Isna A'syaroh [12]

4.3K 241 10
                                    

Arsyi merebahkan tubuhnya dikasur milik Sekar,menatap lampu Tumber yang berkelip mengelilingi dinding kamar Sekar. Sedangkan Sekar dan Wulan yang berada disamping Arsyi saling pandang satu sama lain, tak tau menahu apa yang sedang digalaukan sahabatnya yang satu itu.

"Syi, Lo nginep dirumah gue cuma mau mantengin lampu kamar gue doang?" Tanya Sekar membuka pembicaraan, karena sejak dua jam kedatangan Arsyi dan Wulan, mereka bertiga hanya diam. Arsyi yang entah diam karena apa, Sekar yang diam karena bingung, dan Wulan yang sama bingungnya.

"Mheeeeh." Helaan nafas Arsyi terdengar sangat berat. Sekar dan Wulan saling tatap.

"Pulang gih, kalo Lo disini cuma numpang tidur." Pancing Sekar supaya Arsyi mau menyampaikan keluh kesah apa yang sedang menjadi bebannya.

"Apaan sih Lo, bentar gue lagi ngerancang, mau bicara dari mana." Balas Arsyi dengan menyelipkan rambutnya ketelinga.

"Yaudah gih, Uda belom ngerancangnya?" Tanya Wulan.

"Huuuuh." Lagi lagi Arsyi membuang nafas berat. Seberat itukah beban Arsyi? Mereka berduapun tak tau.

Sekar yang mulai sibuk mantengin Hp, dan Wulan yang mulai sibuk menghitung domba karena diamnya Arsyi yang lumayan lama membuatnya mengantuk.

"Mas Bangga mau ngelamar gue."

Seketika Hp yang masih Sekar pegang jatuh kemukanya sendiri, dan mata Wulan yang hampir terpejam seperti mengeluarkan cahaya laser setelah mendengar pengakuan Arsyi.

"Demi Apa Lo?" Tanya Sekar dan Wulan berbarengan.

Arsyi hanya diam, kejadian tadi pagi benar benar menguras fikirannya.

"Syi Lo ngga bercanda kan?" Sekar yang belum sepenuhnya percaya langsung mengeluarkan tatapan selidiknya.

"Ngapain gue bohong, ngga ada faedahnya." Jawab Arsyi untuk meyakinkan Sekar.

"Terus kenapa Lo malah galau galau gini, ini mau Lo kan? Membangun rumah tangga bersama Abdi negara?" Tanya Sekar nggak habis fikir, Wulan yang berada disampingnya menambahi dengan anggukan kepala.

"Ini bukan masalah keinginan gue, khayalan gue, atau cita cita gue dan kalian yang selalu kita gembar gemborkan disekolah, dikelas. Ini masalah hidup gue Kar, Lan. Masalah siapa yang bakal jadi imam gue, siapa yang bakal membimbing gue kejalan Allah. Ini bukan main main. Ini masalah Hati Kar, Lan. Rumah tangga itu nggak main main." Jelas Arsyi yang mulai kalut dilanda gundah. Arsyi tidak tau, apakah dia punya rasa kepada Bangga ataukah sekedar kagum dengan Abdi negara yang santun itu.

Wulan bangkit dari rebahan ya, menarik lengan Arsyi untuk ikut duduk. Mengelus punggung sahabatnya sayang.

"Sekarang Lo tenang. Gue mau nanya, Lo sebenarnya suka nggak sama Mas Bangga?" Tanya Wulan kepada Arsyi.

Arsyi mulai memainkan ujung jahitan piamanya, bingung mau menjawab apa.

Sekar yang masih rebahanpun ikut serta duduk, memegang bahu Arsyi.

"Jujur aja sama kita." Pinta Sekar.

Arsyi menelan ludahnya, membuat ancang ancang untuk bicara sejujurnya kepada dua perempuan yang ada disampingnya.

"Jujur Gue nggak tahu apa yang sedang gue rasain, suka atau sekedar kagum kepada Mas Bangga. Sepulang dari acara wisuda kita waktu itu gue mulai ngerasa bahagia. Dia perhatian banget sama gue, dia sampe mau ngkulitin ayam goreng gue, padahal gue nggak bilang kalo gue nggak suka kulit ayam. Pertemanan kita jadi indah begitu saja tanpa gue sadari, setiap dia lagi bicara sama gue, gue ngga berani natap dia. Entah kenapa gue salting sendiri gitu. Gue juga suka cepet cepet gitu kalo buka notif dari dia. Gue bingung, gue suka sama Mas Bangga atau sekedar semangat karena bisa dekat dengan Abdi Negara seperti yang gue impi impikan sejak dulu. Gue nggak tau Kar, Lan. Gue bingung."

MAS BANGGA [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang