13. Home

3.7K 621 386
                                    

Ayo di gaskeun lagi 😳😳
Kalo komen dan vote banyak, nanti aku posting part selanjutnya hehee..

Lav yu 💞💜💙

###
Aona melepaskan tautan bibir mereka dengan napas terengah-engah. Janu yang kembali merebahkan kepalanya di atas bantal Aona. Lelaki itu memang memutuskan untuk menginap di sana setelah Aona menolak untuk kembali ke rumahnya.

"Sekarang, ceritakan padaku. Kenapa kau pergi dari rumah?" tanya Janu tenang.

Aona tampak ragu. Niat awal untuk mengadu rasanya ingin dia batalkan saja. Aona hanya tidak yakin ingin mengatakan hal-hal buruk yang dia alami pada Janu, karena Gia memiliki alasan kuat untuk marah padanya.

"Tidak." Perempuan itu menggeleng pelan meski bibirnya tertarik turun. "Aku hanya merasa, tidak ada yang perlu aku lakukan lagi disana," katanya melanjutkan.

"Bagaimana dengan sikap Gia padamu?" Janu kembali bertanya dengan mata yang menyelidik.

"Baik. Dia sangat profesional dan juga handal--"

"--dia berkata kasar dan membuatmu terluka?" potong Janu, membuat bibir Aona terkatup. Perempuan itu menipiskan bibir, tidak ingin bicara. "Dia membuatmu tidur di barak selama aku pergi, kan? Vivian mengatakan segalanya padaku."

Vivian! Batin Aona mengerang.

"Tidak sepantasnya kau pergi hanya karena dia suruh, Aona. Kau yang lebih berkuasa disana. Kau lah yang lebih berhak untuk mengusirnya dari rumah," ucap Janu tenang.

Aona segera menggelengkan kepalanya, membantah ucapan lelaki itu. "Itu tidak benar. Kurasa, dokter Gia memang berhak untuk itu. Entah mengapa, performa kerjaku menurun drastis. Aku memang pantas di marahi," gumam Aona lirih.

"Dan kenapa dengan hasil kerjamu? Kau kesulitan?" balas Janu.

"Sepertinya aku kelelahan. Alergi yang aku alami setelahnya menjadi semakin parah karena flu," jawab Aona jujur.

"Kau pergi ke dokter, kan?" tebak Janu, membuat Aona sedikit terkekeh.

"Tidak. Aku merawat diriku sendiri," katanya.

"Aona!" tegur Janu tidak senang. "Meskipun kau dokter, kau juga harus tetap berobat jika sakit. Kalau ternyata lebih parah dari sekadar alergi dan flu, bagaimana?"

"Tapi aku baik-baik saja!" tukas Aona menggerutu. Janu langsung melotot geram.

"Kau akan ikut pulang denganku besok pagi. Aku tidak mau tau," ucap Janu kemudian.

"Tapi--" aku takut bertemu dengan dokter Gia, lanjut Aona dalam hati. Perempuan itu tidak berani bersuara, justru menundukkan kepala.

"Tidak perlu bekerja di laboratorium lagi. Tinggalah denganku mulai sekarang," ucap Janu dengan nada yang sama.

"Apakah tidak apa-apa? Maksudku, kalau dokter Gia melihatku disana?" cicit Aona gelisah.

"Ada hak apa dia sampai berani melarangmu tinggal disana?" sahut Janu tajam. "Dia tidak akan mengganggumu lagi!"

"Kenapa kau marah sekali?"

"Aona," Janu berdecak. "Aku masih tidak paham. Kenapa kau langsung kembali ke sini setelah Gia memecatmu? Dalam kondisi sakit pula! Harusnya kau kembali ke rumah, minta seorang pelayan untuk memanggilkan dokter dan merawatmu!"

"Tapi, rumahku disini," balas Aona bingung.

"Rumahku adalah rumahmu. Semua yang aku miliki adalah milikmu juga. Jika kau sakit dan tidak ada yang merawat, lalu aku harus merasa seperti apa?" sahut Janu gemas.

Marry The GeneralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang