17. Andreas

3.4K 596 207
                                    

Saya datang lagiiii...
Seneng liat notif kemarin rame sama vote, komen dan new followers 😍😍😍

Btw, kalau ada yang bingung sama sifat Janu, bisa baca ulang part 1 karena kayaknya saya udah cukup memberi gambaran hehehee..

Laf yu 💞
###

Saat itu Janu sedang menghadiri pertemuan dengan petinggi negara. Aona tengah membaca buku di taman ketika seorang pelayan mendekat dan berkata kalau ada seseorang yang ingin bertemu dengannya.

Aona sempat mengerutkan kening, menanyakan tamu yang baru saja datang. Pelayan yang menemuinya bilang, tamunya memakai baju militer, kemungkinan besar bawahan Janu.

Ketika Aona menemui tamunya, seorang lelaki tinggi tegap, dengan wajah yang lebih lembut daripada Janu tersenyum padanya. Kemungkinan, lelaki itu juga sedikit lebih tua. Seragam putih beremblem banyak membuat Aona sadar kalau tamunya bukanlah seorang prajurit.

"Anda mencari saya? Ada perlu apa, ya?" ucap Aona bingung. Lelaki itu memberi hormat lebih dulu sebelum menjawab pertanyaan Aona.

"Nama saya Andreas Edwin Pollen. Maaf mengganggu anda pagi-pagi begini. Saya diberi tugas oleh jenderal Janu untuk mengambil berkas yang tertinggal," jawabnya sambil tersenyum.

"Oh... Baiklah. Akan kuambilkan," balas Aona membalas senyum lelaki itu polos. Perempuan itu segera berlalu ke ruang Janu dan kembali membawa amplop cokelat. "Apakah yang ini?"

Aona menatap bingung ruang tamu yang justru kosong. Lelaki bernama Andreas tadi telah pergi, meninggalkan sebuah undangan pesta di atas meja. Ada selembar kertas kecil juga yang beratas nama Aona. Isinya, perempuan itu harus berhasil membujuk Janu datang supaya Aona bisa mengenal lebih jauh suaminya tersebut.

Aona bergegas mengambil ponsel untuk menghubungi Janu. Sayangnya, justru Troy yang mengangkat karena Janu sedang tidak bisa diganggu.

"Seorang militer bernama Andreas baru saja menemuiku. Dia meminta berkas, tapi kemudian hilang dan meninggalkan undangan pesta. Apakah orang itu yang dulu pernah menembak Janu di bagian jantung?" tanya Aona tegang.

"Astaga! Dia menemui anda? Saya akan pulang sekarang!" balas Troy khawatir.

"Tidak-tidak. Tidak perlu. Kurasa orang itu sudah pergi sekarang. Hanya saja, kau yakin dia orangnya?"  ucap Aona menolak ide itu.

"Ya. Anda harus hati-hati dengannya. Berkas apa yang dia minta?" sahut Troy was-was.

"Aku tidak tau. Dia bilang, Janu menyuruhnya mengambil berkas yang tertinggal."

"Anda memberikannya?"

"Aku mengambilkan dia amplop berisi kertas kosong, tapi dia pergi tanpa pamitan saat aku sedang di ruang kerja Janu." terdengar suara helaan napas lega dari seberang. "Troy, jujur saja. Andreas tidak terlihat sejahat itu," tambah Aona memberi komentar.

"Dia licik, Nyonya." Jawaban Troy membuat Aona tertawa. Dia bisa menebak hal itu dari cara mata Andreas mengerling padanya.

"Dia memintaku membujuk Janu untuk menghadiri sebuah pesta. Bagaimana menurutmu?" Aona mengalihkan topik pembicaraan.

"Anda bisa membicarakannya dengan jenderal Janu. Saya tidak berani memberi arahan. Hanya saja, lebih baik anda tidak bertemu dengannya lagi."

Mereka memutuskan sambungan telepon setelah Aona mengiyakan saran lelaki itu. Sekali lagi dia membaca pesan yang Andreas tinggalkan. Informasi tentang Janu cukup menggiurkan.

"Kau benar-benar ada disini." Aona menoleh kaget saat suara Gia mendadak muncul di belakangnya. Ada pula Andreas bersama perempuan itu, tersenyum lagi ke arahnya.

"O-oh. Iya," jawab Aona gugup. Meski Janu sudah menyuruhnya untuk tidak takut, memberi pengalaman yang lebih menakutkan, tetap saja dia merasa tidak nyaman jika harus bertemu Gia.

"Kalau begitu aku pamit padamu saja. Katakan pada Janu bahwa aku pulang hari ini dan terimakasih untuk tumpangannya," ucap Gia tanpa tersenyum meski suaranya juga tidak menakutkan.

"Baiklah."

"Kuharap kalian bisa datang ke pesta pertunangan kami," tambah Gia tersenyum miring.

###

Janu menggertakkan gigi begitu Troy menyampaikan pesan dari Aona. Lelaki itu geram karena Andreas sudah berani mendekati isterinya. Rencana awal untuk menghindarkan Aona dari persaingannya dengan Andreas sekarang menjadi tidak mungkin. Jelas, Andreas akan memakai segala cara untuk menghancurkannya.

"Kau sudah mendapat pencerahan mengenai foto itu? Tentang siapa yang bertemu dengan Andreas secara diam-diam?" tanya Janu di balik meja kerjanya. Troy yang berdiri dihadapannya pun menggeleng.

"Tampaknya orang itu bukan berasal dari sini, Sir. Kami sedang mencoba menyelidikinya," jawab Troy.

Janu mengusap wajahnya kasar. Dia masih sangat kesal, dan pekerjaannya belum ada yang selesai. Masalah pemberontak juga masih menjadi ajang kucing-kucingan. Meski Janu sudah beberapa kali menangkap beberapa diantaranya, menginterogasi sampai membunuh, lelaki itu tetap tidak mendapat banyak informasi.

"Beritau para pelayan dan pengawal yang ada disini untuk melarang Andreas masuk, apapun alasannya. Dia mungkin sudah mengatakan yang tidak-tidak pada Aona," perintah Janu.

"Haruskah saya mencari tau tentang itu juga?" tanya Troy, menawarkan diri.

"Aona akan menanyakannya sendiri padaku. Mengenai kelompok pemberontak yang tiba-tiba menghilang, tempatkan kelompok di setiap titik rawan di perbatasan negara. Tidak ada yang boleh keluar-masuk tanpa alasan yang jelas."

"Baik!" jawab Troy tegas. "Dan mengenai petugas laboratorium?"

"Bubarkan saja. Kita sudah tidak perlu lagi. Toh, Gia juga sudah pergi, bukan?" balas Janu.

"Dokter Gia berpamitan dan menitipkan pesan lewat Nyonya Aona. Anda akan pergi ke pesta itu?"

Janu tidak menjawab, lelaki itu diam begitu pula dengan Troy. Suara ketukan sepatu sudah terdengar mendekat. Tidak lama kemudian, pintu ruang kerja Janu di ketuk.

"Masuklah," kata Janu dengan nada yang agak keras.

Kepala Aona menyembul, tersenyum pada Troy sebelum masuk ke dalam.

"Ada apa, Aona?" tanya Janu.

"Sebentar lagi makan siang akan siap. Apa kau keberatan kalau aku mengundang Vivian dan Johan untuk makan bersama?" tanyanya sambil tersenyum lebar penuh harap.

"Tidak. Ada lagi?" Aona menggeleng ringan sebelum beralih ke arah Troy.

"Kau juga wajib ikut!" ucapnya pada lelaki itu. Troy hanya tersenyum, sebelum Aona keluar ruangan lagi.

"Nyonya Aona tampak lebih ceria hari ini," komentar Troy. Janu hanya memutar bolamata.

"Troy, bisa kau jemput teman Aona yang satu lagi? Pemilik cafe yang dulu sempat kita kunjungi?" pinta Janu yang segera diangguki oleh Troy. "Lalu kembalilah ke sini dan makan siang bersama."

Troy kembali tersenyum sebelum pamit untuk melaksanakan tugas. Ada perasaan hangat di dada letnan itu mendengar undangan Janu. Ini pertama kalinya di hidup mereka, makan siang bersama tanpa dibumbui dengan tugas. Murni makan siang bersama teman.

Sepeninggal Troy, Janu juga beranjak untuk mencari Aona. Lelaki itu menuju ke arah dapur, mengerutkan kening saat melihat isterinya ikut bergabung dengan para koki. Janu sempat menahan tawa karena pelayan yang panik dengan tingkah Aona. Mereka semua takut kalau dia marah jika mereka mengijinkan Aona ikut memasak.

Kemajuan pesat dari sisi kemanusiaan. Atau, Janu bisa mengelompokkannya sebagai kemunduran. Sekarang, suasana hati Aona juga bisa mempengaruhi suasana hatinya, membuat Janu semakin was-was. Seberapa jauh perasaannya pada perempuan itu akan berjalan?

Semakin lama, pusat dunianya semakin condong ke Aona hingga Janu menjadi takut. Bagaimana kalau seseorang memanfaatkan Aona untuk menghancurkannya? Bisa dipastikan dia tidak akan bisa berkutik.

Janu harus menghentikan Andreas sebelum semua itu terjadi!

###

Siapa visual Andreas? Saya nggak tau. Coba kalian kasih tau, siapa kira-kira yang cocok? 😳😳

Marry The GeneralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang