Bab 11 (Re Post)

6K 292 23
                                    

Allah memberi kita cobaan agar kita bisa menjadi hamba yang lebih tabah lagi dan lebih dekat lagi pada -NYA.

- Umi

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.


Dokter langsung datang dan memeriksa keadaan Abah sedangkan kami diminta untuk menunggu di luar. Hatiku deg deg an karena resah, apalagi Umi yang mondar mandir gelisah makin membuatku pening dan kami belum tau pasti keadaan Abah bagaimana. Bisa jadi saat menggerakkan tangannya itu Abah bukannya mau sadar namun pertanda hal buruk.

Terdengar suara dokter memerintahkan membawa alat kejut jantung, aku semakin deg deg an tak karuan berharap abah belum tiada, berharap abah masih disisiku karena aku belum bisa membahagiakan abah seutuhnya. Tak lama dokter keluar dari ruangan lalu mengajak Umi berbicara sebentar dan membawa Umi ke ruangannya berati hal itu cukup serius. Aku dan abang masuk duluan ke kamar inap abah dan mendapati jantung abah kembali berdenyut, namun itu tak mengurangi rasa khawatirku malah semakin bertambah. Kepulanganku ke pondok masih belum pasti jadi aku dan Abang menunggu Umi kembali ke ruang inap. Ketika melihat Umi kembali, wajah Umi bertambah kusut entahlah apa yang dikatakan dokter tadi namun pastinya sesuatu yang buruk. Lalu Umi menghampiriku.

" Aliya, kamu kan ada pemilihan OSIS ya jadi balik pondok aja ya Nduk nggak usah khawatirkan Abah nanti bikin kamu terbebani."

" Tapi Mi Aliya nggak bisa ninggalin Umi kalau Umi aja kelihatan khawatir sama keadaanya Abah." Ujarku

" Al, hidup mati seseorang itu ditangan Allah, kalau Allah kasih jalan Abah untuk bisa lebih lama lagi ketemu Aliya, Aliya harus selalu doakan Abah di tempat yang mulia, nah tempat itu adalah pondok." Umi mengusap kepalaku lalu lanjut berkata " Udah ya kamu harus balik lalu doain Abah dan Umi juga Abang semoga selalu sehat, jangan jadikan ini beban oke." Kata Umi menenangkanku yang sudah tersedu sedu. lalu Abang mendekat dan memeluk kami, ah aku akan rindu momen ini, batinku.

Aku melepaskan pelukan Umi dan menyalami Umi lalu ke Abah dan mencium telapak tangannya. Setelah itu kuraih kembali tasku dan pulang bersama Abang. Aku masih tidak tenang meninggalkan Umi sendirian dalam keadaan rapuhnya tapi mau bagaimana lagi membantah perintah orang tua adalah dosa yang besar dan membuat Allah akan membenci kita.

Tak banyak barang yang kubereskan di rumah karena waktunya hampir malam jadi aku hanya membawa barang yang kubawa pulang dan beberapa tambahan buku tulis lalu masuk mobil dan berangkat ke pondok. Abangku yang biasanya selalu jail kini hanya diam selama perjalanan mungkin Abang memikirkan Umi dan Abah karena dia kakak jadi banyak beban yang akan ditanggungnya. Melihatnya begini membuatku makin sedih bagaimanalah ini, aku masih belum mengerti apa penyakit Abah dan sekarang melihat Abangku yang akan menanggung seluruh biaya hidup keluarga membuatku makin merasa bersalah karena tak dapat membantu. Ketika sudah sampai di gerbang pesantren.

" Bang tetep semangat ya, maaf kalau Aliya nggak bisa ada di sisi Abang buat bantuin keluarga kita tapi Aliya akan berusaha bantu meringankan beban Abang dengan doa. Inget Abang harus tetep semangat okeh!" kataku menyemangati

" Iya Al, kamu juga semangat ya mondoknya, udah sana masuk udah terlalu malam kalau masih di luar gini. Sekalian abang pamit ya. assalamualaikum" kata abang lalu mobilnya melaju menjauh.

Paginya seperti rutinitas hari hari biasanya tapi kali ini diselingi dengan pertanyaan Najwa yang super kepo kenapa aku balik telat, aku menjelaskannya sambil menata buku buku untuk hari ini. Untunglah dia mau berhenti bertanya saat kami mulai naik angkutan umum. Najwa jaim kalau lagi banyak orang, katanya dia pernah ditegur bahkan sampai diturunkan dari angkutan gara gara berisik, emang dia itu cerewetnya ngalah ngalahin ibu ibu pkk.

Kelas sudah mulai ramai ketika aku masuk karena hari ini hari senin, senin dimana ada upacara bendera yang bikin kulit gosong. Bel berbunyi saatnya upacara bendera di mulai, saat bendera mulai dikibarkan terjadilah kehebohan.

Tiba tiba ada ular masuk lewat barisan belakang dan membuat histeris satu sekolahan, terutama Najwa yang kebetulan ada di barisan belakang bersamaku. Karena insiden itu akhirnya upacara dibatalkan dan anggota OSIS diminta menetap disana untuk membantu mengevakuasi ular dan juga mengawal para santri agar masuk ke kelas. Ternyata sebelum sempat menggiring santri santri masuk kelas ada lagi jeritan terdengar. Tak disangka ada ular turun dari tangga menuju lapangan, mulailah para santri kocar kacir menyelamatkan diri.

Aku yang jengkel langsung saja maju ke arah mikrofon dan berbicara lantang " DIAM DI TEMPAT SEMUANYA! KALAU KALIAN LARI MALAH BIKIN ULARNYA NGEJAR KALIAN. SEMUANYA PERGI KE MUSHOLLA SEKARANG! AYO OSIS DIBANTU EVAKUASI YA." setelah itu situasi mulai sedikit terkendali, OSIS dan kandidat OSIS baru terjun untuk membantu mengevakuasi santri juga membantu guru menurusi ular ular itu.

Aku tidak peduli apa yang orang pikirkan saat aku nekat bicara di mic, pokoknya aku mengurusi santri santri agar bergerak cepat ke musholla yang akhirnya menjadi pusat evakuasi, saat menggiring santri santri Ustadz Ahmad memanggilku.

" Aliya, sini sebentar."

" Iya Ustadz ada apa ya?"

" Kayaknya urusan ular ini bakal lama karena hampir setiap sudut sekolah ada hewan itu, jadi proses evakuasi ularnya juga lama apalagi ini cuman sedikit ustadz ustadzah yang berani sama ular, saya minta tolong kamu kondisikan musholla terus ambil laptop sama lcd di ruang guru, insyaallah ruang guru aman kok. Nah nanti kamu putarkan film yang ada di laptop saya terserah apa yang penting mendidik oke sampai saya instruksikan sekolah sudah bersih."

" Oke siap Tadz, kalu gitu saya langsung ke ruang guru ya Tadz." Pamitku lalu beranjak ke ruang guru.

letak ruang guru tak jauh dari musholla, semoga apa yang dikatakan Ustadz Ahmad benar adanya bahwa ruang guru masih aman. Saat aku masuk ruang guru dan menuju meja kerja Ustadz Ahmad saat itulah aku melihat ular kobra, berbeda dengan ular yang muncul di luar. ular ini besarnya melebihi ukuran badanku dan panjangnya kira kira 2,5 meter. Aku mulai gemetaran apalagi saat menyadari ular itu mengetahui keberadaanku. Perlahan ular itu mendekat aku sudah mulai pasrah dan menutup mataku bersiap dengan kemungkinan terburuk. Saat itulah aku mendegar suara sesuatu dipukul ke arah ular itu.


















Hae guys.. kangen nih sama kalian wkwk. Jangan lupa vote dan koment okey, kalau ada typo yang nongol dimohon untuk komen yaa biar aku benerin. Inget yaa vote apalagi komentar kalian yang bikin aku semangat nulis😉asiquee...

Nah yang lagi sakit, aku doain semoga cepet sembuh n jangan lupa jaga kesehatan ya, musim gini harus jaga stamina guys..👍

Maaf kalo typo bertebaran and see you next part...👋

Ustadzku Imamku ( Re Post )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang