PERTEMPURAN DALAM KOTA

39 27 0
                                    

Pertempuran sengit berlangsung seharian hingga sekarang matahari sudah mulai condong ke ufuk barat. Pasukan penyerang dari tentara nasional sudah berasil merangsek masuk kedalam kota tetapi perlawanan pasukan pemberontak dan juga bala tentara Havoc masih sangat kuat. Mereka terlihat sangat gigih dan tidak ingin kota ini jatuh ke tangan kami.

Dari pertempuran di tanah terbuka dengan tembakan sniper, roket, dan hujan peluru dari senapan mesin berat kini beralih ke pertempuran jarak dekat di dalam kota. Aku sudah membuang senapan sniperku dan menggantinya dengan senapan serbu yang aku temukan tergeletak di jalanan kota. Sebuah anugerah bagiku karena negara adi kuasa menetapkan standar peluru untuk digunakan militer, dengan ini aku tidak perlu kehabisan peluru karena bisa ku temukan di mayat mayat pasukan pemberontak dan tentara Havoc yang tergeletak di jalanan.

Kali ini kami sudah membaur dengan semua pasukan dan tugas kami hanya satu yaitu membebasakan kota ini dari genggaman musuh. Aku bersama tim Harimau bergerak cepat menusuri setiap ruas jalan. Suara kontak senjata terdengar dari penjuru kota seperti membawa kengerian bagi penduduknya. Kami harus terus berhati hati agar tidak salah sasaran dan menembak penduduk setempat. Ini strategi yang sangat efektif dari musuh dengan tidak mengevakuasi penduduk dan menjadikan para penduduk sebagai sandera agar kami tidak asal menjatuhkan bom.

Langit sudah gelap tetapi pertempuran tetap dilanjutkan. Setelah seharian bertempur untuk merebut bandara kota, kini kami bergerak menuju timur untuk merebut rumah sakit umum daerah. Dengan direbutnya rumah sakit ini, kami bisa merawat tentara-tentara dan warga sipil yang terluka dengan tempat dan peralatan yang lebih baik. Paling tidak mereka memiliki kasur sebagai alas berbaring.

Saat kami mendekati bangunan rumah sakit, kami disambut dengan rentetan tembakan senapan mesin dari lantai dua rumah sakit. Mereka mendirikan pos jaga yang dilengkapi pagar kabel berduri dan bunker bunker pelindung yang dilengkapi senapan mesin disekitaran bangunan utama rumah sakit. Kami berlindung dari hujan peluru dibalik rumah di seberang jalan. Jalan itu adalah ladang pembunuhan, siapapun yang menyebranginya pasti akan dibabat habis oleh tembakan senapan mesin.  

Satu regu pasukan katak mendatangi tempat kami dan pemimpin regu itu berbicara dengan Zanu. “Kita harus segera menemukan celah dan masuk kesana!” Teriak pemimpin regu itu untuk mengalahkan suara tembakan yang memekakan telinga. Aku pun sedikit kaget saat melihat wajah pemimpin regu pasukan katak itu. Dia adalah Herman, temanku di akademi dulu. Herman tampak tahu kalo aku sedang memperhatikannya. Tentunya dia tidak akan menyadari bahwa yang berada disampingnya saat ini adalah teman satu perjuangannya dulu karena aku dan seluruh anggota detasemen hantu yang bertugas memakai penutup kepala untuk tetap melindungi identitas kami.

“Apakah tidak ada sisi yang lemah?” Zanu berteriak. “Tidak ada! Semua sisi dijaga senapan mesin!” Balas Herman tak kalah kencangnya. Oh, tiba tiba aku mendapatkan sebuah ide gila. Aku mendatangi Zanu dan Herman yang sedang berdiskusi. “Aku bisa melakukannya komandan!” Kataku mantap. Dia pun mengizinkanku untuk melancarkan rencana gilaku. Akupun meminta Kalia dan Kenan untuk ikut bersamaku.

Kami bergerak menuju selatan untuk memutari bangunan rumah sakit dan menyerangnya dari sana. Aku mengepalkan tangan keatas dan menghentikan langkah sebelum bergerak ke tanah terbuka. Aku sedikit mengintip ke arah lantai dua rumah sakit, mengira ngira apakah mereka menyadari keberadaan kami disini. Baiklah aku bisa pastikan mereka tidak melihat kami. Aku mengangguk kepada Kalia dan Kenan, memberikan isyarat tanda aman.

Kami berlindung di balik pepohonan sampai akhirnya kami mencapai belakang rumah lainnya. Kurasa kami sudah bergerak ke selatan cukup jauh, saatnya menyebrangi jalan. Kami bergerak sesunyi mungkin dan berharap agar pasukan musuh tidak menyadari keberadaan kami.

Aku mengeluarkan mantel tembus pandang dari dalam ranselku. “Ternyata kamu masih menyimpannya?” Ujar Kalia. “Baiklah aku akan menyelinap dengan merangkak memakai mantel ini. Kalian alihkan perhatian mereka! Berikan tembakan pengalihan dan terus berpindah tempat. Mereka tidak akan mengejar kalian tapi mereka akan fokus untuk membunuh kalian sehingga mereka tidak akan tahu aku menyelinap diantara kaki mereka!” Kalia dan Kenan mengangguk, mereka segera memahami rencanaku.

Danau Yang Menyimpan Kenangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang