KEMBALI PULANG

141 32 1
                                    

Jika kalian penasaran denganku. Siapa aku? Aku bukan siapa siapa. Kenapa aku berjalan seperti ini? Aku tidak tahu, aku hanya mengikuti kemana langkah kaki membawaku. Jika kalian penasaran apa yang aku lihat? Aku tidak melihat apa apa, pandanganku kosong.

Tapi jika kalian menebak pikiranku juga kosong, itu salah besar. Kepalaku penuh dengan pertanyaan, pertanyaan yang terbesit sejak dulu yang lambat laun semakin jelas. Siapa sebenarnya aku? Untuk apa aku dilahirkan? Bergunakah aku? Apa tujuanku dalam hidup ini? Semua pertanyaan itu nampak jelas dipikiranku, begitu jelas sampai setiap detik terpikirkan. Berbeda dengan jawabannya, yang semakin lama semakin buram, membuatku seperti mencari sesuatu yang tidak ada.

Paling tidak, langkah kakiku kini membawaku ke rumah kami. Oh iya, sekarang telah menjadi rumahku. Udaranya dingin, menyisakan kesunyian. Berbeda dengan dulu. Hangat, mungkin terlalu hangat. Lihatlah di ruang tamu ini, gambaran masa lalu terlihat jelas.

Bukankah ayah pernah bilang untuk tidak membaca sambil tiduran di sofa kak? Atau Ibu, bukankah ibu sudah berkali kali meninggalkan belanjaan di meja itu, kenapa ibu masih sering terlupa juga? Ayah, aku tidak tahu apa alasan ayah memajang kepala rusa itu diatas kaligrafi, bukankah itu sebuah ironi.

Agama kita mengajarkan untuk tidak menyakiti sesama makhluk hidup, tetapi ayah membawa kepala itu dengan kebanggaan, lalu memajangnya agar semua tamu dapat melihat. Gambaran gambaran itu, muncul begitu saja dikepalaku, seperti film yang terus menerus diputas secara berulang ulang.

Lihatlah ruangan dengan pintu biru muda itu. Untuk kali ini aku tak perlu mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk ruangan itu. Tapi tetap ku ketuk pintu itu sebelum masuk untuk melestarikan budaya keluarga, meskipun aku tahu tidak akan ada suara manis itu mempersilahkan lagi.

Paling tidak, aku selalu tahu dia akan mengizinkanku masuk. “Permisi kak, aku masuk.” Ruangan ini, tidak pernah berubah sejak dulu, lihatlah boneka boneka itu, selalu tertata rapi di samping meja belajar itu, atau hiasan hiasan buatan tangan itu, masih terlihat cantik meski aku tahu kalo hiasan itu sudah lebih dari sepuluh tahun. Memang tak pernah berubah.

Setelah 36 jam, baru kali ini ada sedikit senyum diwajah lelahku. Lihatlah ruangan ini, begitu ku kenal. Mainan mainan itu, lukisan lukisan itu, aromanya tidak pernah berubah. Ya Tuhan, Aku rindu tidur disini. Oh, sesuatu mencuri perhatianku. Sebuah figura. Memang tidak mahal, Tapi foto sosok yang tersimpan didalamnya tak kan pernah tergantikan.

Duduk sejenak mengenang foto ini mungkin bisa menurunkan ketegangan tiga hari terakhir. “Apakah kamu masih sama seperti di foto ini? Atau menjadi semakin cantik?” Kupandangi foto itu lamat lamat. Wajah cantik yang selalu riang itu, garis tawa itu. Semakin aku memandangnya semakin berputar putar kenangan ini.

Tak terasa kaca figura telah basah oleh beberapa tetes air mata. “Masihkah kamu merindukanku? Masihkah kamu seperti yang dulu?” Senyum kecilku yang sejenak terlukis telah tergantikan oleh isak tangis. Sesak. “Masihkah kamu menungguku? Apa aku telah mengecewakanmu?”

Sudah tiga hari aku menahan tangis, sekarang tumpah begitu saja. Biarlah, tidak baik menahan beban terlalu berat, paling tidak, setelah menangis, bebanku sedikit berkurang.

Kurasa sudah cukup memandangi wajah itu. Semakin dipandang, semakin banyak kenangan yang datang, semakin membuat sesak dada. Aku rebahkan tubuhku sejenak dan kupejamkan mata. Kucoba melepaskan semua beban sejenak, hanya mendengarkan suara alam di malam hari.

Aku lanjutkan tur nostalgia ini ke ruang keluarga. Disinilah semua flashback tersimpan rapi. Di tembok sebelah kanan, terpajang tidak kurang dari seratus figura yang mewakili setiap sesi hidup keluarga ini. Hey. Lihatlah ini, ini fotoku ketika masih bayi. “Hahaha, kau harusnya lihat wajahmu kak, lihatlah deretan gigi itu, berlubang satu, didepan pula.” Tak banyak yang bisa ku kenang dari masa balitaku, tapi aku tahu, masa itu adalah masa masa yang indah.

“Foto ini, bukannya ini foto ketika aku wisuda SD” Sekumpulan gambar muncul cepat di kepalaku, terangkai rapi, sangat jelas. Sebuah ingatan.

Danau Yang Menyimpan Kenangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang