BATTLE OF WAMENA

42 26 0
                                    

Kami bergerak menyusuri hutan menuju posisi persembunyian Anoa Satu dengan tetap waspada memandangi keatas lembah mencari setiap pantulan cahaya. Kurang dari satu jam kami sudah tiba di persembunyian mereka, Kak Bumi menyambut kami.

“Kami semalaman tidak bisa bergerak menunggu kalian! Terimakasih sudah menyelamatkan kami.” Ujar Kak Bumi tepat setelah kami datang. Aku mengangguk dan tersenyum padanya meskipun dia tidak bisa melihat senyumanku karena aku memakai masker.

Aku dan Kenan duduk diantara pasukan baret merah Kak Bumi dan bersender di pohon besar. Aku mengeluarkan rasum dari tas dan memakannya. Sebuah kenikmatan sesaat dimana aku bisa duduk dan meluruskan kakiku setelah berjalan ratusan kilometer dan terlibat duel antar sniper semalaman.

“Apa yang kau bawa itu?” Salah satu anggota pasukan baret merah ini bertanya padaku. “Sebenarnya aku tidak ingin mengatakannya pada kalian, jadi kalian harus menutup mulut!” Aku menunjukan mantel tembus pandang yang aku temukan tadi pagi. Mereka nampak shok melihat sebuah peralatan perang yang sangat canggih ini.

“Dimana kamu menemukannya?” Tanya Kak Bumi. Aku menjelaskan dengan detail tentang para sniper itu  dan juga sebab dari kenapa Kak Bumi dan yang lainnya tidak bisa menemukan mereka. “Jadi kamu pikir mereka sedang menjaga sesuatu yang sangat penting di lembah ini?” Aku mengangguk sambil terus mengunyah makananku.

Setelah semuanya tandas, giliran aku yang bertanya kepada Kak Bumi tentang misinya disini. Kapten Ilham selaku pemimpin kompi ini juga ikut berbincang bincang dengan kami. Kak Bumi menjelaskan bahwa misinya adalah untuk membawa keluar seorang peneliti dari kota yang terletak di lembah ini sementara Kapten Ilham menjelaskan kompinya ditugaskan untuk membebaskan kota itu dari genggaman tentara pemberontak dan tentara Havoc.

Aku menjelaskan firasatku kepada mereka. Firasat ini didukung dengan beberapa alasan yang salah satunya adalah letak geografi kota itu. kota itu berada di tengah lembah dan diampit oleh pegunungan yang sangat tinggi. Jalan masuknya hanya ada dua, melalui jalur utara dan selatan dan kedua jalur ini sangat mudah untuk dijaga dan diawasi. Terbukti hanya perlu tiga sniper, mereka sudah bisa menghentikan laju satu divisi infanteri dengan satu regu pasukan elit di dalamnya.

Jika para pemberontak dan Havoc menginginkan sebuah tempat untuk meletakan sesuatu yang penting dan tempat itu harus aman dan mudah untuk dijaga, kota itu memiliki kriteria yang diperlukan. Kak Bumi dan Kapten Ilham tampak mengangguk-angguk seperti sedang mempertimbangkan penjelasanku.

Kami menunggu keputusan dari markas pusat selama hampir dua belas jam tanpa melakukan apapun, semoga mereka sudah mengirim pesawat pengintai. Ada dua kompi yang dikerahkan untuk menyerbu kota, di jalur selatan ada Kompi Anoa Satu yang sedang bersama kami sekarang ini dan di jalur utara ada Kompi Kijang Dua. Semua pasukan diperintahkan untuk tidak melanjutkan penyerangan terlebih dahulu sampai pemberintahuan lebih lanjut dari markas pusat.

Aku sedikit bersyukur bahwa opiniku didengar dan disampaikan dengan baik oleh Zanu. Aku rasa jika yang beropini adalah prajurit biasa, orang orang di markas pusat akan tutup telinga mengingat kita sudah menuai banyak kemenangan. Mereka akan lebih ambisius dan percaya diri dari sebelumnya dan itu bisa menjadi titik lemah untuk dimanfaatkan musuh.

Pukul dua belas malam. Aku sudah memejamkan mata sekitar dua jam sebelum panggilan radio dari Zanu masuk dan membangunkanku. “Sepertinya kau benar. Dari pengintaian udara, markas pusat mendapati adanya aktifitas yang cukup intens dikota itu dan juga pertahanan di kota terlihat cukup ketat dibanding markas-markas pusat operasi yang kita hancurkan sebelumnya. Sepertinya mereka memang menyembunyikan sesuatu disana.” Jelasnya. Sepertinya kami harus menunggu sedikit lebih lama lagi karena markas pusat memutuskan untuk mengirim pasukan tambahan.

Danau Yang Menyimpan Kenangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang