23. sesuatu yang buruk

2.1K 139 4
                                    

"Dan, aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha melihat akan hamb-hamba-Nya. Maka, Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka."

(Q.S Al-Mu'Min:44-45)

***

"kamu sedang masak apa lubna?" tanya syifa setibanya ia didapur.
Lubna yanga asik dengan masakannya yang sesekali bersenandung surah al-mulk langsung terkaget dengan suara syifa.

"astagfirullah" ucap lubna sambil memegang dadanya.

"maafkan kakak mengagetkan mu lubna, kakak tidak bermaksud." ucap syifa.

"tidak apa apa kak, mungkin lubna terlalu fokus sampai tidak menyadari kehadiranmu kak" ucap lubna yang tidak dia sadari perkataannya menohok hati syifa.

"apa kamu tidak menyukai ku tinggal dirumahmu lubna?"

Sontak lubna membalik mendengar pertanyaan syifa yang langsung disambut gelengan keras oleh lubna. "astagfirullah kak, kenapa berpikiran seperti itu. Apakah perkataan ku menyinggungmu? Sungguh aku hanya kaget tadi." ucap lubna segera.

"Maaf, aku berburuk sangka kepadamu lubna. Hanya saja aku takut jika pernikahan mu dengan arkhan membuatmu membatasi ku untuk bertemunya." ucap syifa yang membuat lubna mengernyitkan dahi.

Yah syifa untuk sementara waktu memang tinggal dirumah mereka. Itupun karena kemauan arkhan yang menyuruhnya untuk menginap dengan dalih agar ia menemani lubna serta tidak baik untuk syifa selalu berpergian jauh. Karena jarak pesantren dari kota lumayan jauh.

Hal itu sebenarnya tidak dipusingkan oleh lubna, karena memang ia juga masih ingin melihat syifa yang sudah lama tidak dilihatnya. Namun, tatapan arkhan ke syifa begitupun sebaliknya membuatnya khawatir.

"lubna sama sekali tidak berpikiran untuk kesitu kak, jika niat kakak memang untuk menjaga silahturahmi. Lubna sama sekali tidak melarangnya." ucap lubna.

Syifa tersenyum mendengarnya, walaupun dalam penglihatan lubna senyum itu tidaklah setulus yang dulu.

"terima kasih lubna, kamu adalah wanita yang baik. Kalau begitu, mari aku bantu untuk menghidangkan masakanmu." ucap syifa lalu bergegas merapikan makanan untuk makan siang mereka.

Setelah menunaikan shalat dhuhur, dan arkhan sudah pulang dari masjid. Mereka bertiga pun berkumpul untuk makan siang di meja makan.

"mas mau makan ap-" ucapan lubna terpotong kala sudah ada tangan yang mendahuluinya mengambil piring arkhan.

"mas aku sendokkan nasi yah" ucap syifa yang tersenyum kepada arkhan.
Arkhan hanya menganggukkan kepalanya dan sesekali melirik lubna yang berada disamping kanannya. Karena saat ini dia duduk di kursi kepala rumah tangga.

Syifa yang menyadari itu seketika menghentikan aksinya dan menatap lubna. "maafkan aku lubna, aku hanya ingin menyendokkan arkhan makanan. Apa tidak apa-apa?" tanya nya.

Sungguh syifa terlihat seperti orang yang tidak tahu malu. Dimana sifatnya yang dulu? Yang selalu pengertian dan peka akan situasi. Dimana sifat malunya, yang dengan secara langsung meminta izin untuk menyendokkan makanan ke piring suami orang.

Apakah ia tidak bisa menghargai lubna sebagai istri arkhan, walaupun ia memintanya secara baik baik tetapi tetap saja ada rasa cemburu di hati lubna.

Sungguh Saat ini lubna ingin menangis, ia ingin berkata tidak namun melihat reaksi suaminya yang hanya diam seperti tidak ingin ikut campur membuatnya harus menahan apa yang ingin ia sampaikan.

"tidak apa apa kak, yasudah dilanjutkan kasihan kak arkhan kayaknya dia udah lapar daritadi" ucap lubna yang tetap dengan senyum munafiknya itu.

"Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya."(Q.S Ali' Imran: 167)

Menanti Takdir (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang