JEBAKAN

36 26 0
                                    

Kalia memanggil kami untuk menuju posisinya, dia telah menumukan pintu rahasia itu yang berada di belakang lemari di ruang  keluarga, atau yang seharusnya menjadi ruang keluarga. Kami bergerak bersamaan menuju ruang yang cukup gelap ini. kami segera memakai pengelihatan malam.

Sesaat aku baru saja menginjakan kaki kananku ke lantainya, kami sudah dihujani tembakan dari senapan mesin ringan. Kamis segera mengambil posisi berlindung sambil sesekali membalas tembakan. Aku berusaha sedikit menengok untuk melihat sebenarnya dimana posisi penembak itu tapi tepat sebelum aku bisa melihatnya, peluru peluru itu sudah berterbangan disekitarku.

Suaranya benar benar memekakan telinga, rentetan peluru itu tidak berhenti keluar dari mocong senapan. “Berapa peluru yang dia punya!” Ujar Kenan sedikit kesal karena tidak bisa mengirim tembakan balasan. “Tunggu saja beberapa menit, barrel senapan itu akan kepanasan dan tidak lama akan muncul percikan api besar dari moncongnya, kita bisa tahu posisinya dari sana!” Ujarku.

Mereka menunggu senapan mesin itu untuk kepanasan dan memang benar. Tak lama, senapan itu mulai mmercikan api besar dari moncongnya yang memudahkan kami mengidentifikasi posisi penembak itu. Kami segera mengirim tembakan beruntun kearahnya dan berharap tembakan kami ada yang mengenainya.

Tak lama, rentetan dari sepan mesin itu berhenti dan aku mendengar suara seperti badan yang tersungkur ke lantai. Kami segera melanjutkan pencarian kami. Suara tembakan terdengar kembali dari kegelapan ruangan, kali ini hanya beberapa agen yang menembaki kami dengan pistol. Kami segera membalasnya dan membungkam mereka dengan senjata kami yang lebih superior.

Kami menemukan sebuah ruangan seperti penjara yang di dalamnya terdapat target kami. Herman terlihat babak belur cukup parah dan tampak setengah sadar. Cukup mengherankan mereka menyiksa seorang remaja sampai seperti ini, cukup berikan es krim atau todongkan pistol ke kepala mereka, mereka akan mengatakan semua yang ingin kalian ketahui. Cukup mencurigakan menurutku.

Kami berusaha membuat Herman sadar dengan menepuk nepuk wajahnya dan mengajukan beberapa pertanyaan ringan, sementara itu Kalia dan Kenan segera mencari laptop atau apapun yang anak ini gunakan untuk meretas sistem badan intelijen paman sam dan mungkin juga mengumpulkan beberapa intel yang berguna. Kami segera membawa anak remaja ini ke luar dari rumah dan menuju mobil SUV silver kami dan segera pergi meninggalkan lokasi sebelum ada yang menyadari bahwa baru saja terjadi baku tembak berdarah.

Karena kota ini berada di tepi pantai, kami akan mengambil jalur pelarian kesana. Kami akan menyewa kapal atau apapun dan menuju titik penjemputan yang sudah ditentukan dan kami akan dijemput dengan kapal selam. Pelarian yang cukup mengesankan untuk misi penyelamatan seorang anak remaja yang bahkan pipisnya masih belum lurus.

Kami melaju dengan kecepatan normal sekitar delapan puluh kilometer per jam hanya untuk menghindari kecurigaan jika saja ada orang yang sedang mengawasi kami dari kamera pengawas yang terpasang di beberapa lampu lalu lintas.

Jalanan cukup lengang jadi kami bisa melaju cukup cepat mengingat ini malam hari, tapi kami tetap harus terlihat biasa dan tidak sedang buru buru karena kami baru saja membantai lima belas agen badan intelijen paman sam yang notabene adalah negara adi kuasa saat ini. jika salah satu dari petinggi mereka tahu negara mana dalang dari semua ini, pasti akan timbul permasalahan yang sangat rumit, mungkin bahkan perang dunia ke tiga. Tidak heran Kapten Hassan menyebutnya misi yang sensitive.

Aku melirik ke belakang dimana Herman sedang tertidur pulas atau pingsan karena rasa sakit yang dia terima. “Apa kamu yakin dia tidak apa?” Aku bertanya kepada Kalia untuk memastikan. “Tenang saja, aku sudah memberikannya obat pereda rasa sakit jadi yah sekarang dia akan baik saja untuk saat ini!” Ujar Kalia santai.

Tiba tiba sebuah roket pencari panas melesat cepat dan menghantam bagian bawah mobil. Mobil SUV silver ini terbalik beberapa kali dan terbakar hebat. Telingaku berdengung hebat tapi pandanganku masih jelas. Aku menengok ke arah Kalia yang sudah tidak sadarkan diri dan dari kepalanya keluar darah yang cukup banyak. Hal yang sama terjadi kepada Fikri dan Kenan didepan.

Danau Yang Menyimpan Kenangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang