Lupakan jumlah vote dan komen. Saya cuma mau buku ini cepet selesai 😳
###
Sama sekali tidak terlintas di benak Aona, kalau rumah megah Janu akan meledak begitu dia kembali. Semua pengawal yang berada disekitar Aona langsung mengerubung, bersikap siaga untuk melindunginya."Apa itu?" tanya Aona terpukau. Pandangan perempuan itu tidak bisa lepas dari atap rumah Janu yang sudah rusak.
"Bawa Nyonya pergi dari sini." Rachel memberi komando dengan nada mendesak. Kedua lengan Aona di gapai oleh dua orang pengawal tepat ketika bom kedua dijatuhkan. Sayap kiri luluh lantak. Mata Aona semakin melebar karena suara teriakan menggema dari arah itu sementara Rachel berlari ke arah reruntuhan rumah bersama beberapa orang pengawal.
"Kita harus melakukan sesuatu!" salah satu diantara pengawal Aona berbisik cemas.
"Tapi bagaimana dengan Nyonya?" yang satu lagi menyahut.
"Aku tidak apa-apa. Bantu mereka dan bawa orang-orang yang terluka ke gedung laboratorium dibelakang, oke? Aku menunggu di sana." Aona membalas tenang. Mereka semua tampak waswas karena rumah Janu mendadak menjadi medan pertempuran.
"Tapi bagaimana--?"
"Biar bagaimana pun aku adalah dokter. Kalian tidak bisa mengharapkanku meninggalkan orang yang terluka!" kecuali jika kalian adalah Janu, tambah Aona didalam hati. "Beri kabar pada Janu juga. Atau Troy jika Janu tidak menjawab."
Kedua pengawal Aona masih ragu. "Salah satu diantara kalian bisa ikut denganku, kalau itu membuat kalian lega. Kita tidak punya banyak waktu untuk memikirkan hal yang lebih baik daripada ini!" tukas Aona begitu menyadari ekspresi kedua pengawalnya. Mereka mengangguk setuju, salah satu berlari menyusul Rachel sementara yang lain mengikuti Aona menuju gedung laboratorium.
Aona berjalan memutar dengan kepala tertunduk guna menghindari hujan peluru. Pengawal yang bersamanya mengikuti dengan setia sampai mereka tiba di laboratorium.
"KENAPA KAU TIDAK MEMBAWA NYONYA PERGI DARI SINI?" Pertemuan mereka dengan Rachel lagi menambah tegang suasana. Pengawal Aona salah tingkah.
"Aku yang menyuruhnya. Kau membawa orang-orang yang selamat?" Aona melirik para playan yang berdiri dibelakang Rachel. "Seseorang harus mengambilkan aku kotal P3K."
"Saya akan melakukannya. Saya tau dimana benda itu tersimpan." Kepala pelayan unjuk tangan. Aona mengangguk padanya.
"Rachel, temani dia. Bawa sebanyak mungkin kotak obat yang kita punya ke sini, dan bawa juga teman-teman kita yang terluka," ujar Aona tenang. "Untuk kalian yang selamat, aku butuh bantuan kalian."
Wajah Rachel tampak tidak senang, tapi toh dia pergi bersama kepala pelayan untuk mengambil kotak obat. Aona meminta tolong pada beberapa orang yang sedang bersamanya untuk menyiapkan ruangan. Ledakan tadi cukup besar--setidaknya untuk Aona, dan dia tidak yakin berapa orang yang harus dia obati.
###
"APA?" Janu membentak marah pada seseorang yang meneleponnya dan memberi kabar mengenai keadaan rumah. Untung saja acara pengangkatan panglima angkatan udara yang baru sudah selesai. Troy bersikap waspada di sampingnya. "Dimana Aona?" tanya lelaki itu geram.
"Maaf, sir, tapi nyonya tidak mau pergi. Dia dibantu oleh beberapa pelayan sedang mengobati orang-orang yang terluka." Orang di seberang sana menjawab dengan modal nekat.
"BODOH!" umpat Janu seketika. Lelaki itu segera memutus sambungan telepon untuk bergegas pulang. Serangan kali ini benar-benar tidak pernah dia bayangkan. Dan Janu tidak pernah suka rumahnya di usik. Andreas tau benar tentang hal itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Marry The General
FanfictionAdalah sebuah ketidaksengajaan ketika suatu hari Euna Aona bertubrukan dengan seorang lelaki yang memakai seragam militer. Kopi yang ia beli tidak tumpah, hanya dompetnya yang jatuh ke lantai. "Saya minta maaf." Sosok berseragam militer itu berucap...