Dearest Princess

3.6K 472 182
                                    

Perlu kalian ketahui, menjadi anak seorang Jenderal yang juga merupakan pemimpin sebuah negara tidaklah menyenangkan. Odette Euna Jacob telah merasakannya. Orang-orang di sekitar selalu menunduk segan, tidak ada teman bertengkar dan kualitas family time yang sangat sedikit.

“Mama akan menjemputmu sepulang sekolah nanti.” Suara Janu Jacobs membuat ekspresi Odette yang duduk di sampingnya semakin tertekuk. Mamanya juga hanya sedikit lebih baik dari sang papa. Euna Aona terkenal sebagai dokter, yang meskipun sudah tidak aktif lagi tapi banyak membantu peningkatan kesehatan masyarakat. “Odette, kau dengar apa yang papa bicarakan?” pria itu mulai menggunakan nada bicara yang menyeramkan.

“Iya.” Akhirnya Odette menjawab setengah hati. Sopir telah menghentikan mobil tepat di depan pintu masuk sekolah, kemudian membukakan pintu.

“Jangan lupakan bonekamu! Papa tidak suka kau merengek seperti waktu lalu!”

Odette membuang napas jengkel sebelum masuk kembali ke dalam mobil hanya untuk mengambil boneka beruangnya. Janu yang melihat wajah kusut anaknya justru memasang wajah ketus. “Kalau kau tetap memasang wajah itu, papa akan meminta Troy menjagamu selama di sekolah,” ancamnya.

“Papa!” protes Odette seketika. “Aku bukan anak kecil lagi!”

Janu tersenyum miring mendengar ucapan anaknya. “Masuklah!”

Odette buru-buru melenggang pergi sebelum Janu benar-benar melaksanakan niatnya. Sungguh, Odette pernah merasakan betapa tidak nyamannya dijaga oleh bawahan papanya. Mungkin akan lebih baik jika itu paman Asoka, tapi sekarang pria itu sedang melakukan pelayaran di laut. Jika Troy yang menjaga, maka dia akan merasa menjadi anak umur tiga tahun lagi!

Dalam perjalanan menuju ruang kelas, Odette selalu sendiri. Banyak orangtua yang mewanti-wanti anak mereka untuk bersikap patuh padanya. Hal itu tentu tidak menyenangkan bagi Odette. Dia tidak pernah dibiarkan kalah dalam sebuah permainan, atau tidak pernah mendapatkan teguran kecuali dari kedua orangtuanya.

“Selamat pagi anak-anak!” guru yang mengajar muncul bersama seorang murid baru. Anak lelaki itu tampak biasa saja, kecuali rambut lebatnya yang dibiarkan memanjang hingga sebahu. Anak itu juga tampak grogi ditempatnya berdiri. “Hari ini kita mendapatkan seorang teman baru. Bisa kau perkenalkan dirimu?” Ibu guru menepuk lembut pundak si anak baru.

“Mm, nama saya Arnold.” Hanya itu. Si anak baru langsung diam lagi setelah menyebutkan namanya.

“Darimana asalmu, Anak Manis?” ibu guru bertanya lagi sementara siswa yang lain diam memperhatikan.

“Utara,” katanya lirih.

“Apa pekerjaan orangtuamu?” seorang murid bertanya, membuat Arnold mengerut takut.

“Apakah kau anak orang kaya?” tanya yang lain.

“Kau punya kakak, tidak?”

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu semakin deras mengalir. Odette yang merasa kasihan pun menyela teman-temannya.

“Bu guru, sepertinya dia tidak suka banyak bicara,” ucap Odette. Semua orang di kelas langsung menutup mulut mereka. Ibu guru juga tampak terkejut.

“O-oh! Baiklah. Kau bisa memilih tempat dudukmu, Arnold.”

Anak baru itu berjalan menuju salah satu meja kosong yang ada di bagian belakang dengan kepala tertunduk. Kakinya juga di seret seolah tidak punya semangat dalam menjalani hidup. Tanpa sadar Odette memperhatikannya sampai anak itu membuka tas.

“Sekarang kita akan memulai pelajaran hari ini. Apakah kalian sudah mengerjakan tugas yang ibu berikan kemarin?”

###

Marry The GeneralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang