Tidak masuk akal!
Aona geram dalam diam. Perintah bernada membentak dari Janu membuatnya tersinggung. Meski perempuan itu tidak berani membantah juga.
Sekarang, di batasi tembok-tembok kamar yang berwarna merah dan luas, Aona tidak tau harus melakukan apa. Dia bingung, kenapa mendadak dia dikurung disana?
Dalam kesunyian kamar tamu, ponsel Aona tiba-tiba berbunyi. Ada telepon masuk yang berasal dari Treya.
"Halo, Treya? Ada apa?" tanya Aona begitu menerima sambungan tersebut.
"Apa kau baik-baik saja? Kau sudah dengar beritanya? Kenapa semua penduduk tidak boleh keluar rumah? Apa yang terjadi?" Treya menjawab pertanyaan Aona dengan pertanyaan juga.
"Apa kau bilang? Sebentar, aku akan menyalakan tv lebih dulu--"
"--kurasa pemberitahuan itu sudah tidak ada. Atau kau bisa mengecek lewat siaran radio. Semua kegiatan di negeri ini mendadak di hentikan!" Treya memotong ucapan Aona cepat dan membuat perempuan itu semakin kebingungan.
"Kau bilang, semua kegiatan di negeri ini di hentikan secara mendadak? Oleh siapa?" tana Aona hati-hati.
"Oleh pihak militer, atas perintah seseorang bernama Janu. Apakah lelaki itu yang kau tanyakan padaku tadi?" balas Treya.
"Ya," sahut Aona pendek. Benaknya menyadari kalau tidak hanya dia yang di kurung didalam ruangan secara tiba-tiba.
"Kau ada dimana sekarang? Kemana lelaki tadi membawamu?" Treya bertanya lagi.
"Ke rumah Janu."
"Kau terdengar tidak senang?"
"Treya, aku akan kembali menghubungimu nanti. Untuk sekarang, turuti saja apa yang mereka katakan." Aona ingin mencari tau apa yang sedang terjadi. Dugaannya, hal ini berkaitan dengan wabah penyakit yang sedang menjangkit masyarakat.
"Oke, baiklah. Kau juga harus menjaga dirimu!"
Begitu sambungan telepon dengan Treya terputus, Aona segera keluar dari kamar. Dia berniat menemui Janu dan meminta penjelasan. Tapi, baru saja dia keluar pintu, perempuan itu kaget melihat empat orang prajurit bermasker yang berjaga di depan kamarnya.
"Apa yang kalian lakukan disini?" tanya Aona.
"Kami ditugaskan untuk menjaga anda. Dan maaf, anda tidak boleh keluar ruangan," jawab salah satu dari keempat penjaga tersebut.
"Tapi aku harus bertemu jenderal Janu dan meminta penjelasan! Apa yang sudah terjadi? Kenapa kalian memakai masker?" balas Aona berturut-turut.
"Maaf. Anda harus masuk lagi."
Aona didorong paksa masuk ke kamar, kemudian di kunci begitu saja dari luar. Tentu saja dia tidak terima. Hanya saja, alih-alih menggedor pintu secara brutal, Aona memilih mengetuknya sopan.
"Katakan alasannya! Apa yang sudah terjadi?" Aona bertanya, agak berseru.
"Jenderal akan menjelaskannya sendiri pada anda, Nona. Untuk sekarang, tolong turuti perintah untuk tetap di dalam ruangan. Ini semua untuk keselamatan anda." Pengawal yang tadi menjawabnya sekarang kembali menyahut.
Jika boleh jujur, Aona benar-benar penasaran. Tapi, karena tidak bisa mengorek informasi dari pengawal di depan, perempuan itu akhirnya mencoba menyalakan tv. Tentu saja tidak ada siaran yang tertangkap, karena segala aktifitas sudah dimatikan.
Oke. Yang bisa Aona harapkan hanya penjelasan dari Janu. Semoga dia tidak perlu menunggu lama.
Mencoba mengalihkan perhatian, Aona memandangi seluruh ruangan di kamarnya. Selain cat tembok yang berwarna merah, ada juga ranjang berkelambu yang cukup mewah berwarna cream. Lalu, lemari pakaian yang besar, kamar mandi berjacuzzi serta jendela yang telah dipaku hingga tidak bisa dibuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry The General
Fiksi PenggemarAdalah sebuah ketidaksengajaan ketika suatu hari Euna Aona bertubrukan dengan seorang lelaki yang memakai seragam militer. Kopi yang ia beli tidak tumpah, hanya dompetnya yang jatuh ke lantai. "Saya minta maaf." Sosok berseragam militer itu berucap...