Kami sudah berjalan cukup jauh, syukurlah Pak Pesiden tidak tergores satu peluru pun di tubuhnya dan sampai saat ini tidak ada tanda tanda musuh yang mengejar kami. Aku menghentikan langkah sejenak, rasa sakit dari luka tembakan sebelumnya membuatku tidak bisa mengabaikannya. Aku duduk dibalik bebatuan besar, meluruskan kakiku sejenak. Aku membuka sedikit bajuku, mengecek separah apa luka yang aku alami.
"Ini tidak baik." Desisku pada diriku sendiri. Darah terus mengucur keluar dari beberapa luka tembak di sekujur tubuhku, untungnya tidak ada yang mengenai organ vital. Aku melepas rompi anti peluru dan baju kaosku kemudian merobek baju kaos untuk membalut beberapa luka yang aku rasa paling parah.
Aku menggerang menahan sakit saat luka di perut bagian kiriku aku balut dengan baju kaos yang sudah aku robek-robek. Aku membatin, jika saja tembakan itu mengenaiku sedikit lebih ke kanan lagi, aku pasti sudah mati sekarang. Pastinya peluru itu akan menembus ginjal kiriku.
"Kamu tidak apa nak?" Tanya Pak Presiden yang juga sedang membantuku membersihkan luka. "Saya tidak apa pak. Bapak tidak perlu membantu saya membersihkan luka-luka ini, biar saya saja." Pintaku yang kemudian ditolak oleh Pak Presiden. Beliau memang orang yang baik, tidak sungkan membantu seseorang sepertiku yang hampir mati karena kehabisan darah.
Suara tembakan terdengar dari atas perbukitan, Aku segera mengenakan kembali rompi anti peluruku dan bersiap untuk membalas tembakan. Aku melirik tempat penyimpanan magazen, hanya dua magazen yang tersisa termasuk yang sedang terpasang di senapanku saat ini. Aku mencoba menembak se-akurat mengkin dan mengehemat amunisi.
Peluru yang berterbangan itu mendesing ketika menghantam dan memantul bebatuan yang ada di sekelilingku dan Pak Presiden. Para pengejar tidak terlalu banyak tetapi tetap membuatku kualahan karena keadaanku yang sudah acak acakan ini dan juga amunisiku yang sudah menipis. Kami terus bergerak mundur, berlindung dari satu bebatuan ke yang lain, mencoba menghindari tembakan dari musuh. Sementara musuh terus mendekat menuju posisi kami.
Bunyi 'klek' menandakan peluru senapan serbuku sudah habis. Tanpa banyak pikir lagi, aku langsung membuang senapan serbu itu dan berganti ke senapan sniperku. Aku masih punya tiga magazen yang masih penuh untuk yang satu ini. Senapan ini tidak ditunjukan untuk pertempuran jarak dekat, hal ini membuatku kesulitan untuk melumpuhkan musuh yang terus mendekat.
Aku tidak bisa memikirkan apapun lagi, para tentara pemberontak itu sudah sangat dekat dengan posisi kami dan aku sudah tidak bisa menahan mereka. Jarak tembakan mereka terlalu dekat, jika aku sedikit saja mengeluarkan kepala dari balik bebatuan tempatku bersembunyi ini, mereka pasti sudah menembak keluar isi kepalaku.
"Maaf pak, sepertinya saya tidak bisa membawa anda pulang." Ucapku lirih kepada Pak Presiden. Beliau menggelengkan kepala dan berkata "Tidak ada yang perlu untuk disesali, kamu sudah melakukan yang terbaik." Tiba tiba pasukan pengejar itu mulai berjatuhan satu per satu. Aku menoleh seidkit kearah atas perbukitan kemudian aku menyenderkan badan ke bebatuan dan bernapas lega. Sepertinya malaikat maut masih belum menjeputku. Sisa pasukan Harimau dating di saat yang tepat.
Suara deruan jet terdengar samar masuk ke dalam kabin peawat, sedikit menyamarkan suara kesedihanku. Tak ada pembicaraan apapun selama perjalanan pulang. Beberapa agen sedang mengobati teman temannya yang terluka dan beberapa lainnya langsung beranjak ke atas tempat tidur lipat untuk melepas penat.
"Sudah senior!" Ujar Kenan yang baru saja selesai membersihkan dan membalut luka-lukaku. Hanya aku balas dengan anggukan kepala, tidak berselera untuk berucap sepatah katapun. Aku memandangi lantai kabin peawat tetapi pikiranku terbang kemana mana, teringat seorang yang telah menemaniku selama tiga tahun terakhir. Seseorang yang sangat aku kenal wajahnya, sangat aku kenal sifatnya. Seseorang yang memberikan warna di kehidupanku setelah semua hal buruk yang terjadi padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Danau Yang Menyimpan Kenangan
AcciónKetika seseorang telah menempuh perjalanan yang sangat panjang, melelahkan, dan menyakitkan. Orang itu akan mulai mempertanyakan apa arti dari kehidupan ini, apa gunanya dia berjuang sampai sejauh ini dan apa yang dia perjuangkan benar benar sebandi...