FOTO LIMA

62 29 0
                                    

Berbeda dengan Bulan yang sebatas teman, Faza adalah sesuatu yang lain. Belum pernah ada gadis lain yang sedekat ini denganku, terkecuali kakakku.

Foto ini lumayan berdebu, tapi tak apa bisa aku bersihkan. Fotonya masih bagus, tak terasa sudah sembilan tahun sejak foto ini diambil. Waktu berputar cepat. Maaf aku belum sempat mengucapkan selamat ulang tahun kepadamu, seharusnya sudah aku ucapkan sejak dua hari yang lalu, tapi berita buruk ini, membuatku lupa segalanya, aku bahkan lupa padamu. Maaf.

Sejenak mengenang kisah cinta kita berdua, pasti membuat siapapun iri, kurasa. Tapi paling tidak, ada kenangan indah yang bisa kamu ingat bila kamu rindu aku. Aku sudah pulang. Kita satu pulau lagi meski terbentang jarak ratusan kilometer.

Bagaimana keadaanmu? Apa kamu baik saja? Bukannya kemarin kamu bilang akan mengikuti pameran fashion di ibu kota? Apakah kamu masih disini? Aku tahu kamu selalu suka menggambar dan pada akhirnya kamu mengenali jati diri kamu, sebagai fashiondesigner.

Mengenangmu membuatku berkaca kaca lagi. Apakah kamu kecewa kepadaku? Atau bahkan benci? Dunia kita memang rumit, tapi aku selalu suka mengenang kisah cinta kita di masa lalu. Kami berempat memutuskan ikut OSIS.

Pendaftaran dimulai, serangkaian tes juga dijalankan, mulai dari interview dan lainnya. Cukup menyenangkan kurasa, kami bisa bertemu banyak orang baru, dan menghadapi pandangan pandangan baru.

Saat kami sibuk menunggu hasil interview, siapa saja yang lolos dan tidak, seorang siswi menabrakku keras sekali. “Wow berhati hatilah! Sakit tahu!” Aku balik kanan demi melihat sosok yang menabrakku “Maaf tidak sengaja.” Itulah kalimatnya, dia langsung bergegas menuju ruang OSIS.

Bukannya dia yang kemarin di rumah sakit? Aku pun mulai penasaran. Oke hasil interview keluar dan selamat, kami berempat lolos. Saat kami sibuk merayakannya, seseorang mendatangi dan mengajak Bulan bicara. Wajahnya pun familiar, kami mengenalnya. Melihat wajah kami yang bertanya tanya, Bulan mengenalkan temannya itu. “Faza!” itulah namanya. Dia adalah teman Bulan, otomatis dia akan menjadi teman kami juga.

Awalnya memang bagus, tapi lama kelamaan Faza mulai ‘ngeselin’ dengan suka mengajakku berdebat. Tak mau kalah, aku selalu memberikan perlawanan sengit kepadanya. Jika dia di sisi merah aku di sisi biru, jika dia disisi biru aku disisi merah. Kami bagai air dan minyak.

Pertengkaran kami adalah tontonan seru untuk Bulan, Herda dan Dere. Ketika kami bertengkar, entah siapa yang memulai, Dere dan Bulan selalu memberi tambahan rasa, mereka yang membuat api semakin besar.

Siang hari, beberapa hari sebelum pelaksanaan ujian semester. Karena kami sering bertengkar tidak jelas dan tidak mengenal tempat bahkan ketika ada acara OSIS sekalipun, maka dari itu sang ketua menunjuk Faza sebagai ketua pelaksana kegiatan akhir semester dan aku sebagai wakilnya. Tentu kami menolaknya mentah mentah, tapi keputusan sudah bulat, anggota lain juga menyetujuinya apalagi Bulan dan Dere, mereka sangat antusias.

Siang itu, kantin sekolah menjadi saksi perdebatan kami, Kami membahas proposal kerja yang akan diajukan ke Pak Kepala Sekolah. Apa yang menjadi bahan perdebatannya? Sesuatu yang sepele seperti kenapa Faza tidak membuat dua lapangan futsal mengingat lapangan kami cukup luas, kenapa membuatnya cuma satu ditengah tengah lapangan. Alibinya adalah sisi sisi lapangan yang tak terpakai akan digunakan untuk area penonton.

Melihat itu, Dere menyemangatiku, agar aku memegang teguh pendirianku, sementara Bulan mendukung Faza, membuatnya semakin keras kepala. Herda hanya bisa menggelengkan kepala melihat teman temannya. Aku tahu Dere dan Bulan hanya senang meliat kami bertengkar, mereka tak sungguh peduli, satu lapangan tak masalah, dua pun juga tidak apa.

Akhirnya karena masalah efesiensi, aku memenangkan debat itu, membuat Faza tidak ingin bicara padaku selama beberapa hari. Dere dan Bulan terus menggoda kami, mengatakan kami cocok. Apa apaan.

Danau Yang Menyimpan Kenangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang