27. Pillow Talk

3.8K 572 379
                                    

Karena ini malam jumat 👻👻

Ada yang baru nggak dari postinganku? 😁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada yang baru nggak dari postinganku? 😁

###
Malam pertama kembalinya mereka ke rumah Janu membuat Aona gembira. Kamar yang selama ini mereka tempati memiliki warna baru meskipun tidak dominan. Segala hal yang berbau perempuan menggunakan warna pink sesuai keinginan perempuan itu.

"Ada warna pink. Keinginanmu terwujud."

Janu melipat tangan dengan wajah masam sementara Aona berdiri terpukau dengan meja rias beberapa barangnya yang lain. Setidaknya, kamar mereka tidak lagi dipenuhi warna hitam-putih seperti papan catur.

"Aku suka!" komentar Aona.

"Dari semua warna yang ada didunia ini, kenapa kau harus memilih warna merah jambu?" gerutu Janu, bergerak untuk menggantung jaket panjangnya.

"Tidak tau. Mungkin anak kita perempuan," balas Aona lagi. Sekarang nada suaranya kembali semanis dulu.

"Dan kau bilang sikap seseorang bisa dibentuk sejak dalam kandungan," gumam Janu lagi.

"Memang. Apapun yang dilakukan atau dirasakan orangtua, akan tersampaikan dan terprogram oleh janin dalam kandungan. Memori mereka ini lah yang akan membentuk pribadi mereka, selain pendidikan yang diberikan setelah mereka lahir," jawab Aona tenang.

"Menarik," komentar Janu. "Jadi, apakah sifat manjamu ketika menginginkan sesuatu juga akan tertanam dalam diri anak kita?"

Aona terkesiap, menatap Janu tidak terima.

"Oh, apa aku pernah meminta hal yang aneh-aneh padamu sebelum aku hamil?" tantangnya sebal. "Aku mulai berpikir kalau kau tidak senang kita akan mempunyai anak."

Aona menarik baju bersihnya dari dalam lemari secara kasar, kemudian membanting pintu kamar mandi untuk berganti baju. Jujur saja, dia masih terluka dengan respon Janu yang tidak menunjukkan euforia mengenai kehamilannya.

Seperti yang akhir-akhir ini terjadi, kekesalan Aona berubah menjadi isak tangis. Walaupun dia sadar kalau ada yang berubah dari kebiasaannya, tetap saja Aona tidak bisa mengendalikan hal itu. Segala hal terasa seperti bukan hanya maunya sendiri dan Janu tidak mengerti hal itu.

Aona keluar setelah berganti baju, naik ke atas ranjang dan memunggungi Janu yang berbaring disampingnya masih dengan memakai baju pergi. Janu tidak mengatakan apa-apa, mereka berdua merasa sama-sama tegang.

"Bukan begitu maksudku," gumam Janu pelan. Lelaki itu menghela napas sebelum bangkit dan membersihkan diri. Begitu kembali, dia masih bisa mendengar Aona menangis lirih di bawah selimut.

"Aona, kau tau aku tidak terlalu bagus dalam hal bereaksi terhadap sesuatu," ucap Janu. Dia mencoba menyentuh isterinya, tapi Aona menolak. "Keluarga adalah salah satu cita-citaku sejak dulu."

"Tapi kau terus menyuruhku untuk menggugurkannya!" balas Aona dari dalam selimut. "Kau juga tidak mengatakan apa-apa saat tau aku hamil!" tangis perempuan itu semakin keras.

Marry The GeneralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang