8. Kisses

4.6K 645 252
                                    

CIEEEEEEEE.... YANG SEKARANG RAJIN KOMENN... 😝😝😝😝

###
Aona membuka matanya saat matahari mulai tenggelam. Debaran jantung dari dada bidang yang saat ini dia jadikan bantal terdengar lebih tenang daripada sebelumnya. Ya. Aona terpaksa menemani Janu tidur di kamar lelaki itu setelah dia mengaku tidak tidur selama beberapa hari belakangan.

Bagaimana bisa Aona tega membantah kalau mata lelah lelaki itu sudah berteriak minta istirahat? Dan sekarang, dia justru ikut tertidur selama beberapa jam.

Aona bergerak, mengusap matanya lalu beranjak bangkit. Dia harus kembali ke laboratorium dan mencari tau perkembangan terbaru. Aona merasa sungguh tidak bertanggung jawab karena meninggalkan pekerjaan hanya untuk menemani tunangannya tidur.

Aona mengamati sekitarnya, kamar Janu sangat besar--Aona tidak yakin diman letak kamar mandi karena terlalu banyak pintu. Apakah lebih baik dia kembali ke kamarnya sendiri dan membersihkan diri sebelum ke laboratorium? Setidaknya Aona tau pintu keluar dari kamar Janu.

Baru saja beranjak untuk pergi, tangan Aona tiba-tiba di gapai dan ditarik hingga dia terjatuh lagi ke atas kasur. Janu, dengan wajah datarnya menatap tidak setuju dengan langkah yang diambil Aona.

"Kau mau kemana?" tanya lelaki itu.

"Ke kamar. Aku harus kembali ke laboratorium dan memeriksa keadaan disana." Aona menjawab dengan ekspresi bingung. Kenapa wajah Janu terlihat kesal?

"Troy akan melakukannya untukmu," sahut Janu tenang. "Aku masih mengantuk. Kembalilah kemari."

"Kau bisa tidur sendiri," dengus Aona sambil menatap lelaki itu sebal. Dia masih tidak percaya kalau Janu bersikap kekanak-kanakan padanya. Aona mencoba bangkit lagi, tapi Janu kembali menariknya ke kasur.

"Janu!" seru Aona dengan mata melotot. Dengan cuek, Janu justru memeluk tubuh Aona erat.

"Ini pertama kalinya aku tidur lebih dari tiga jam," gumam Janu dari atas kepala Aona. "Bukankah kau orang yang bertanggung jawab dan berdedikasi? Ini tugasmu sebagai tunanganku."

"Aturan darimana?" tukas Aona. "Aku baru menjadi tunanganmu, belum jadi isterimu. Jangan mengarang atau membuat aturan sendiri!"

Janu mengulas senyum yang tidak bisa Aona lihat. "Turunkan sedikit nada suaramu. Cempreng," katanya. Aona terkesiap tidak percaya, lalu mendengus kesal dan tidak bicara lagi.

Menggerutui Janu dalam hati, Aona tidak bergerak dari posisinya. Perempuan itu bersikap merajuk, tapi Janu tidak ambil pusing dan kembali menutup mata.

"Kita akan melakukannya setelah wabah ini berhasil diatasi." Aona mengerutkan kening begitu Janu bersuara lagi.

"Melakukan apa?" tanyanya bodoh.

"Menikah," jawab Janu pendek. "Aku akan menikahimu setelah obat itu ditemukan."

Aona merona, bergerak salah tingkah di pelukan Janu. Astaga! Apa yang harus Aona lakukan pada Janu? Dia harus membalas bagaimana ucapan lelaki itu?

Kemudian Aona teringat sesuatu yang harus dia tanyakan pada tunangannya tersebut.

"Janu, apakah pekerja di laboratorium tinggal disini? Disebuah barak?" tanya Aona ingin tau. Butuh beberapa saat sebelum Janu mengiyakan pertanyaan itu. "Dimana? Kenapa aku tidak pernah tau?"

"Kenapa kau harus tau?" Janu balas bertanya.

"Vivian bertanya padaku, aku tinggal dimana karena dia tidak pernah melihatku di barak. Kupikir hanya aku yang ditawan disini?" sahut Aona.

"Ditawan?" Janu mendengus. "Para petugas yang ada didalam wilayahku, semua dalam keadaan sehat--bebas dari virus itu. Akomodasi yang aku siapkan hanya upaya pencegahan supaya virus itu tidak menyebar disini."

Marry The GeneralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang