16. Ghastly

3.6K 606 306
                                        

Yang request foto keluarga Janu, saya nggak punya... Imaginasikan saja sendiri, ya? Nggak ada visual tertentu, kok. Sebebasnya kalian aja.

Anyways, happy reading!

###
Aona tidak dapat bergerak dari tempatnya berdiri, menatap ngeri pada Janu yang masih berdiri diambang pintu. Entah mengapa otak Aona mendadak tidak mau bekerja hingga pada akhirnya Janu lah yang berjalan mendekat.

Ekspresi datar lelaki itu sama sekali tidak berubah melihat wajah Aona mulai memucat karena menahan napas. Satu tangan Janu terangkat, menyentuh leher Aona seolah ingin mencekiknya.

"Kau tidak mendengar pertanyaanku?" desis Janu sekali lagi. "Apakah tidak ada yang memberitaumu kalau tempat ini tidak boleh dikunjungi? Jawab pertanyaanku, Aona!"

Pikiran Aona mulai kacau. Ingin menarik napas pun sekarang rasanya takut sekali. Aona juga bingung harus menjawab bagaimana. Jika dia menjawab jujur, apakah Janu akan memaafkannya? Kalau di menjawab bohong, kemungkinan para pelayan yang ada dirumah akan lelaki itu binasakan.

Kepanikan Aona tampak begitu jelas dimata Janu. Lelaki itu menyipitkan mata, mengeratkan tangannya yang ada di leher Aona. Pelan-pelan lelaki itu menunduk untuk berbisik lirih.

"Apakah aku sangat menakutkan?" tanyanya sebelum dengan cepat beralih mencium bibir Aona. Lelaki itu tiba-tiba tertawa lirih sambil melepaskan cekikannya. "Bernapaslah, Sayang. Kau seperti akan pingsan."

Melihat Janu tersenyum dan tertawa entah bagaimana membuat seluruh sistem di tubuh Aona kembali menyala. Perempuan itu segera menarik napas panjang, mundur sedikit karena tubuhnya yang lemas. Janu membantunya sedikit dengan cara merangkul pinggangnya.

"Sekarang, kau mengerti kenapa kau tidak perlu takut pada Gia lagi, kan? Gia sama sekali tidak menakutkan," gumam Janu tenang sementara Aona masih diam mencoba mencerna semuanya.

"Kau mengusiliku, ya?" tanya Aona sebal begitu mendapatkan suaranya kembali. Janu meliriknya singkat dan berhenti tertawa. "Menyebalkan!"

Aona menghentakkan kaki lalu berjalan menuju pintu keluar. Dia merasa dipermainkan oleh Janu. Tapi belum sempat pergi jauh, pengan Aona ditarik lagi ke belakang hingga punggungnya menabrak dada bidang Janu. Lelaki itu memeluknya dari belakang.

"Aku bertanya serius. Apakah tidak ada yang memberitaumu kalau tempat ini tidak boleh dikunjungi?" Janu bertanya untuk yang ketiga kali, hanya saja kali ini suaranya lembut.

"Para pelayan selalu mengingatkanku jika aku hendak ke perpustakaan," aku Aona lirih.

"Dan kau ada disini?"

Aona bergerak salah tingkah, lagi-lagi bingung harus menjawab seperti apa.
"Apakah kau sadar kalau tadi kau terkunci? Bagaimana jika aku tidak menemukanmu? Kau bisa mati membusuk disini," tambah Janu karena Aona tidak kunjung menjawab.

"Aku tidak bisa tidur, jadi aku berpikir untuk pergi ke perpustakaan. Waktu sampai didepan pintu, ternyata ruangan ini sedang dibersihkan dan aku terlalu penasaran. Maafkan aku," gumam Aona dengan kepala tertunduk menyesal.

"Aona..." desah Janu seolah menahan sebal. "Ayo keluar. Aku tidak suka berlama-lama disini," kata lelaki itu, membawa Aona berjalan bersamanya.

"Janu, boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Aona. Janu tidak menatapnya saat memberikan ciuman di kening Aona.

"Setelah kita sampai di kamar," jawab Janu ringan.

Setelah berada di kamar, Janu meminta ijin untuk membersihkan diri lebih dulu. Saat itu lah Aona sadar kalau suaminya masih memakai pakaian bepergian yang lengkap. Aona jadi berpikir, bagaimana Janu bisa menemukannya dalam waktu cepat?

Marry The GeneralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang