Bab 23 (Re Post)

3.1K 172 11
                                    

Bukankah kepercayaan itu layaknya hati mirip namun berbeda, tapi jika keudanya retak maka takkan pernah bisa kembali seperti sedia kala?

- Author

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Najwa POV

kulangkahkan kakiku menuju kelas untuk menemui Aliya karena kami memang selalu bersama sama. ternyata kelas sudah sepi, aku melongokkan wajah di depan kelas dan tak menemukan Aliya juga tasnya dan tasku, asumsiku bahwa Aliya sudah membawakan tasku dan menungguku di suatu tempat.

aku mencarinya ke toilet tapi juga tak menemukannya lalu ke gerbang sekolah juga tak terlihat batang hidungnya. aku mencariya ke semua sudut sekolah namun masih juga tak menemukannya. aku mulai gelisah karena takut Aliya kenapa napa mengingat percakapan tadi.akhirnya aku memutuskan untuk mencari ke ruang guru barangkali Aliya pergi menemui Ustadz Fajar.

di ruang gurupun Aliya tak nampak malah terlihat Ustadz Fajar sedang menggarap sesuatu di meja kerjanya. aku terburu buru menghampiri beliau dan menanyakan keberadaan Aliya

" Assalamualaikum Ustadz, maaf ganggu sebentar" kataku

Ustadz Fajar a.k.a Ustadz Unch mengangkat wajahnya dari kertas yang sejak tadi dipegangnya "kenapa wa? ada masalah?"

"anu ustadz, tadi ustadz ngelihat Aliya nggak? soalnya Aliya udah nggak ada di kelas"

" oh iya saya lupa, tadi Aliya titip pesan dia mau pulang duluan soalnya di panggil bu Nyai, itulo tentang urusan itu" kata Ustadz Unch

aku mengeryit bingung " hah? urusan apa Ustadz? urusan itu? ambigu banget si Tadz"

" haduh kamu ini gak paham atau pura pura gak paham sih" kata Ustadz Unch gemas lalu melanjutkan sambil berbisik ke arahku " urusan nikah sama saya, Aliya mau ditemani bu Nyai belajar jadi istri yang baik" lalu Ustadz unch tersenyum bahagia

aku hanya bisa memutar bola mata dan membatin "dasar pria bucin". lalu menjawab" oh.. iya deh, tapi saya pulang pake apa dong kan uang saya di tas lah tasnya dibawa Aliya"

" hm.. kalo saya antar ntar pekerjaan saya malah makin numpuk" Ustadz Unch berpikir keras lalu menoleh ke arah meja sebelah kiri tepatnya di pojok ruangan " Li, kamu nganggur gak? bisa anter Najwa pulang ke pondok gak?" tanyanya pada Ustadz Ali

aku langsung auto mendelik kaget untunglah Ustadz Unch gak terlalu memperhatikanku sehingga aku dengan mudah bisa mengganti raut wajahku jadi biasa aja. Ustadz Ali menoleh ke arahku tatapan kami bertemu sebentar karena aku langsung menundukkan kepala.

" nganggur sih, yaudah deh sekalian aku juga mau pulang"

" nah tuh, sana bareng Ustadz Ali" lalu Ustadz Unch kembali menekuni pekerjaannya.

"hais bisa bisa aku beneran bocor soal kejadian tadi di perpus dong" batinku

tapi aku pun tak kuasa menolak dengan keadaan terpepet tidak ada uang akhirnya aku mengangguk, lantas mengikuti Ustadz Ali yang sudah berjalan lebih dulu di depanku. sepanjang perjalanan menuju parkiran juga saat di mobil hanya keheningan yang ada. mau bagaimana lagi kita memang tak saling mengenal.

setibanya di gerbang pondok aku turun lalu mengucap terimakasih dan bergegas masuk pondok karena sebentar lagi bel sholat akan berbunyi. tapi panggilan Ustadz Ali membuatku membalikkan badanku dan menunggunya bicara tentu saja dengan pandangan mata yang menunduk

" ekhm gini, kalau misal butuh bantuan jangan ragu kasih tahu saya ya"

" iya Ustadz" aku masih menunduk

" jangan ragu, aku disini memang berniat hendak membantumu mungkin itu bisa sedikit meringankan bebanmu" lanjutnya

aku mendongakkan kepala melihat matanya sebentar mencari ketulusan dari ucapannya lalu kembali menunduk dan mengangguk paham. bagiku saat ini lebih baik aku menahan semua sendirian selama aku masih sanggup untuk mengatasinya.

lalu sebelum berpisah beliau berkata.

" tak mudah memang memepercayai seseorang, aku paham betul bagaimana rasanya ketika kepercayaan itu dirusak namun tak ada salahnya juga mencoba selama kamu yakin orang yang kamu percayai adalah orang yang amanah, maka insyaallah itu akan berjalan seperti itu" lalu mobil Ustadz Ali meninggalkan gerbang pondok.

aku menghela napas lalu kembali meneruskan langkah ke kamarku yang pastinya menjadi tempat ternyamanku untuk menghempas lelah. kuabaikan ucapannya karena bagiku yang pernah dikecewakan takkan mudah untuk kembali membangun kepercayaan apalagi aku memiliki rasa padanya yang nantinya akan membahayakan entah untukku atau untuknya.

pernah merasa menaruh begitu besar kepercayaan pada seseoarang lalu pada suatu waktu kepercayaan itu dipecahkan dengan mudah seakan itu bukanlah hal yang berharga. itulah yang dialami Najwa. dibalik senyum riangnya dia pernah terluka sejatuh jatuhnya pada seseorang yang berharga baginya yang dulunya adalah panutannya, sumber pegangannya dan kemudian di suatu hari menghilang meninggalkannya.

namun Najwa berbeda, walau ia masih enggan membuka hatinya untuk bicara jujur pada Aliya rasa persahabatan untuk Aliya telah kokoh. Aliya dan Najwa adalah dua orang yang berbeda yang sama sama tahu rasanya kehilangan sehingga ikatan itu akhirnya terbentuk dengan sendirinya.



















 Aliya dan Najwa adalah dua orang yang berbeda yang sama sama tahu rasanya kehilangan sehingga ikatan itu akhirnya terbentuk dengan sendirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

yang setuju dia jadi cast nya Ustadz Ali komen yaa yang gak setuju juga si, n kalo ada saran silahkan komentaar ntar dibalas kok sama author... oiya ini Omar Daniel a.k.a Ustadz Ali

























hai guys.... ketemu lagi yaa

tetep stay tune baca ceritaku dan jangan lupaa seperti biasaa VOTE n COMMENT yaaa, karena itu jadi semangat buat author nulis hehe

see ya next chapter guys





























Ustadzku Imamku ( Re Post )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang