15. Left Wing

3.6K 601 208
                                    

Aona sudah membaca sebagian besar buku di perpustakaan pribadi Janu selama beberapa hari terakhir. Perempuan itu mulai bosan, tapi tidak tau lagi apa yang harus dia perbuat.

Aona memandang ke luar jendela. Salju mulai turun lagi, dan tak ada berita mengenai keadaan Janu. Tidak adakah cara untuk lelaki itu memberi kabar padanya? Aona hanya bisa menghela napas.

Laboratorium riset yang ada di bagian belakang rumah pun mulai berhenti beroperasi--hanya beberapa yang tinggal untuk meneruskan riset mengenai mikroba penyebab pademi beberapa saat lalu. Vivian dan Johan adalah orang-orang yang bertahan, tapi Gia pun masih ada untuk ikut mengawasi.

Haruskah dia bertamu ke sana secara sembunyi-sembunyi? Ketukan di pintu perpustakaan mengagetkan perempuan itu.

"Ya?" sahut Aona berseru.

"Makan siang anda sudah siap, Nyonya." Seorang pelayan membalas dari balik pintu. Entah siapa yang memberi tau, tapi tampaknya semua pelayan Janu sudah tau kalau Aona adalah isteri lelaki itu. Bukti bahwa panggilannya berubah bukan salah satunya.

"Masuklah," suruh Aona singkat. Perempuan itu meletakkan buku bacaan, menegakkan tubuh saat seorang pelayan membawakan makan siangnya. "Apakah dokter Gia sedang di laboratorium?"

"Saya melihat beliau keluar sejak tadi pagi, Nyonya." Pelayan itu menjawab sopan.

"Ada kabar mengenai Janu?" tanya Aona lagi. Pelayan dihadapannya menggeleng sambil tersenyum sedikit. Aona menghela napas lelah. "Baiklah. Terimakasih."

Pelayan yang mengantar makanan balas bergumam sebelum pamit keluar. Kabar mengenai Gia yang keluar rumah sungguh melegakan bagi Aona. Mungkin, Aona bisa ke laboratorium sekarang--sekadar menyapa Vivian dan Johan setidaknya.

Chicken mushroom soup Aona sudah tandas saat dia meraih coat pink panjang. Dengan langkah panjang, perempuan itu menuju ke laboratorium di bagian belakang rumah. Sesekali dia menggigil karena udara dingin yang berhembus.

Tahu kalau sekarang adalah jam makan siang, Aona berlari kecil supaya bisa menyusul teman-temannya. Dari kejauhan, perempuan itu bisa melihat Vivian berjalan seorang diri menuju kantin.

"Vivian!" seru Aona begitu jarak mereka sudah cukup dekat. Orang yang di panggil namanya pun menoleh terkejut.

"Dokter Aona?" balas Vivian tidak percaya. Aona tersenyum lebar padanya.

"Apakah kau ingin makan siang?" tanya Aona ceria. Dia senang akhirnya ada yang bisa diajak mengobrol.

"Iya. Bagaimana anda bisa ada disini?" sahut Vivian heran. "Anda sudah sembuh?"

"Ya. Dan Janu yang membawaku kemari," jawab Aona sekali lagi. "Ayo ke kantin!"

Mereka berjalan bersisian sambil mengobrol ringan. Setelah berbasa-basi menanyakan kabar, Aona menggali informasi tentang riset yang telah ditinggalkannya.

"Kami sekarang hanya mengembangkan obat yang sudah ada. Kami tidak ingin virus kemarin berevolusi menjadi lebih ganas," gumam Vivian dengan nada lelah.

"Ya. Itu memang mengerikan jika terjadi," balas Aona. "Tapi kalian baik-baik saja, kan? Tidak ada masalah selama aku pergi?"

"Dokter Gia sangat menyebalkan," keluh Vivian pada akhirnya. "Dia membuat kami mengerjakan segalanya, sementara dia hanya menerima hasil. Dia tidak seperti anda. Saat bekerja berdua, dia tetap tidak mengulurkan tangan untuk membantu."

"Astaga," gumam Aona. "Kau pasti kelelahan."

Vivian mengangguk dan memasang wajah memelas pada Aona.
"Tidak bisakah jenderal Janu memasukkan anda ke laboratorium lagi?" tanya perempuan itu memohon. Aona hanya balas dengan meringis.

Marry The GeneralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang