Kepalaku tertunduk, memikirkan segala hal di masa lalu, hal hal indah bersama sahabat sahabatku. Kini pertanyaan itu muncul kembali, telah jadi apakah aku? Untuk apakah aku melakukan semua ini? Dan jawabannya masih tetap sama, samar tak terlihat.
Aku memandang ke atas, ke sebuah layar yang memperlihatkan informasi keberangkatan pesawat. Masih 30 menit lagi, aku masih punya banyak waktu untuk mengenang semuanya. Paling tidak, mereka semua masih ada di dalam pikiranku.
“Senior tidak apa?” Aku menghembuskan nafas panjang, pura pura bertanya tentang keadaan seseorang yang sedang mengalami hal buruk meskipun sudah mengetahui jawabannya adalah tindakan bodoh, Kenan jelas tahu apa yang aku rasakan, tapi aku mengerti dia hanya mencoba untuk menghiburku. Kenan adalah anak yang ceria, dia memiliki selera humor yang baik dan tidak berlebihan, dia seperti adik laki laki yang tidak pernah aku miliki sebelumnya.
“Aku hanya sedang melamun, lanjutkan saja makanmu, sebentar lagi kita berangkat!” Aku melepaskan alat komunikasi super kecil yang masih terpasang di telinga kiriku. Kenan memandangku dari dalam restoran bandara. Saat aku masih kecil, ibu selalu melarangku untuk membeli makanan di dalam bandara, yah alasannya cukup sederhana, karena makananya mahal dan tidak bikin kenyang. Aku tersenyum sendiri membayangkan masa lalu itu.
Baiklah bu, maafkan anakmu yang akan melanggar nasehatmu, memikirkan semua ini membuatku merasa lapar, tidak ada salahnya sekali kali mencoba makanan bandara. Aku beranjak berdiri, berjalan menuju restoran yang berbeda dengan Kenan. Kami memang diharuskan untuk berpencar, tapi tetap saling mengawasi. “Alam!” Seoseorang memanggilku, suaranya sangat ku kenali, aku menoleh kearah sumber suara, Bulan?
Dia berlari kecil menghampiriku “Alam!” Seseorang lainnya memanggilku, dia menggenggam erat pergelangan tanganku, Kak Bumi? “Lepaskan!” Tanpa disadari siapapun, Kenan sudah dibelakangnya, menodongkan pistolnya ke pinggang Kak Bumi.
“Lebih baik kakak menurutinya!” Aku memandang tajam Kak Bumi, membuatnya merasa terintimidasi, dia membalas tatapanku, berusaha tidak kalah oleh keadaan, tapi apapun yang akan dia lakukan, dia sudah terjepit. Perlahan dia melepaskan genggamannya, Bulan hanya berdiri terpaku tak tahu harus melakukan apa.
“Pilihan yang bijak.” Kenan melangkah mundur, kembali memasukan pistolnya ke sela celana. Aku memeluk Bulan, erat sekali, meskipun dia sedikit kebingungan, dia juga membalas pelukanku sama eratnya. “Apa kabar Bulan, apa yang kamu lakukan disini?” Bulan mengajak kami makan di restoran yang sebelumnya aku tuju, kapan lagi makan siang ditemani model internasional.
“Sepertinya aku pernah melihatnya.” Kenan mengamati Bulan dengan tatapan aneh. Bulan mengangkat alisnya, tidak tahu harus bagaimana. “Dia adalah model yang ada di cover majalah fashion yang kamu baca beberapa hari yang lalu.” Kenan mengangguk, dia mengingatnya.
“Siapa kalian sebenarnya?” Kak Bumi kali bertanya, tatapannya tajam menyelidk, sepertinya dia masih penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi padaku beberapa waktu lalu dan rasa itu semakin besar karena melihatku berjalan bebas di bandara, bukannya berada di penjara militer.
“Kami bukan siapa siapa kak, bukannya kakak sudah tahu apa yang terjadi padaku beberapa bulan lalu?” Aku tidak berselera membahasnya, bahkan aku tidak menatapnya sedikitpun, aku konsentrasi pada makananku. “Yang jelas, kami adalah orang terpilih.” Kenan mengangkat alisnya, memandang kak Bumi dengan tatapan meledek.
“Dia juga orang terpilih, dia anggota pasukan khusus.” Aku menunjuk Kak Bumi dengan garpu. “Tapi kita lebih terpilih lagi!” Dia menepuk lenganku dengan punggung tangannya. Kenan memang masih sangat muda, rasa bangganya masih berkobar hebat, meskipun kita tidak diperbolehkan menyebut apapun yang berhubungan dengan kesatuan, Kenan tetap saja di beberapa kesempatan, berusaha membanggakannya. Ya tidak ada yang salah juga, karena kami memang pasukan terbaik yang dimiliki negeri ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Danau Yang Menyimpan Kenangan
ActionKetika seseorang telah menempuh perjalanan yang sangat panjang, melelahkan, dan menyakitkan. Orang itu akan mulai mempertanyakan apa arti dari kehidupan ini, apa gunanya dia berjuang sampai sejauh ini dan apa yang dia perjuangkan benar benar sebandi...