Itsnan wa Tsalatsuuna [32]

2K 163 0
                                    

Kedua tangan Arsyi bertumpu pada bibir wastefel, rasa mual yang berlebih sungguh membuat kepala Arsyi jadi pening. Arsyi menatap wajahnya di cerimin, memikirkan apakah dia salah makan atau makan sembarangan. Tidak, Arsyi tidak makan sembarangan, lalu apakah Arsyi masuk angin? mungkin.

"Arsyi kamu ngga papa sayang?" tanya Amelia, wajahnya mengukir raut kekhawatiran, bagaimana tidak, Arsyi menantu yang sudah seperti anaknya sendiri.

"Ngga apa apa Ma, Arsyi mungkin masuk angin," jawab Arsyi lemas. Iya, Arsyi merasa lemas sekarang.

"Kamu muntah?"

"Iya Ma, tapi cuma muntah air kok Ma, dikit doang," ucap Arsyi berusaha membuat Amelia tidak khawatir.

"Ijin ngga usah masuk kerja aja ya," pinta Amelia, wajahnya masih menunjukkan raut kekhawatiran.

"Ngga Ma, Arsyi mau berangkat aja, kalo di rumah malah membuat Arsyi rindu Mas Bangga," balas Arsyi. Ah, rasa rindunya kepada sang suami sudah menggebu saja, padahal baru berapa jam sejak kepergian Bangga.

Amelia memegang tangan Arsyi lembut, Amelia tahu bagaimana perasaan Arsyi sekarang, Amelia pernah ada diposisi Arsyi.

"Yasudah, Mama ijinin kamu kerja, tapi Papa yang antar, kamu ngga boleh bawa motor sendiri," ujar Amelia mengijinkan.

"Iya Mah."

***

Arsyi tiba di kantor dengan diantar Wira, sebenarnya dia tidak mau merepotkan mertuanya itu namun bagaimana lagi, Amelia sangat cerewet dan menyuruh Wira untuk mengantar Arsyi kerja.

"Arsyi masuk dulu ya Pah, makasih sudah antarin Arsyi," ucap Arsyi mencium punggung tangan wira.
"Nanti kamu pulang jam berapa?" tanya Wira.

"Ngga tentu Pah, nanti Arsyi naik ojol aja Pah," jawab Arsyi, tidak mau merepotkan.

"Loh jangan, nanti kamu telfon Papa aja kalo sudah selesai ya," pinta Wira, raut wajahnya serius, sepertinya Wira juga sangat sayang kepada Arsyi seperti dia sayang kepada almarhum Bianca.

"Yasudah Pah, Arsyi masuk ya. Assalamualaikum." Arsyi turun dari Expander merah milik Wira, kemudian masuk ke dalam gedung setelah Wira menjalankan mobilnya meninggalkan pelataran kantor.
Rasa mual masih menyelimuti Arsyi, keringat dingin membanjiri keningnya, saat sesuatu yang aneh mulai terasa, Arsyi dengan cepat berlari menuju toilet.

"Hueeek." Arsyi muntah lagi, sedikit cairan yang dia keluarkan lewat mulut itu membuat kepalanya kembali pening.

"Apa aku periksa ke dokter aja ya sepulang kerja? Ah, kangen Mas Bangga bisa membuat aku masuk angin," ucap Arsyi ngawur, bagaimana bisa, kangen suami bisa bikin masuk angin? ngawur Arsyi ini.

Arsyi berjalan menuju Lift selesai dari toilet, berdiri tanpa semangat, keluar dari Lift pun pijakan kaki Arsyi seperti melayang saja.

"Pagi Syi," sapa seseorang ramah.

"Iya, pagi Mbak Laksmi," balas Arsyi, yang ternyata penyapanya adalah Laksmi. Wanita kalem yang akhir akhir ini Arsyi kagumi.

" Kamu sakit Syi?" tanya Laksmi memegang pundak Arsyi. Sakit? Arsyi rasa dia tidak sakit, hanya saja masuk angin karena ditinggal suaminya tugas. Kan, Arsyi masih menganggap bahwa dia masuk angin akibat ditinggal Bangga.

"Aku cuma masuk angin Mbak," jawab Arsyi tersenyum, rasa mual kembali menyerang namun untung tidak sampai muntah seperti tadi.

"Tadinya nggak usah berangkat. Atau aku ijinin kamu ke atasan biar kamu pulang saja?" tawar Laksmi khawatir. Wah, hati Laksmi sungguh bak malaikat.

"Ngga usah Mbak, aku kalo dirumah aja malah tambah sakit."

"Loh kok gitu?"

"Iya, soalnya suamiku sedang pergi tugas Mbak, mungkin itu penyebab aku masuk angin."

MAS BANGGA [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang