31. Takdir Allah

2.1K 149 6
                                    

Keesokan harinya, lubna bersiap siap untuk ke rumah sakit. Ia telah menguatkan hatinya sedari tadi malam bahwa arkhan hanya emosi karena kehilangan anaknya untuk itu ia meluapkan emosi nya pada lubna.

Lubna juga berpikir bahwa arkhan tidak akan seperti itu jika sudah mengetahui bahwa lubna juga saat ini sedang hamil,  namun ia tidak akan gegabah memberitahukan arkhan saat itu juga selain karena kabar duka yang dihadapi mereka lubna juga menghormati syifa. Ia tidak ingin berbahagia diatas penderitaan syifa yang kehilangan anaknya.

Sungguh demi Allah lubna tidak ada sekalipun niat untuk mencelakakan syifa. Semua yang dituduhkan arkhan padanya sungguh tidak pernah ia pikirkan. Ia bahkan sangat senang mendengar kabar hamilnya syifa karena dengan begitu saat ia memberitahukan arkhan mengenai kehamilannya, syifa pun juga merasakan kebahagiaan.

Namun yang tidak disangka oleh lubna, ternyata syifa merasa terancam akan anak lubna bahkan berniat agar arkhan tidak pernah tahu akan kehamilan lubna.

Dan itu membuat hati lubna merasa teriris ketika wanita yang sudah dianggap sedari dulu sebagai saudara menyimpan perasaan tidak suka kepada lubna.

Tapi dalam hati lubna ia memaafkan syifa, mungkin karena peristiwa masa lalu yang membuatnya seperti ini. Yah ia harus memakluminya.

"lubna.. " panggil uminya arkhan. Abi dan umi arkhan memang menginap di rumah mereka untuk menemani lubna. Karena arkhan sendiri sejak tadi malam belum pulang ke rumah.

"iya umi.."

"kamu lagi ngapain nak? "

Lubna tersenyum dan kembali menyusun bekal makanan nya "lubna mau bawain bekal buat mas arkhan, kayaknya mas arkhan dari tadi malam gak makan. "

Umi menatap sendu menantunya, sungguh menantunya ini berhati malaikat padahal tadi malam arkhan memarahi bahkan membentak lubna. Namun apa balasannya,  lubna malah mengkhawatirkan suaminya yang mungkin tidak mendapat asupan makanan.

"kamu tidak usah ke rumah sakit yah nak"

"kenapa umi? Lubna ingin menemui mas arkhan sama kak syifa. "

"umi hanya takut kamu mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan dari suamimu. " ujar uminya arkhan menatap lubna dengan mata yang berkaca kaca.

Lubna kemudian memegang tangan sang mertua "astagfirullah umi, mas arkhan itu anak umi loh gak baik buat su'udzon. Bukannya lubna mau mengajar tapi mas arkhan juga suami lubna, lubna yakin tadi malam mas arkhan cuman emosi jadi ngelakuin hal itu. Lubna yakin saat ini semua sudah baik baik saja. "

"maafkan umi yah atas kelakuan anak umi"

"untuk apa minta maaf umi, lubna gak papa kok" ucap lubna lagi yang membuat uminya arkhan terharu lalu memeluk lubna.

"untuk kedepannya jika kamu tidak kuat, kamu berhak memilih jalanmu lubna, umi mendukungnya. " dan kata kata itu tanpa sepengetahuan uminya arkhan membuat lubna meneteskan air mata dibalik punggung itu. Ia mengeratkan pelukannya kepada sang umi.

***

Saat ini lubna sudah tiba di rumah sakit tempat syifa di rawat. Ia diberitahukan oleh umi tadi bahwa syifa sudah sadar namun ia belum diperbolehkan keluar karena suatu alasan.

Dihembuskannya nafasnya kuat kuat tanda bahwa ia tegar menghadapi kemungkinan yang terjadi kedepannya.

Sampailah ia di depan pintu ruangan syifa, secara pelan pelan ia mendorong pintu itu dan nampaklah syifa arkhan beserta abinya syifa.

"assalamualaikum " ucap lubna. Yang membuat ketiga orang dihadapnnya menolehkan kepalanya ke arah lubna.

"waalaikumsalam " jawab mereka. Walau begitu sangat jelas terlihat bahwa arkhan langsung mengalihkan pandangannya selepas itu.

Menanti Takdir (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang