3. kebenaran yang menyakitkan

2.7K 195 7
                                    

"sungguh hati ini tidak lah sekuat Maryam Ya Allah"

Lubna Humairah Al-kathiri

***

Di ruang tengah, ustad hasan, arkhan dan kaffah sedang duduk sambil bercerita sedikit tentang kehidupan pondok.

Arkhan dan kaffah memang saling mengenal karena mereka sama sama pernah belajar di pondok ini. Walaupun begitu, lubna tidak pernah mengetahui nya.

"bagaimana arkhan, selain niat mu mengisi acara disini kamu ingin menemui calon istri mu kan? " ucap kaffah menggoda arkhan.

"kamu tuh yah kaffah, arkhan niat baik datang kesini kamu malah menggodanya" ujar ustad menggelengkan kepalanya melihat kelakuan kaffah yang sudah dianggap anaknya ini.

"iya ustad, mungkin dia sirik kali sama arkhan. Secara kaffah belum ada calon" goda kembali arkhan.

Memang seperti inilah keduanya jika dipertemukan pasti akan selalu menggoda.

"kalian ini berdua, tidak ada tenangnya jika bertemu, selalunya saja ribut."

"maaf ustad" ucap keduanya serempak lalu tertawa bersama.

"oiya, aku mendengar kau membawa adikmu kemari? " tanya arkhan sambil menyesap kopinya.

"iya, dia bersama syifa sekarang" jawab kaffah.

"baguslah, supaya adikmu bisa menjadi teman ngobrol syifa" jawab arkhan tenang. "jadi bagaimana keadaan syifa sekarang ustad?" tanya arkhan.

"tidak ada yang berubah, dia terlalu kuat untuk menahannya. " Ucap ustad sendu.

Arkhan dan kaffah juga sama sama sedih mendengar itu, hampir setahun dan itu belum juga membaik.
Walaupun mereka melihat syifa yang selalu tersenyum namun kenyataan nya perempuan itu menahan sakit yang luar biasa.

"arkhan akan mempercepatnya ustad, nanti arkhan akan ajak umi sama abi kesini. " jawab arkhan yakin.

"terima kasih, dan maafkan ustad, arkhan"

"tidak ada yang perlu meminta maaf, ini dari hati arkhan sendiri dan arkhan akan siap menghadapinya."

"aku berdoa untukmu arkhan" ucap kaffah menepuk bahu sahabatnya itu.

***

Syifa duduk disamping Lubna selepas mendengarkan para santri mengaji.

Dilihatnya lubna yang seperti memikirkan sesuatu. "apa yang kamu pikirkan lubna? " mendengar pertanyaan syifa membuat lubna terkejut yang membuatnya sadar dari lamunannya.

"ti..tidak ada kak, aku hanya mengulang hapalanku dalam hati. " ucap lubna tersenyum.

"kalau boleh tahu sampai mana hapalanmu? " tanya syifa yang membuat lubna menundukkan pandangannya, ini adalah pertanyaan yang kurang disukai lubna mengingat hapalannya yang masih sangat sedikit.

"lubna malu kak, hapalan lubna masih sedikit" ucapnya

Syifa melihat itu hanya tersenyum, sebenarnya syifa sudah tahu sampai mana hapalan lubna tapi syifa sengaja menanyakannya, ingin melihat ekspresi malu lubna yang dibilang oleh kaffah.

"maafkan aku lubna, aku tidak bermaksud begitu. Lebih baik kita masuk, sebentar lagi masuk shalat magrib kemudian makan malam. " lalu mengajak lubna masuk kedalam.

Setelah menunaikan shalat magrib, para santri siap untuk makan malam. Berbekal makanan seadanya terlihat raut bahagia bagi para santri.

Sama seperti pesantren pada umumnya, pesantren ini memisahkan antara putra dan putri namun tetap dalam lingkungan yang sama hanya saja dibatasi sebuah dinding besar diantaranya.

Menanti Takdir (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang