KEKACAUAN

42 28 0
                                    

Aku mengemudikan mobil ini dengan perasaan sedikit kesal. Bagaimana tidak, kemacetan di ibu kota ini setiap tahun selalu bertambah parah. Pembangunan jalan yang sangat gencar dilakukan tetap tidak bisa mengimbangi membeludaknya jumlah kendaraan. Begitu juga transportasi umum yang tiap tahun bertambah bagus kualitasnya, tapi tetap saja kemacetan tidak terelakan. Sepertinya ini memang kutukan untuk ibu kota selain bencana banjir. Tapi kemacetan ini serasa lebih buruk dari biasanya.

“Sepertinya aku tahu penyebab kemacetan ini.” Celetuk Kalia yang sedang memainkan tabletnya di kursi depan disampingku. Kalia memperlihatkan video tentang mahasiswa yang sedang berunjuk rasa dan berujung bentrok dengan aparat tidak jauh di depan sana. Yah memang jalan ini sering digunakan untuk berunjuk rasa karena di jalan inilah, gedung para perwakilan rakyat terletak. Jika masyarakat ingin menyampaikan pendapat, tentu kesinilah tujuan mereka.

“Kita adalah pasukan elit dan bahkan tidak tahu jika didepan ada penutupan jalan?” Kenan sedang meledek dirinya sendiri, dan tentunya juga kita. Sasa yang duduk bersama Kenan dikursi belakang hanya memberi tanggapan berupa menaikan bahu.

Kalia terus menonton siaran langsung di aplikasi berbagi foto dan video itu, membuatku sedikit penasaran dengan keadaan di depan yang kelihatannya sudah ricuh. Aku pun meminta Kalia untuk menggeser sedikit tabletnya sehingga aku juga bisa ikut menonton. “Kamu itu sedang menyetir, berkonsentrasilah pada jalan!” Aku menghembuskan napas berat, dasar pelit. Menyetir apanya, yang ada hanya duduk saja ketika mobil membakar bensin dengan percuma.

Dua puluh menit sudah berlalu tetapi mungkin mobil kami hanya maju beberapa meter saja. “Hei Alam, lihat ini!” Kali ini Kalia menyodorkan tabletnya tepat kemukaku. Kenan dan Sasa ikut penasaran dan memajukan kepala mereka. Terlihat suasana demo yang sudah sangat tidak kondusif, aparat mengejar ngejar para pendemo dan para pendemo lainnya melempari aparat dengan batu dan benda keras lainnya. Gas air mata juga ditembakan untuk membubarkan pendemo yang semakin liar.

“Sebenarnya apa sih yang mereka ributkan?” Celetuk Sasa sedikit kesal dengan ulah demonstran dan aparat yang sebenarnya saja adalah saudara, tetapi mereka saling hina dan saling pukul karena kesalahpahaman. Yah tidak perlu aku jelaskan lagi ke Sasa, dia juga pasti sudah sangat tahu bahwa negara ini sedang dalam kekacauan besar dan tugas kita untuk memperbaiki semua ini, tapi lihatlah dimana kita sekarang? Terjebak di kemacetan yang sangat tidak berarti. Oh aku sangat benci kemacetan!

Kami terus menonton siaran langsung itu selama lima menit tanpa memperdulikan apakah antrian kendaraan sudah beranjak maju atau belum. Tiba tiba ditengah kerumunan pendemo yang sedang melempari aparat dengan batu dan yang lainnya berlarian menghindari gas air mata, muncul sekitar tiga mobil jeep hitam yang mengerem mendadak diantara mereka. Kami terfokus kepada jeep jeep yang tampak mencurigakan itu, terlebih lagi mereka tidak menggunakan plat nomor polisi.

Dari tiga jeep itu, keluarlah setidaknya dua belas orang berpakaian serba gelap dengan rompi anti peluru dan juga helm serang taktis dan membawa senapan serbu dan beberapa dari mereka membawa senapan mesin medium. Mereka berjalan santai menuju kearah kerumunan demonstran yang mulai takut dengan kedatangan mereka.

Orang orang berbaju taktis itupun mulai mengacungkan senjatanya kedepan dan mulai menembak secara membabi buta kearah demonstran. Suara tembakan beruntun menggelegar ditengah gemerlapnya malam di ibukota. Sontak seluruh mahasiswa dan orang-orang lain yang berpartisipasi dalam demo itu lari kocar kacir meninggalkan tempat, tak terkecuali orang yang sedang melakukan siaran langsung itu.
 
“Siapa mereka?” Itulah yang ditanyakan Kenan, dan itu jugalah yang menjadi pertanyaan kami semua. Terlihat banyak mahasiswa yang tertembak dan langsung jatuh tersungkur ketanah, juga terdengar jeritan jeritan. Sasa berusaha mencari akun lain yang sedang melakukan siaran langsung agar kami memiliki gambaran apa yang sedang terjadi didepan sana. Tak lama, ponsel yang digunakan seseorang untuk melakukan siaran langsung itu seperti terjatuh dan berubah menjadi hitam, tetapi suara tembakan yang sangat ngeri masih terdengar kepenjuru mobil.

Danau Yang Menyimpan Kenangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang