35. Menuju Jihad

2.3K 159 3
                                    

"APA-APAAN INI ARKHAN?? " teriak abinya tidak percaya sambil melemparkan koran ke atas meja. Hal itu membuat seluruh orang yang berada di ruang tamu kaget.

"SIAPA YANG MENYEBARKAN BERITA HOAX INI? " tanya abinya lagi.

"abi tenang" ucap uminya mengelus lengan suaminya. Sedangkan arkhan dan syifa belum ada yang membuka suara.

"tidak, ini tidak benar. Lubna sedang di fitnah dan kita tidak tahu bagaimana kondisi Lubna sekarang. Lubna sedang hamil umi." seketika mendengar itu Arkhan langsung bangkit dari duduknya.

"jangan sebut sebut kehamilan itu abi, pikirkan perasaan Arkhan. " tegas Arkhan. Syifa pun senantiasa melerai agar suaminya tidak melawan abinya.

Padahal ia sadar jika alasan dibalik peristiwa ini sebenarnya bermula dari dia. Ia takut kedepannya Arkhan akan mengetahuinya dan malah meninggalkannya.

"apa yang harus abi pikirkan terhadap perasaan mu Arkhan, kamu yang mengeluarkan kata kata kasar kepada Lubna dengan tidak menganggap anakmu sendiri padahal kamu tidak memiliki bukti sama sekali. " tegas abinya. Sontak hal itu membuat Arkhan terdiam. Yah memang benar tuduhannya itu tanpa bukti namun, ego nya membenarkan tuduhan itu.

Syifa kalut melihat Arkhan ia pun kemudian menyadarkan suaminya. "mas lebih baik kita ke kamar. " ucap Syifa pada suaminya. "kami izin ke kamar yah abi umi." lanjut Syifa lalu hendak berbalik meninggalkan menantunya namun ucapan abi menghentikan langkahnya.

"saya yakin kamu lebih mengerti tentang ini Syifa. Saya harap kamu memberikan pengertian kepada suamimu." ucap abi.

Syifa merenung sebentar, ia sungguh tidak ingin Jika Lubna kembali lagi.. Ia tidak mau Arkhan meninggalkannya dan kembali bersama Lubna.

"Syifa usahakan" lalu berlalu bersama Arkhan.

***

Di Rumah Lubna....

"Tidak, abi tidak mengizinkan. "

"abi Lubna mohon" ucap Lubna memegang tangan abinya.

"tidak sayang kamu hamil. "

"tapi Lubna sudah mendaftarkan diri Lubna. " mohon Lubna lagi. Kemudian ia beralih ke uminya. "umi izinkan Lubna yah"

Uminya menatap iba putrinya. Sebenarnya dari dulu Lubna memang pernah mengatakan bahwa ia bercita cita untuk ke Palestina sebagai sukarelawan. Pada saat itu tentu kedua orang tuanya mendukung nya. Namun untuk kali ini dengan kondisi Lubna yang hamil membuat keduanya berat mengizinkan putri semata wayangnya.

"kamu hamil sayang... Ingat janin mu. " ucap uminya. Ia tahu selain karena cita cita Lubna dari dulu. Alasan bahwa Lubna ingin ke Palestina untuk menenangkan dirinya dari cemohan yang diberikannya akhir akhir ini.

Jelas saja, selama berita itu di publikasi kan. Setiap Lubna menginjakkan kaki keluar ada-ada saja yang memberikannya ucapan yang menyakitkan bahkan tidak jarang ada yang mempermalukan nya didepan umum. Dan itu membuat hati seorang umi sakit.

Kaffah yang sedari tadi memang berada disitu hanya bisa diam. Ia sebenarnya ingin melarang Lubna untuk pergi namun ia mengerti jika disini juga Lubna tertekan. Setidaknya di sana Lubna bisa menyibukkan diri walaupun bahaya selalu mengintai nya.

"Lubna izin berjihad, apa tidak boleh abi? " ucap Lubna dengan suara yang pasrah menatap abinya.

Abinya menatap dengan pandangan sedih. Ia tidak mungkin melarang anaknya untuk berjihad di jalan Allah apalagi dengan niat membantu masyarakat disana.

Abinya pun melirik umi yang duduk disebelahnya yang membeikan anggukan.

Abinya pun menghela nafas. "bismilah. " ucap abi "abi akan mengizinkan mu. "

Seketika Lubna langsung bangkit dari duduknya dan tersenyum dengan mata yang berbinar binar. Yang baru kali ini terlihat selama ia pulang ke rumah.

"alhamdulillah makasih abi umi" ucap Lubna lalu memeluk kedua orang tuanya.

"Lubna... " panggil Kaffah

Lubna pun melepas pelukannya dan beralih menatap kakaknya yang duduk didepannya.
"kemarilah.." ucap kaffah. Lubna pun menuju kakaknya. Kaffah kemudian bangkit lalu memeluk adiknya.

"kamu tahu, aku ingin memiliki istri seperti mu. " ucap Kaffah sedikit bercanda namun tidak ada senyuman diwajahnya.
Lubna pun terkekeh mendengar lelucon kakaknya.

"aamiin Lubna akan mendoakannya. "

"tapi yang pasti lebih cantik darimu. " ucap Kaffah yang membuat Lubna melepas pelukannya lalu memukul bahu kakaknya tidak keras.

"kak.. " rengek Lubna seperti bocah perempuan.

"jangan seperti itu, apa kamu tidak malu dengan keponakan ku? " ucap kaffah

Ia pun kembali memeluk adiknya. "kakak akan ikut bersamamu" ucapnya. Hal itu membuat Lubna langsung melepaskan pelukannya. Ia pun lantas menggeleng.

"Tidak kak Lubna bisa pergi sendiri "

"aku tidak mungkin mengizinkan mu pergi sendiri dek"

"kakak harus disini, siapa yang akan menjaga abi dan umi jika kakak juga pergi. "

"tapi dek-"

"assalamualaikum " ucap seseorang yang seketika membuat ucapan kaffah terhenti.

"waalaikumsalam"

"ummul? " ucap Lubna.

"maaf saya tidak sengaja mendengar perdebatan kalian. Tapi kak kaffah tenang saja. Saya yang akan menemani Lubna disana. " ucap Ummul yang membuat Lubna kaget.

"ba.. bagaimana bisa? " tanya Lubna tidak percaya.

"aku sudah mendaftar jauh sebelumnya Lubna tapi aku kaget ketika kamu juga mendaftar, untuk itu aku akan menemani mu. "

Lubna pun beralih menatap kakaknya. "kak ada Ummul yang bersamaku, kami akan saling menjaga untuk itu tetaplah tinggal menemani abi dan umi. "

"tapi--"

"percaya sama Lubna kak, inshaa Allah Lubna akan baik-baik saja. "

Kaffah pun sedikit menimang lalu tidak lama kemudiam ia menghela nafas keras.

"baiklah kakak mengizinkanmu. "

***

Assalamualaikum guys maaf cerita ini pendek banget dan isinya gak penting penting juga heheh

Aku nulisnya pas banyak orang jadi agak mager, tapi inshaa Allah di part selanjutnya akan ada sesuatu yang terungkap loh...

Karena cerita ku ini untuk kalian
So keep enjoy for reading and dont forget to voment yah..

See you 💕

Menanti Takdir (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang