Dari hasil tes dan penelitian yang keluar dua hari yang lalu, kita bisa menyimpulkan bahwa materi x ini akan sangat berbahaya jika dikombinasikan dengan beberapa materi langka lainnya. Kami mengujinya dengan beberapa atom radioaktif, menembakannya dengan ratio yang sama, dan hasilnya sangatlah mengejutkan.” Aku dan Kapten Hassan saling berpandangan, mencoba mencerna perkataan dari salah satu ilmuwan yang paling dihormati di negeri ini.
Kami sedang berada di sebuah fasilitas khusus dan sangat rahasia untuk mengembangkan dan menguji coba senjata mutakhir. Jangan disangka hanya negara maju saja yang memiliki fasilitas seperti ini. Negara ini sebenarnya memiliki banyak rahasia, hanya karena kami tidak pernah menyinggung tentangnya, bukan berarti kami tidak punya.
Fasilitas seperti ini tersebar di penjuru negeri, mulai dari ujung timur hingga ujung barat. Dalam ruang bawah tanah yang terisolasi, di dalam gunung yang terlihat masih asri dari luar jika di ambil gambarnya menggunakan kamera, dan bahkan ada fasilitas yang menyatu dengan markas militer. Untuk yag satu ini, fasilitas ini dibangun di dalam gunung. Mereka menamainya Sektor 28.
Beliaulah yang memimpin langsung penelitian super rahasia ini. Beliau pun tersenyum, tampak mengerti akan keterbatasanku dan Kapten Hassan. “Baiklah, kesimpulannya, energi yang dihasilkan dari beberapa percobaan sebelumnya sangatlah besar, bahkan lebih kuat dari tiga hulu ledak nuklir. Tetapi kekuatannya sangat tidak terprediksi dan acak, menciptakan variabel variabel tertentu yang belum bisa kami simpulkan. Kami akan terus meneliti lebih lanjut tentang materi x ini. Yang sekarang bisa kukatakan pada kalian adalah, materi ini sangat berpotensi menjadi senjata pemusnah masal, jangan sampai materi ini jatuh ke tangan yang salah!”
Tiga jam berikutnya kami tetap membahas topik yang sama. Kami sangat menghormati dedikasi dan kecintaan beliau pada negaranya. Logat bicaranya yang sudah ‘dicemari’ logat asing menjadi tanda bahwa kesempatan beliau diluar sana jauh lebih besar daripada di dalam negeri, tapi beliau tetap memilih tanah air.
“Baiklah, kesimpulannya, Havoc mungkin mengincar materi ini untuk dijadikan bom super dan akan dijual ke dua negara adi kuasa saat ini, membuat persaingan senjata kembali memanas di kedua blok, dan setelah itu mereka akan menjual lebih banyak bom lagi ke penjuru dunia. Tampaknya mereka ingin membuat perang mereka sendiri.” Kapten Hassan menyeruput kopinya yang sudah dingin, kami sudah berpindah jauh ke seberang pulau, ke salah satu outpost kami.
“Jika memang mereka ingin mengobarkan perang dunia ke tiga, mereka pasti melihat keuntungan disana, mengingat Havoc adalah organisasi yang sangat kaya, mereka tidak mengincar harta, tapi kekuasaan. Mereka ingin menguasai dunia.” Aku berusaha menyimpulkan hasil pembicaraan kami selama hampir empat jam terakhir. Kapten Hassan mengangguk, dia juga sepemikiran denganku “Untuk sekarang, kau harus mengunjungi seseorang dari masa lalu!” Aku memberi penghormatan kepada Kapten Hassan dan pergi meninggalkan ruangan.
Mobil yang aku tumpangi berhenti di halaman luas sebuah bangunan besar yang jauh dari hirup pikuk perkotaan. Aku berjalan cepat menuju salah satu ruangan interogasi. Disana sudah ada Kalia dan Zanu, juga ada senior Ali dan senior Musa, merekalah dua orang misterius berjas yang menjemputku dirumah waktu itu.
“Kamu pasti ingin mendengar ini!” Kalia memberi isyarat kepala untuk melihat ke dalam ruang interogasi melalui jendela satu arah. “Benar, kami menyewa tentara bayaran untuk menghabisi Hassan dan Alam saat itu dan sayangnya salah satu dari mereka berhasil lolos, aku rasa. Mereka adalah dua orang terbaik yang dimiliki detasemen khusus, tentu saja mereka akan susah untuk dibunuh.” Ginanjar memberikan pengakuan kepada interogator. Baiklah, aku mengerti sekarang, jenderal pemberontak itu dan petinggi militer kami, mereka saling bersekongkol.
“Ada beberapa orang yang memiliki kepentingan dibalik misi Hantu Pegunungan, kami bermaksud menjadikan pembunuhan dua tentara itu sebagai alibi untuk meyerang irian barat, yang akan memancing negara adi kuasa untuk ikut campur.” Ginanjar melanjutkan penjelasannya.
“Selanjutnya?” Interogator bertanya “Tugas kami hanya sekedar membuat kekacauan di penjuru negeri, memancing perang saudara, selanjutnya kami tidak tahu. Mereka adalah orang-orang cerdas dan licik, susah untuk menebak apa yang akan mereka lakukan selanjutnya, sebaiknya kalian lebih waspada!”
“Kamu tahu, dia cukup kooperatif sepanjang interogasi.” Kalia berkata padaku. Aku memandang raut muka mantan salah satu jenderal paling dihormati di pasukan khusus. Tatapannya kosong, dia hanya menunduk tanpa melakukan gerakan sedikitpun. Hanya mulutnya yang berucap menjawab setiap pertanyaan yang diajukan interogator.
Diposisi seperti ini aku mencoba memahami perasaanya, aku mengerti kisah kelam masa lalunya, bagaimana negara yang dicintainya membalas semua jasanya dengan pengkhianatan. Sekarang dia sudah mengetahui segala rahasia yang belum terungkap dan sekarang dia sudah tidak punya jalan pulang.
Mungkin dia sedang berfikir untuk apa hidupnya selama ini, perjuangannya, rasa cintanya. Mungkin dia berfikir untuk mengakhiri hidupnya. Aku selalu mengagumi orang orang seperti dia, dia yang ada dimasa lalu, seorang pahlawan. Di titik ini aku mengerti bahwa dia tidak akan berbohong kepada interrogator.
Aku berjalan menuju ruangan Kapten Hassan. Tepat sebelum aku mengetok pintu, Kapten Hassan keluar. “Kapten, aku mempunyai satu permintaan!” Kapten Hassan membuang napas berat lalu mengangguk tanda setuju.
Aku masuk kedalam ruangan, menuju bangku yang tersedia dan mendudukinya. “Letnan Dua Alam.” Sapanya. Ekspresi wajahnya masih datar dan tertunduk. Aku memandanginya, bukan sebagai musuh, bukan juga sebagai kawan. “Saya ingin mengajukan dua pertanyaan kepada anda jenderal!” Dia diam beberapa saat, lalu menjawab “Apa yang ingin kau ketahui?”
Aku tersenyum tipis, semoga dari seorang pahlawan yang berubah menjadi pengkhianat ini aku bisa menemukan potongan teka teki kehidupan. “Apa yang anda rasakan sebelum mengkhianati negara dan apa yang anda rasakan sesudah mengkhianati negara?” Kali ini dia menegakkan kepalanya, memandang lurus kearahku. “Aku tidak merasakan apapun setelah mengkhianati negara, tapi aku merasakan dua hal sebelumnya. Kebanggaan dan rasa berani berkorban.” Aku berusaha mencerna arti dari perkataannya. “Aku tahu maksudmu datang kepadaku. Aku akan menceritakan sebuah kisah padamu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Danau Yang Menyimpan Kenangan
ActionKetika seseorang telah menempuh perjalanan yang sangat panjang, melelahkan, dan menyakitkan. Orang itu akan mulai mempertanyakan apa arti dari kehidupan ini, apa gunanya dia berjuang sampai sejauh ini dan apa yang dia perjuangkan benar benar sebandi...