Bab 10 (Re-Post)

6.2K 300 8
                                    

Banyak hal di dunia ini yang tak kita pahami, kita tak perlu memahaminya hanya mengikuti takdir yang di skenariokan oleh - NYA

- Aliya

Mohon tinggalkan JEJAK!!! walau CERITA TELAH TAMAT. kalo ADA TYPO KOMEN!!

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Pagi harinya kami sudah di perjalanan menuju lokasi Abah, sedari tadi kulihat Umi bergerak gerak gelisah dan sering menyuruh Abangku untuk melajukan mobilnya lebih cepat, jadi kami kebut kebutan di jalan seperti main film fate and fuorius. Untungnya hari masih pagi sehingga kendaraan yang melintas tergolong sedikit dan tidak ada polisi jadi kami ngebut dengan selamat dan aman.

Umi mengarahkan mobil ke jalan tol dan saat tol berlalu beliau mengarahkan mobil ke rumah sakit yang sering menjadi langganan Umi ketika perawatan kecantikan. Saat tiba dirumah sakit Umi langsung turun dan bergerak cepat ke resepsionis. Terlihat Umi bertanya sesuatu kepada mbak mbak yang menjaga lalu bergegas lagi menuju arah yang ditunjuk oleh mbak penjaga yang otomatis aku dan Abang segera cepat cepat mengikutinya sebelum kehilangan jejaknya.

Umi masuk di salah satu kamar begitupula dangan Abang dan aku. Aku terkejut melihat abah terbaring lemah diatas ranjang dan umi segera berlari ke ranjang abah kemudian menangis tersedu sedu. Aku mendekati Abah dan melihatnya damai. Air mataku menetes, bagaimana bisa Abah yang selama ini terlihat baik baik saja ternyata sudah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.

Abangku dengan sigap menuntun Umi yang mulai histeris saat tahu Abah tak kunjung bangun. Dituntunnya Umi di sofa dan memeluknya dengan erat, aku menghampiri mereka dan ikut memeluk mereka. Bagaimanalah ini, kami masih memerlukan Abah di kehidupan kami dan kami belum siap kehilangan sosoknya.

Malamnya Umi masih tak bersemangat dan karena perutku sudah keroncongan aku memkasa Abang untuk mengantarku membeli makanan sekalian mencari udara malam. Awalnya Abang menyuruhku ke kantin rumah sakit karena masih khawatir dengan keadaan Umi, tapi Umi menyuruhnya menemaniku akhirnya dia menurut.

Kami mampir ke warung nasi padang dan membeli 3 bungkus lalu ke minimarket untuk membeli minuman serta beberapa snack pengganjal lapar juga beberapa bungkus mie juga bubur instan lalu kami memutuskan kembali ke rumah sakit.

Setelah kenyang aku menggelar kasur gulung yang ternyata di bawa Umi dan mulai memejamkan mata lalu terlelap tidur. Kuawali pagiku dengan rutinitas yang sama walaupun ditempat yang berbeda. Usai mandi aku melihat sudah ada makanan tersaji untuk kami sarapan, yah walaupun hanya mie instan setidaknya Umi sudah mau bergerak tidak menungguku kelaparan.

Setelah makan pagi selesai Umi membuka topik obrolan untuk mencairkan suasana yang membeku karena sejak kemarin karena kami tak mengeluarkan satu patah kata pun. Aku tahu Umi menyadari bahwa aku dan Abang menunggu penjelasannya namun Umi tak menjelaskannya dan membuka opik yang ringan. Lalu tibalah giliranku.

" Aliya gimana mondoknya? Umi belum nanya sejak kedatanganmu kemarin."

" Alhamdullilah Mi, Aliya udah kerasan disana dan seperti yang pernah Aliya bilang, Aliya dicalonkan jadi inti OSIS. Nggak ada hal yang menarik kok Mi." Jawabku.

" Oh jadi kamu mau jadi inti ya? kalo gitu nanti sore kamu balik deh ke pondok masa pengurus OSIS ngilang ntar nggak kepilih lagi." Canda Umi dan membuat suasana mencair.

" Gapapalah Mi, Aliya juga gak berharap tinggi buat menang pemilihan ketua OSIS ini."

" Pokoknya ntar Abang anter Aliya balik pondok ya, pulang ke rumah dulu nyiapin baju abis itu anter Aliya, nanti waktu Abang balik ke sini bawakan Umi baju lagi ya, kayaknya kita bakal lama disini."

" Iya Umi, tapi Abang gak bisa nemenin Umi terus gapapa kan ya? Soalnya Abang ada jadwal kuliah tiap pagi dan baru pulang sore. Terus juga ngurusin perusahaan abah." Kata Abangku

" Iya gapapa, kalau umi mau pulang ke rumah bisa gentian jaga sama tante Syakilla yang katanya mau njaga."

" Oiya rumah tante Syakilla kan deket sini ya Mi!" Ujarku.

" Iya, nah udah mau siang nih kamu cepet beres beres biar sampai pondok nggak kemalaman."

" Iya Umi, tapi kalau Abah ada kabar segera kasih tau Aliya ya Mi."

" Iya nak."

Lalu aku membereskan barangku dan pamit pada Umi, sejauh ini Umi masih tidak mau menjelaskan keadaan Abah yang sesungguhnya dan aku hanya bisa menahan rasa keingintahuanku yang masih melunjak ini. Saat berpamitan pada Umi tepat ketika itulah tiba tiba tangan abah begerak sedikit, hanya menggerakkan telunjuknya. Umi yang melihat itu mencoba memanggil abah berharap abah terbangun namun nyatanya malah suara detector jantung yang berubah menjadi garis lurus, tanda bahwa abah tiada. Umi panik dan berteriak histeris memanggil nama abah, abang yang langsung cepat tanggap memencet tombol memanggil dokter sebelum semua makin terlambat.




Hai guys..... as usual kalau ada typo bertebaran aku mohon maaf yaaa karena nulisnya buru buru 😁maaf ya guys belakangan ini agak nggak teratur update nya, libur gini tugas numpuk banyak malahan ( malah curhat thor) 😅

Nah nah kalau mau ngasih ide untuk pemeran Aliya bisa langsung chat aku yaa!! atau nggak komen oke

JANGAN LUPA KALO ADA TYPO LANGSUNG KOMEN BIAR AKU BENERIN, INGET GUYS VOTE AND COMMENT YAA!! HARUS MENINGGALKAN JEJAK OKE.

See you on next part🙋❤️

Ustadzku Imamku ( Re Post )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang