PEMBURUAN HANTU

38 28 0
                                    

Sepuluh menit kemudian kami saling melempar ejekan, tertawa sejenak melupakan segala tekanan perkerjaan.

“Yah, saat saat itu memang menyenangkan, aku bahkan kadang berharap untuk bisa kembali.” Aku mengusap air yang menggenang di mataku, bukan karena tangis tapi karena tertawa berlebihan. Kalia bahkan memagang luka di perutnya karena terasa sakit akibat tertawa berlebihan. “Semoga keadaan lekas membaik!” Kalia mengangguk, setuju dengan pendapatku.

Tiba tiba, bulu kudukku berdiri, rasa gelisah menyeruak ke sekujur badan. Ada apa ini? Aku menoleh ke arah belakang, kearah atap sebuah gedung yang tak jauh dari rumah sakit. Aku melihat dengan jelas sebuah pantulan cahaya.
Sial! Aku langsung melompat ke sisi sebelah kanan Kalia, menariknya hingga jatuh dari kasur.

Sepersekian detik setelah itu, sebuah peluru berkecepatan lebih dari 900 m/detik menghatam bagian atas dari meja di sisi kiri kasur, membuat vas bunga dan benda benda kecil diatasnya pecah berhamburan lalu menghantam tembok dibelakang kami, menimbulkan percikan api dan suara yang nyaring.

“Aww, kamu kasar sekali pada wanita, tidak heran Faza meninggalkanmu!” Kalia protes. Dasar, bahkan di situasi seperti ini dia masih terbawa perasaan “Jika kasar berarti bisa menyelamatkan hidupmu, kenapa tidak?” Aku membalas ledekannya. Sebuah peluru kembali melesat cepat, kali ini menghantam sisi kiri kasur dengan sangat keras dan terbang tepat beberapa senti di atas kepalaku kemudian menghantam tembok seperti sebelumnya.

“Sial, kita tidak memiliki perlindungan yang cukup, amunisi yang dia gunakan adalah 338 Lapua Magnum, peluru itu bisa menembus semua benda yang ada disini Kal, kita harus segera pergi!” Aku mengeraskan suara. Sebuah peluru kembali melesat cepat beberapa senti dari kepalaku, sontak aku lebih menunduk lagi.

“Jika dia menggunakan amunisi itu, dia pasti memakai bolt action rifle, yang berarti kita memiliki setidaknya satu detik sebelum dia mengisi bolt dengan peluru baru dan satu detik untuk menyesuaikan bidikannya lagi!” Kalia juga ikut ikutan mengeraskan suara. Aku mengangguk, setuju dengan pendapatnya “Cuma dua detik, itu masih terlalu singkat!”

Baru tiga peluru yang keluar dari moncong senjatanya, jelas orang ini bukanlah amatiran, dia akan menunggu sampai mendapatkan gambaran jelas dari target daripada hanya sekedar menembak dengan membabi buta yang malah akan membuka tempat persembunyiannya.

“Kita harus memancingnya untuk melakukan tembakan Kal! Setidaknya, jika dia menggunakan magazen biasa, kita hanya perlu memancingnya untuk menembakkan dua peluru lagi, lalu dia akan mengisi ulang senapannya dan memberikan waktu lebih untuk kita keluar dari ruangan ini!” Kalia mangangguk tanda mengerti, sepertinya adrenalin sudah menjalar ke seluruh tubuhnya.

Aku maju, berlari menuju belakang sofa tamu, sebutir peluru melesat cepat kearahku, sepersekian detik saja aku terlambat menahan langkahku, aku sudah menjadi mayat sekarang.

Aku bersender di sisi belakang sofa, semoga orang itu tidak bisa menebak dimana aku berada dan menembak jantungku menembus sofa ini.

Aku mengacungkan satu jari pada Kalia, mengisyaratkan kurang satu tembakan lagi. Kalia mengangguk, dia berdiri sambil berteriak ‘I’m here!!’ lalu kembali merunduk dengan cepat, peluru terakhir ditembakan, Kalia berhasil menghindar sebelum peluru supersonik itu menembus tengkorak kepalanya.

Baiklah, dia sudah kehabisan peluru, saatnya untuk melarikan diri dari zona tembaknya. Aku membuka pintu, keluar ruangan dengan cepat. Kalia beranjak berdiri, berusaha berlari kearahku meski dengan luka yang belum tertutup sempurna.

Jantungku bedetak lebih cepat lagi, apa ini, ini bukan adrenalin. “Kalia, berhenti!!” Kalia pun berhenti dan merunduk, satu peluru melaju tepat di jalur dia akan berlari, hanya melewati angin kosong, menghantam tembok. “Orang itu menggunakan magazen tambahan!” Aku sedikit berteriak pada Kalia yang coba bangun dan berlari lagi “Ya, aku tahu itu!” Dia menjawabku dengan nada ketus. Kalia melanjutkan kembali larinya. Dua meter lagi, satu meter lagi, Kalia menjulurkan tanganya yang langsung ku tarik sekuat tenaga, membuat tubuh kami jatuh tersungkur.
  
“Masih utuh kan?” Aku tersenyum merasakan sensasi adrenalin di sekujur tubuhku. “Sniper itu mengenaiku!” Kalia memperlihatkan lengan baju pasiennya yang tergores peluru sesaat sebelum keluar dari ruangan. Peluru itu menghancurkan hiasan dinding di dekat pintu. Aku membantu Kalia berdiri, kami harus segera keluar dari sini!

Danau Yang Menyimpan Kenangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang