DATA YANG TERSEMBUNYI

40 28 0
                                    

Lalu lintas masih padat tetapi kendaraan tetap bisa melaju tanpa hambatan. Ini adalah suatu keajaiban yang jarang terjadi di ibukota. Paling tidak, kami bisa tiba di pertemuan lebih cepat karena menurut perkiraanku, kami masih akan terlambat sekitar lima menit meskipun dengan lalu lintas seperti ini. Semakin lama kami terlambat, semakin marah Kapten Hassan.

Sepertinya keajaiban itu tidak bertahan lama, beberapa menit kemudian kami sudah menemukan antrian kenadaraan di depan kami. Ini adalah petaka. Aku menghembuskan napas berat dan menyenderkan badan ke sandaran kursi, ini hari yang melelahkan. Aku jadi terbayang kejadian sebelumnya. Bukan para korban yang aku pikirkan, tetapi orang orang berbaju hitam itu. Siapa mereka? Apa tujuan mereka sebenarnya melakukan itu semua? Dan siapa atasan mereka?

Aku masih dengan sabar menunggu mobil di depan mobil kami beranjak beberapa meter kedepan. Para pemotor disamping terlihat sangat terburu buru dan terus berusaha mengambil celah kosong hingga beberapa kali menghantam kaca sepion mobil seperti ada wabah zombie yang sedang mengejar mereka dibelakang.

Telefonku berdering, dari Kapten Hassan. “Kalian segera ubah tujuan ke gedung badan intelijen! Dan cepatlah!” Dari nadanya, aku bisa menyimpulkan bahwa Kapten Hassan tidak sedang marah atau apapun, melainkan dia baru saja menemukan sesuatu yang penting atau gawat. Aku segera mencari jalur tercepat menuju gedung badan intelijen yang berada di wilayah ibukota bagian selatan.

Tiga puluh menit sudah akhirnya kami sampai di tujuan. Para penjaga langsung menghadang kami, memerintahkan kami untuk berputar arah. Aku mengerti tugas mereka, tak peduli apapun yang kami katakan, tanpa tanda pengenal, kami tidak akan bisa masuk untuk selamanya. Aku menghubungi Kapten Hassan, memintanya membukakan pintu untuk kami. Tak berselang lama, kami dipersilahkan untuk masuk.

Kami sudah memasuki gedung ini dengan dikawal dua penjaga bersenjata lengkap. Mereka menuntun kami menuju ruang bawah tanah. Aku sama sekali belum pernah masuk gedung ini sebelumnya. Ini adalah salah satu gedung yang paling dijaga ketat yang di dalamnya banyak arsip arsip rahasia yang sangat rawan jika bocor ke tangan orang yang salah.

Aku, Kalia, Kenan, dan Sasa masuk ke dalam sebuah ruangan seperti ruang kendali misi atau semacamnya. Ruang ini dilengkapi dengan peralatan canggih juga layar-layar besar yang memantau setiap pergerakan musuh ataupun teman, juga para agen yang berlalu lalang mengurus banyak hal. Inilah yang disebut intelijen. Mungkin sebagian orang berpendapat bahwa ini tindakan pengecut dengan memata-matai orang, tetapi tanpa jasa mereka, tidak ada operasi militer yang akan berhasil.

Kapten Hassan bersiul kearah kami, melambaikan tangannya. Kami segera bergegas menuju arah beliau. Tanpa basa basi beliau langsung menjelaskan keadaan genting apa yang sedang terjadi. “Kamu masih ingat dia?” Kapten Hassan memperlihatkan sebuah foto di tablet yang dibawanya. Aku mengangguk. Aku masih sangat ingat dengan orang itu. Dialah orang yang secara tidak langsung membunuh kedua orang tuaku. Setelah beberapa penjelasan singkat, Kenan, Kalia, dan Sasa akhirnya mengerti siapa laki laki yang ada difoto itu. Dia adalah Edwin Berbatov.

“Saat kalian masih terbaring dirumah sakit, divisi intel kita menemukan fakta bahwa Tito adalah kaki tangan Edwin di negara ini. Tentunya kalian berdualah yang pertama menyadari bahwa seluruh bisnis Tito tidak ada yang ilegal, semua uangnya bersih.” Kami mengangguk tanda masih bisa mencerna semua penjelasan sampai sejauh ini.

“Dari intel yang diberikan Kalia, divisi intel bisa mengetahui bahwa Tito bertugas sebagai pencuci uang. Dia mengambil investasi dari penguasa penguasa dunia hitam seperti Edwin dan memutar uang itu ke bisnis yang legal. Dengan begitu pemerintah tidak akan bisa melacak darimana dan kemana semua uang haram mereka.” Kapten Hassan membagikan sebuah berkas bertuliskan sangat rahasia di penutupnya.

“Kita mendapat banyak bukti transaksi Tito dan beberapa penguasa dunia hitam, dan yang memberikan investasi terbesar adalah Edwin. Sekarang aku sangat bersyukur kalian melakukan improvisasi misi saat itu.” Kapten Hassan menghembuskan napas berat, mungkin dia sedikit menyesali telah memarahiku semua waktu itu. Kalia menyenggolku, memberi isyarat. Dasar, masih sempat dia bertingkah seperti itu. Aku hanya memutar mata.

Danau Yang Menyimpan Kenangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang