PURA PURA BERLARI

38 26 0
                                    

Kami sudah meninggalkan rumah orang tua Faza sejak sekitar satu jam yang lalu. Suasana biru masih melekat dihatiku, tidak akan mudah melupakannya. Kami sudah setengah perjalanan menuju ibukota, kami menggunakan jasa pesawat komersial.

Setelah kami mendarat, kami menuju ke parkiran bandara, sebuah mobil sedan telah disiapkan untuk kami,  Mengingat kami adalah pasukan paling rahasia di negeri ini, kami pastilah mendapat peralatan dan kendaraan terbaik.

Kami langsung menembus kemacetan ibu kota, menuju tempat pertemuan. Sebuah rumah mewah di perumahan elit pinggir kota. Mobil kami masuk pekarangannya, gerbang terbuka otomatis. Dua orang berseragam satpam terlihat berjaga tapi aku tahu, mereka bukanlah satpam, mereka adalah agen terlatih, dan dibalik pos itu pasti terdapat senjata laras panjang bahkan senjata berat.

Kami bergegas, berjalan menuju salah satu ruangan di rumah itu. Kami masuk dan tampaknya sudah ada Kapten Hassan menunggu disana menantiku. “Malam Alam.” Sapaan singkat dari Kapten Hassan, beliau langsung menyerahkan dokumen untuk ku pelajari. Aku langsung duduk, tanpa berkata apapun, sepertinya aku sudah mulai terbiasa dengan pola cepat satuan ini. Aku mempelajarinya cepat, sekenario apa yang akan dipakai mereka untuk melepaskanku dari kesatuan.

Esok harinya, berita telah ditayangkan, fitnah telah disebar. Lihatlah berita di TV, pembunuhan pengusaha oleh seorang anggota pasukan elit. Bahkan berita ini langsung menjadi top trending, siasat yang digunakan sangat hebat. Aku jamin 100% bahwa tidak akan ada yang menyadari bahwa sebenarnya akulah yang telah membocorkan informasi itu sendiri, membuatku menjadi kriminal tingkat tinggi. Terkecuali Faza dan kedua orang tuanya.

Aku sudah menjadi buronan selama dua belas jam terakhir. Untuk membuat ini lebih nyata, paling tidak aku harus mencoba kabur selama lebih dari dua hari sebelum tertangkap. Dan jika bisa kukatakan pada mereka, maka akan kukatakan “Datanglah dengan pasukan terbaik, kalian tidak akan bisa menangkapku dengan mudah!”

Disiniah aku sekarang, sebuah kamar sederhana di apartemen tengah kota. Aku langsung berpindah pulau setelah mempelajari berkas yang diberikan Kapten Hassan. Kalian pasti kenal tempat ini, disini terkenal dengan legenda anak durhaka yang dikutuk menjadi batu oleh ibunya. Biarlah legenda menjadi legenda.

Aku masih terduduk dikursi tanpa beranjak satu langkah pun. Bermain dengan pistol, mengokangnya, membuat peluru keluar, lalu memasukkannya lagi lewat magazen. Keadaan sunyi sekali. Siang hari, pasti semua penghuni apartemen ini sedang keluar untuk bekerja.

Terdengar suara sirine di diluar. Aku sudah menunggu mereka sejak tadi, ku kira mereka tidak akan datang. Beberapa jam yang lalu aku membocorkan posisiku dan dengan siasat tertentu, akhirnya polisi mendapatkannya lewat orang ke tiga. Aku segera mengenakan tas, juga memasang peredam pada pistolku. Aku tidak mungkin membunuh mereka, mereka tidak melakukan sesuatu yang salah kepadaku, hanya saja aku harus memancing mereka masuk, melukai beberapa lalu melarikan diri. Membuat mereka seperti pecundang.

Mereka sudah masuk ke dalam apartemen, tidak lama akan tiba disini, lantai 5, lantai tertinggi. Aku memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam, dan berkonsentrasi. Aku bisa mendengarkan langkah mereka yang cepat, terkordinasi, dan taktis. Pasti satuan polisi anti teror, tidak buruk. Aku berdiri, mengahadap ke pintu dan bersiap menyambut mereka. Aku mengepalkan tangan.

“Dobrak dobrak!!” Terdengar suara itu dari balik pintu. Pintu didobrak, satu orang masuk, mengacungkan senjata sub-machinegun-nya. Aku langsung menghadiahinya bogem mentah, tepat kearah muka. Dia tidak akan menyadari serangan dadakan itu.

Dia terpental kebelakang, aku melayangkan tendangan tepat ke perutnya, menghajarnya berkali kali. Dia terdorong keluar dari pintu, juga pasukan yang ada di belakangnya, tidak ada ruang untuk masuk. Ruang luar juga sempit, sebuah keuntungan untuk petarung jarak dekat.
Para polisi itu hanya terpaku untuk menembakan senjatanya kearahku, itulah kelemahannya.

Danau Yang Menyimpan Kenangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang