OPERASI MATA ELANG

40 27 0
                                    

(Lima hari kemudian) Kami segera bergegas mandi dan bersiap untuk berangkat setelah kami menerima telfon dari Kapten Hassan. Kami langsung menuju parkiran hotel, masuk kedalam mobil dan melaju cepat menuju gedung badan intelijen.

Jam menunjukan pukul sepuluh pagi. Jalanan sangat ramai tetapi masih dalam batas wajar, mobil kami bisa melaju dengan lancar karena sebelumnya kami sudah memetakan jalan tercepat ke gedung badan intelijen, berjaga-jaga jika Kapten Hassan menghubungi kami. Kali ini Kenan yang menyetir karena aku sudah tidak tahan dengan kemacetan ibukota ini.

Sesampainya disana, kami langsung menuju ruang pusat operasi dimana Kapten Hassan dan beberapa anggota lain detasemen sudah menunggu. “Apa yang kita dapat?” Aku langsung bertanya tanpa basa basi. “Yah karena pengintaian melalui satelit dirasa kurang efektif, aku memutuskan untuk menggunakan drone intai.” Kenan tampak bingung. “Kita punya drone intai?” Kapten Hassan mengangguk pelan.

Detasemen Hantu adalah pasukan paling rahasia dan fleksibel, kami memiliki akses ke banyak hal yang bahkan presiden saja membutuhkan beberapa prosedur khusus untuk mengaksesnya. Salah satunya adalah alat alat militer rahasia yang sedang dikembangkan atau bahkan sudah beroperasi seperti contohnya drone intai ini. Drone ini bahkan memiliki kemampuan diatas rata rata drone milik negara maju lainnya. Dikembangkan sendiri oleh anak bangsa tepilih tanpa campur tangan bangsa luar. Drone ini adalah masterpiece.

Drone sudah tiga puluh menit menempu perjalanan sejak kami datang, perkiraaan sampai di target sekitar tiga puluh menit lagi. Kami menyaksikan layar pusat operasi yang langsung terhubung dengan drone intai yang sedang membelah awan dengan kecepatan supersonic. Layar besar disamping layar utama menunjukan gambaran dari kamera super yang terpasang di bawah badan drone yang biasa digunakan untuk mengumpulkan intel.

“ETA lima menit!” Operator drone memberikan informasi. Seluruh layar besar menunjukan gambar dari kamera bawah. Mode kamera berganti menjadi infrared dan dapat melihat menembus awan. Kami bisa melihat jelas tanah gersang dengan beberapa rumah diatasnya, wilayah yang dicurigai sebagai tempat persembunyian Edwin.

Drone terus memutari wilayah itu selama hampir tiga puluh menit tanpa menunjukan adanya pergerakan yang mencurigakan. Begitu juga dengan satu jam kemudian, masih tak ada pergerakan yang mencurigakan. Kenan masuk ke dalam ruangan membawa beberapa burger dan minuman soda, kami memang belum sarapan dari pagi.

Sudah satu setengah jam kami mengawasi wilayah itu dan tetap saja nihil. Memang waktu satu setengah jam jika dibandingkan dengan misi pengintaian lainnya bukanlah apa-apa. Misi pengintaian bisa berlangsung berbulan bulan bahkan bertahun tahun.

Jam menunjukan pukul lima sore. Sudah sekitar enam jam kami mengawasi wilayah itu tanpa menemukan hasil sedikitpun, hanya ada beberapa mobil datang dan berhenti di pekarangan rumah, kemungkinan mereka adalah pemilik rumah disana. Kamera drone ini bisa melihat tembus paling tidak tembok beton setebal tiga puluh centimeter yang dilapisi baja beberapa centi. Terlihat para penghuni rumah itu melakukan hal sewajarnya seperti memasak dan menonton tv. Tidak ada yang perlu dicurigai dari mereka.

Sejujurnya misi ini adalah misi paling membosankan yang pernah aku jalani, hanya memandangi layar besar tanpa melakukan apapun selama berjam jam.

Kapten Hassan menjadikan misi ini prioritas karena Edwin adalah salah satu petinggi Havoc yang terdekat dengan negara ini. Sebagaian besar kekacauan yang disebabkan oleh Havoc di negara ini pasti bersumber dari ulah anak buahnya. Jika kita bisa mengalahkan Edwin, kita bisa menghentikan kekacauan di negara ini untuk sementara, sehingga para petinggi negara bisa saling berkoordinasi untuk mendiskusikan langkah yang paling efektif dan tepat selanjutnya.

Pukul sembilan malam. Beberapa orang sudah berganti jam jaga. Kalia juga sudah mulai menguap tak terkendali dan kadang dilebih-lebihkan, mengirim sinyal ke Kapten Hassan agar dia segera diperbolehkan kembali ke hotel. Jika aku diposisi Kapten Hassan, pasti aku sudah kesal dengan tingkah Kalia, tetapi untuk kali ini aku secara tidak langsung, mendukung apa yang dia berusaha lakukan. Sejujurnya misi ini benar benar membosankan.

Danau Yang Menyimpan Kenangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang