11. Not So Important

3.3K 618 381
                                    

Kangen nggak?
Aku bawain agak panjangan, nih
Vote dan komennya yang banyak, ya? 1K lebih juga nggak apa-apa
Hehehe..

###
Janu berdiri diatas sebuah akar sebuah pohon besar. Mata tajamnya menyipit penuh antisipasi,i menjelajah seluruh bagian hutan yang terjangkau.

Dia masih dalam usaha pengejaran terhadap para pemberontak. Didepan Janu ada lebih dari seratus orang prajurit yang siap menerima perintah, sementara di belakangnya terdapat asap yang membumbung tinggi hasil pembakaran mayat.

Ini sudah yang kelima kali mereka melakukannya. Setiap pasukan Janu sampai di tempat persembunyian para perampok, tempat itu selalu sudah kosong. Hanya tersisa sampah dan mayat orang yang mati karena terkena virus itu.

"Mereka pergi ke Selatan." Troy bangkit dari posisinya tiarap di tanah. Lelaki itu baru saja mencoba mencari jejak. Mendengar laporan itu, Janu bergeming. Tampaknya sang jenderal punya pemikiran lain.

"Mereka memisahkan diri." Janu bergumam pelan.

Troy diam, tidak yakin bagaimana Janu bisa mengatakan hal tersebut. Hasil yang dia dapat tadi, terdengar langkah-langkah kaki manusia menuju ke arah Selatan. Kemungkinan ada 25 orang yang sedang berjalan. Selama ini Janu selalu mendengarkan arahannya, lalu kenapa sekarang berbeda?

"Troy, pimpin pasukan ke arah yang kau sebut. Tinggalkan beberapa denganku." Janu memberi perintah dengan nada rendah, membuat Troy harus mengerutkan kening untuk mencoba paham.

"Baik!" Letnan tampan itu meninggalkan tiga orang bersama Janu, sementara dirinya memimpin yang lain melanjutkan perjalanan.

Janu membawa ketiga prajuritnya menuju ke arah Barat. Setelah berjalan kaki cukup jauh menembus hutan negara, mata Janu menyipit begitu melihat sebuah pondok kayu yang jauh dari pemukiman penduduk. Pintu rumah kayu itu tidak dikunci, terlihat lebih aneh karena di dalamnya hanya terdapat berbagai macam kandang.

"Apa yang kalian lakukan dirumahku?"

Suara maskulin yang menyambut membuat mereka terkejut. Seorang lelaki muda berwajah tampan, tubuh tinggi tegap sedang berdiri di luar rumah sambil menenteng kandang berisi burung. Ah! Janu pernah melihat lelaki itu sebelumnya.

"Kau yang tinggal disini?" Janu bertanya.

"Ya." Lelaki itu menjawab.

"Siapa namamu?"

"Reno."

"Bukankah kau yang bekerja di salah satu cafe di kota?"

"Sepertinya kita pernah bertemu?" Reno menaikkan satu alisnya sebelum melewati Janu untuk masuk ke dalam gubuk tersebut.

"Kenapa kau bisa ada disini?" Janu mengikutinya.

"Keluargaku terkena virus itu, dan menyuruhku pergi sampai keadaan di kota membaik," dengus Reno agak masam.

Janu kemudian diam tidak menanggapi. Di perhatikannya tempat tinggal Reno. Hanya ada satu buah ranjang senderhana disisi lain kandang binatang.

"Kau keberatan kalau kami memerikaa tempat tinggalmu ini?" belum sempat Reno menjawab, Janu sudah memberi aba-aba pada bawahannya untuk bergerak.

"Untuk apa kau bertanya kalau kau tidak butuh jawabanku," dumel Reno sebal.

"Lakukan cek kesehatan, kalau kau dalam keadaan baik mungkin kau bisa kembali ke kota. Negara mulai bangkit." Janu mengalihkan topik seolah Reno tidak mengatakan apapun.

"Akan kupertimbangkan," sahut Reno sambil memutar bolamata.

Anak buah Janu kembali, menggelengkan kepala memberi tanda bahwa mereka tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Janu balas mengangguk.

Marry The GeneralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang