakin membelalak tidak percaya. "Untuk apa?"
"Saya juga kurang tau. Lebih baik kalau anda bertanya langsung pada beliau," jawab Troy lagi.
Aona bertukar pandang denga Treya, agak panik meskipun penasaran juga. "Apa kau akan baik-baik saja?" Treya berbisik cemas.
"Kurasa," jawab Aona meringis lemah.
###
Sesampainya ditempat yang Troy sebut sebagai rumah Janu, Aona diantar menuju ke sebuah ruangan. Perjalanan yang di lewatinya terasa sepi sekaligus mencekam. Meski tidak ada orang, Aona merasa kalau pergerakannya diawasi banyak mata tersembunyi.
Begitu menghadapi Janu secara langsung, gelombang intimidasi seperti saat pertama kali mereka bertemu kembali menyala Aona. Tubuh perempuan itu menjadi kaku secara mendadak.
"Dokter Euna Aona sudah berada disini, jenderal." Troy memberi laporan pada Janu yang memunggungi mereka.
"Suruh pelayan membersihkan kamar tamu," balas Janu tanpa menoleh. Troy mengangguk sekali sebelum meninggalkan mereka berdua di ruangan itu.
Aona yang masih merasa tertekan, bingung harus melakukan apa. Dia ingin bertanya tentang perintah Janu yang menginginkannya datang secara tiba-tiba, tapi sepertinya lelaki itu sedang menahan marah.
Kebekuan itu terus berlanjut hingga Troy kembali dan memberitau Janu jika kamar tamu sudah siap.
"Antar dia ke sana."
"Apa?" gumam Aona tidak percaya. "Aku tidak ada niat untuk bertamu atau bahkan menginap disini?"
"Kau akan tinggal disini selama beberapa saat," balas Janu cepat.
"Kenapa? Aku punya tempat tinggal sendiri. Ini terasa canggung," sahut perempuan itu lirih.
"Aku tidak punya waktu untuk menjawab pertanyaanmu atau bahkan peduli pada kecanggungan yang kau rasakan!" Janu menoleh sambil membentak. "Pergi ke kamarmu, sekarang!"
###
Maaf kalo pendek...
Tunjukin antusias kalian dong gaes... Itu kalau kalian emang antusias sih 😪
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry The General
FanfictionAdalah sebuah ketidaksengajaan ketika suatu hari Euna Aona bertubrukan dengan seorang lelaki yang memakai seragam militer. Kopi yang ia beli tidak tumpah, hanya dompetnya yang jatuh ke lantai. "Saya minta maaf." Sosok berseragam militer itu berucap...