PENANTIAN SEKIAN LAMA

39 27 0
                                    

“Pekerjaan yang bagus, kamu melakukannya dengan bersih. Intel yang kamu serahkan sedang diperiksa.” Setelah keluar dari pusat bisnis perusahaan Orman, aku langsung menyerahkan dokumen dan intel ke Kapten Hassan dan juga melaporkan hasil misi.

Bangunan dua lantai, ditengah tengah perumahan padat ibu kota. Tidak ada yang menyangka bangunan ini digunakan sebagai tempat pertemuan antar agen rahasia. Dari luar hanya terlihat seperti gudang kayu biasa.

“Kamu terlihat seperti kurang istirahat. Kamu terlalu memaksakan diri. Ambilah cuti beberapa hari, kamu juga belum dapat libur selama misi luar negerimu. Setelah cutimu selesai, cepat kembali, kami membutuhkanmu!” Setelah beberapa pertanyaan lagi, aku membubarkan diri, berjalan keluar ‘gudang’ seolah tak terjadi apa apa. Berbaur dengan masyarakat yang lalu lalang beraktivitas.

Mungkin Kapten Hassan benar, mungkin aku butuh istirahat sejanak, rutinitas satu bulan terakhir benar benar menguras tenaga dan juga emosi.

Kota ini mengalami perubahan yang sangat cepat. Jika kalian pergi ke suatu sudut jalan lalu kembali lagi satu tahun mendatang, tempatnya sudah tidak sama lagi. Aku berjalan tak menentu bersama puluhan pejalan kaki lainnya, jam pulang kerja membuat trotoar sangat ramai. Di beberapa sisi jalan, terlihat beberapa pedagang kaki lima baru membuka lapak dagangannya, disisi lain, café café modern juga menjamur, tempat untuk sekedar bercengkrama bersama teman.

Hal itu mengingatkanku pada Bulan, Dere dan Herda. Kira kira sedang apa mereka sekarang. Bulan, kurasa akan susah menghubunginnya. Dia adalah salah satu top model di Asia, dalam sehari bisa berpindah pindah negara hingga tiga kali. Sarapan di salah satu hotel bintang lima di Singapura, lalu dilanjutkan makan siang di resort mewah di Lombok, ditutup dengan makan malam di salah satu restoran ternama di Seoul. Baginya, hal melelahkan tersebut telah menjadi rutinitasnya. Selama dia menikmatinya, tidak akan jadi masalah.
 
Aku akhirnya teringat kepada seseorang, seseorang yang aku lupakan beberapa bulan terakhir, seseorang yang pasti menungguku walaupun hanya sekedar kabar harian. Aku menimbang nimbang sejenak, apa yang akan ku lakukan. Aku menarik nafas panjang, biarlah. Cepat atau lambat aku harus menemuinya dan menjelaskan semuanya.

Aku memesan taksi, beberapa menit menunggu taksi pun datang. Jalanan dipadati kendaraan, lalu lintas padat merayap. Karyawan pulang kerja dan mungkin beberapa dari mereka baru berangkat kerja, mengais rezeki di gelapnya malam, ditengah hingar bingar kota metropolitan.

Dunia ini memang kejam, jika kamu tidak berusaha lebih keras daripada yang lain, kamu akan kalah, jika kamu tidak berlari lebih kencang daripada yang lain, kamu akan tertinggal. Setidaknya aku telah merasakannya, setiap goresan luka yang ditorehkan kehidupan. Setiap luka memang punya cerita untuk dikenang dan mungkin suatu hari nanti, diceritakan kembali ke anak cucu.

Banyak hal yang aku pikirkan di perjalanan. Ramainnya jalan raya, suara klakson yang saling saut menyaut, juga pejalan kaki yang lalu lalang di trotoar tidak membuat lamunanku buyar, pikiran pikiran akan apa yang sebenarnya terjadi pada hidupku, jalan yang ku lalui memenuhi kepalaku.

Tidak bisa hilang. Beberapa kali pernah terbesit untuk mengambil jalan lain. Jadi apakah aku di kehidupan lainnya? Sama seperti yang sebelumnya, jawabannya masih samar, sangat tidak jelas, semakin ku tanya semakin kabur, membuat pertanyaan pertanyaan baru yang juga tidak ada jawabannya.

“Pak sudah sampai!” Lamunanku buyar, aku segera menyerahkan beberapa uang lalu keluar dari taksi. Satu setengah jam berlalu, memang jaraknya tidak terlalu jauh, tapi kemacetan parah membuat perjalanan terasa lama. Yah salah satu masalah abadi ibu kota selain banjir. Jalanan masih ramai, mungkin beberapa karyawan memilih pulang lebih malam untuk menghindari kemacetan. Well, kurasa bukan strategi yang tepat.

20.30. Pejalan kaki lalu lalang, meski tidak seramai tadi sore. Aku berjalan mengikuti arus, menuju sebuah bangunan. Itulah bangunan yang kumaksud, sebuah butik milik seseorang yang sangat aku kenal. Dia telah berhasil membangun bisnisnya. Seingatku, dulu ketika dia membuka usaha, hanya sebuah bangunan tua sederhana, dengan beberapa boneka manequeen sebagai pajangan hasil karyanya.

Danau Yang Menyimpan Kenangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang