4. ada apa?

2.2K 166 3
                                    

Pagi yang sejuk di pondok, melihat para santri yang bergotong royong membersihkan halaman pondok membuat hati tentram melihatnya.

"assalamualaikum kak" ucap lubna menyapa syifa yang sedang menyapu teras pondok.

"waalaikumsalam, bagaimana di dalam sudah bersih?" tanya syifa.

Lubna memang diamanatkan untuk memantau kebersihan dalam pondok, sedangkan syifa di luar pondok.

"sudah kak, emm Kak syifa punya handphone?" tanya lubna ragu-ragu.

"iya punya, kenapa? Ada seseorang yang ingin kamu telpon?" tanya syifa.

"iya kak, aku mau nelpon sahabat aku di kampung. Soalnya aku nggak ngabarin mereka kalau aku berangkat ke aceh." jawab lubna

Hari sesudah lubna wisuda, lubna memang langsung berangkat ke Aceh. Dia lupa memberitahukan kedua sahabatnya karena saking senangnya ia saat wisuda.

Namun pada hari keberangkatannya, lubna ingin menghubungi mereka namun dia lupa kalau ternyata hp nya rusak akibat tercelup ke dalam air.

"yasudah hp kakak ada di lemari. Kamu ambil saja, nanti kalau selesai langsung simpan ke tempatnya."

"makasih yah kak" ucapnya lalu masuk kedalam.

Bertepatan masuknya lubna, sapu yang dipegang syifa terjatuh. Syifa memegang dadanya yang tiba-tiba sakit kembali

"astagfirullah" ucap syifa mengeluarkan air matanya. "jangan sekarang... Ku mohon ya Allah"

***

Didapatnya hp syifa didalam lemari, membuat lubna tersenyum. Namun disaat ia mengambilnya, sebuah map jatuh tepat di bawah kaki lubna.

Awalnya lubna ingin menyimpan kembali map itu, namun rasa penasarannya yang tinggi menyebabkan ia membuka map tersebut.

Dan

Tess..

Air mata lubna terjatuh begitu saja. Sekelebat bayangan tadi malam seolah seperti kaset rusak dalam pikiran lubna saat ini.

Map tersebut berisi cv ta'aruf seorang arkhan malik ghossan.

Yah, seharusnya lubna tidak harus merasa kaget lagi karena ia sudah mengetahuinya. Tapi entah kenapa setiap lubna mengingat seseorang yang selama ini ia harapkan ternyata akan menikah dengan wanita yang sangat baik kepada Lubna, ia selalu merasakan sakit di dadanya.

Terlebih melihat cv ta'aruf yang dipegangnya ini bukan untuknya.

"kuatkanlah hamba ya allah" batin lubna memohon.

Ia simpan kembali map itu pada tempatnya, lalu ia menghapus jejak air mata yang membasahi wajahnya seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Jikalau ada nominasi wanita jago akting, mungkin lubna akan memenangkannya.

"halo assalamualaikum" ucap lubna ketika tersambung dengan sahabatnya disana.

"waalaikumsalam, maaf ini siapa yah?" tanyanya disebrang.

" aku lubna wil"

"lubna? Kamu lubna humairah al-kathiri? Sahabat aku? Astagfirullah lubna, kamu jadi sahabat ini memang jahat yah. Kamu pergi gak bilang-bilang, hp kamu juga gak aktif di telpon dan kamu baru telpon sekarang? Terus pake hp orang lain lagi, atau jangan-jangan kamu ganti nomor yah?" cerocos wilda panjang kali lebar. Hal ini membuat lubna sedikit terhibur dengan kelakuan sahabatnya.

"maafkan aku wilda, aku lupa memberitahukan kalian,hp ku pada saat itu rusak dan aku tidak sempat meminjam hp. Jadi kumohon maafkan aku. Dan lagi, ini nomor kakak yang membimbingku. Aku belum membeli hp karena disini juga tidak boleh untuk menggunakannya, hanya saja aku harus mengabarkan kalian." jawab lubna menyesal.

" yah memang kamu harus, jika tidak mungkin aku sudah mencoret namamu dari daftar sahabatku." ucap wilda .

"makasih yah, yasudah aku tidak boleh berlama lama memakai hp, tolong sampaikan salamaku terhadap ummul dia mungkin juga akan memarahi ku. Kalau begitu assalamualaikum"

"waalaikumsalam, padahal aku masih ingin berbicara banyak." jawab wilda dan menutup telponnya, lubna mendengarnya hanya tersenyum sebenarnya ia juga ingin berlama-lama dengan sahabatnya tapi mengingat sekarang ia di pondok, sangat tidak sopan jika dia terus-terusan menelpon.

***

Setelah selesai menelpon, lubna keluar untuk menemui syifa, ia ingin menghadapkan hapalannya yang baru saja ia hapal tadi malam.

Walaupun lubna, terlihat baik-baik saja namun sebenarnya ada rasa tidak enak jika ia bertemu dengan syifa.

Memang bukan salah syifa, namun hatinya enggan menerima itu. Walau begitu ia harus tetap kuat karena disini, mungkin perasaannya yang salah.

"kak syifa, lubna ingin menghadapkan ha-" jeda lubna melihat syifa yang melamun dengan pandangan lurus kedepan.

Seakan-akan matanya kosong menatap lurus. Lubna kemudian menyadarkannya, dan betul daritadi syifa melamun.

Sebuah senyum didapatkan lubna dari syifa, senyum yang terkesan dipaksakan. Membuat lubna bertanya-tanya ada apa dengan syifa.

"kak syifa kenapa?"

"ah ka..kakak tidak apa-apa" ucap syifa lalu segera mengambil segelas kopi dihadapnnya dengan terburu-buru. Alhasil cangkir itu terjatuh akibat pegangan syifa yang tidak kuat.

"astagfirullah, kakak tidak apa-apa?" tanya lubna melihat syifa yang terlihat biasa saja, walau kopi panas membasahi tangannya.
Ia kemudian meraih tangan syifa lalu melap tumpahan kopi itu.

Syifa tetap pada keadaanya, tanpa merasa apapun seakan-akan tidak ada yang terpikirkan di benaknya.

"kak tangan kakak melepuh" cemas lubna.

Syifa yang seolah tersadar kemudian sekuatnya menarik tangannya dari lubna.

"tidak apa-apa, biar kakak saja. Ohiya kamu tadi mau apa?" tanya syifa seakan-akan tumpahan kopi tadi tidak membuatnya kesakitan.

"ahh.. Tidak ada kak."

"kalau begitu kakak masuk dulu yah, mau mandi" ucapnya lalu masuk kedalam pondok meninggalkan lubna yang masih bergelut dengan pikirannya.

"ada apa dengan kak syifa?"

************************************

Maaf yah ceritanya pendek, soalnya waktu bikin aku kira sudah sampai target ternyata nggk. Maaf yah

Enjoy with my story

Menanti Takdir (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang