Bangga menatap istrinya yang terbaring di atas sofa ruang Anggrek, ruangan yang di tempati Halimah. Dokter sudah memeriksanya, dokter bilang Arsyi hanya syok karena mendengar hal yang tidak biasa, ditambah kecapean. Dimas dan Abdullah mengelilingi Arsyi, khawatir atas wanita mungil itu.
"Mas...," ucap Arsyi lirih. Bangga tersentak, akhirnya istrinya sadar. Sungguh, Bangga sangat khawatir saat Arsyi pingsan barusan dan kini kelegaan menghampiri saat Arsyi membuka matanya.
"Gimana nduk?" tanya Abdullah mengusap kepala Arsyi yang berbalut jiljabab.
"Ibu sudah sadar Bah?" Arsyi malah bertanya tentang Halimah. Sudah Abdullah duga, anak perempuan kesayangannya itu pasti terlalu kepikiran dengan penyakit ibunya.
"Kamu harus istirahat, kamu pulang ya nduk sama Bangga. Biar Abah sama Bang Dimas yang nungguin Ibu," ujar Abdullah. Jujur, kini pikiran Abdullah terbelah. Abdullah sangat khawatir dengan orang tercintanya Halimah, sangat khawatir. Disisih lain Abdullah juga khawatir atas kesehatan Arsyi anak tersayangnya, Abdullah tidak mau Arsyi sakit karena terlalu kepikiran tentang penyakit Halimah.
"Arsyi mau disini Bah," balas Arsyi yang masih terbaring di atas sofa.
"Lo kalo dibilangin nurut bisa nggak?" Dimas berkata dengan nada ketus, itu tandanya Dimas benar benar serius dengan ucapannya.
"Tapi Bang, Arsyi pingin sama Ibu," jawab Arsyi yang kini sudah menitikkan air mata.
"Lo kecapean Syi, gue ngga mau lo ikutan sakit. Sekarang lo pulang sama Bangga. Nurut, ngga boleh nolak!" Dimas membantu Arsyi duduk dibantu dengan Abdullah.
"Sekarang pulang ya nduk, nurut sama Abah," ucap Abdullah saat Arsyi sudah terduduk.
Dengan berat hati Arsyi mengangguk. Sungguh, Arsyi masih menginginkan berada disini, menemani Ibunya yang belum kunjung sadar. Arsyi masih belum menyangka kalau Ibunya memiliki penyakit seberat itu, dan teganya semua ini disembunyikan dengan rapih sampai Arsyi benar benar tidak tahu apa apa. Arsyi tahu, semua ini demi Arsyi, Arsyi tahu keluarga Arsyi tidak mau Arsyi khawatir, namun semua ini sungguh mengejutkan sampai membuat Arsyi lemas.
Akhirnya, Arsyi memutuskan untuk pulang bersama Bangga, menuruti apa permintaan Abdullah dan Dimas. Yang membuat Arsyi kesal adalah, Ibunya belum sadar sedangkan Arsyi sudah disuruh pulang. Arsyi tahu, mereka khawatir, namun, disisih lain keegoisan Arsyi juga muncul, Arsyi hanya mau bersama Ibunya, Halimah, menemani beliau sampai sadar dan bisa bercengkerama dengannya. Semuanya pupus, karena Abdullah dan Dimas yang menyuruh Arsyi pulang, sudah begitu mereka mengatakan dengan nada yang serius, mau nggak mau Arsyi harus nurut karena takut.
"Masih pusing?" tanya Bangga setelah mereka berada di dalam Mobil.
"Sejak kapan Mas pinter bohong?" Arsyi yang ditanya malah balik bertanya. Arsyi sangat sebal karena Bangga sudah ikut bersekongkol dengan Abdullah dan Dimas, pakai berbohong segala kalau dia minta diantar ke kompi, sebenarnya malah ke rumah sakit.
Bangga melirik sekilas istrinya yang kini pipinya sudah menggembung karena sebal, mengusap kepalanya yang terbalut jilbab berwarna Mocca.
"Ini demi kebaikan kamu sayang," ucap Bangga lembut.
"Kebaikan apaan, kalo ujung ujungnya aku syok juga. Pingsan kan," balas Arsyi, menatap keluar jendela tanpa mau menatap Bangga.
"Ssttt, jangan marah gitu dong. Kan kamu sendiri yang ngajarin Mas, La tahdzob walakal jannah : Jangan marah, maka bagimu surga." Bangga melirik istrinya setelah mengeluarkan hadist tersebut. Bangga ingat kalau Arsyi pernah mengatakan itu saat Bangga marah, jadi apa salahnya jika sekarang Bangga yang mengingatkan, memang itu tugas suami bukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS BANGGA [ SUDAH TERBIT ]
Spiritual🎖️#1 in Tni [ 15-01-2020] 🎖️#3 in Perfectcouple [18-02-2020] 🎖️#1 in Bangga [26-02-2020] Tentang impian yang tak pernah Arsyi sangka akan menjadi kenyataan. Cinta, Rindu, dan Harapan bercampur menjadi satu mendominasi kehidupan Arsyi yang kian be...