Saminah Wa Tsalaatsuuna [38]

1.5K 125 2
                                    

Arsyi berjalan menuju lift seraya menatap ponselnya lekat, pagi tadi Arsyi mengirim pesan ke suaminya, meminta suaminya itu untuk menelfon jika tidak sibuk, namun sampai sekarang Bangga belum kunjung menelfonnya.

Bug

"Aduh!" Arsyi terlonjak, untung saja dia tidak terjatuh. Arsyi menabrak seseorang karena tidak melihat jalan, dia hanya fokus pada ponselnya.

"Main Hp mulu sih, makanya kalo jalan lihatnya jalan, jangan Hp," ucap Seorang lelaki yang Arsyi tabrak.
Arsyi yang diberi peringatan merutuki dirinya sendiri, merasa jadi orang bodoh yang tak punya mata.

"Maaf Pak Nando, saya tidak akan ulangi lagi," balas Arsyi sesopan mungkin karena orang yang dia tabrak adalah Nando.

"Santai aja, main Hp nya mending di dalem, kalo dijalan kek gini jangan maen Hp, iya kalo yang ditabrak kayak saya, memaklumi karena saya tau kamu itu ceroboh. Kalo yang ditabrak orangnya nggak terima mau gimana kamu?" Nasehat Nando seraya terkekeh kecil menatap Arsyi. Arsyi yang dinasehati hanya mengangguk angguk mengiyakan apa yang Nando katakan, kemudian pergi setelah mengucap salam.

***
Arsyi meregangkan otot ototnya, pekerjaannya hampir selesai namun Arsyi berniat istirahat sejenak karena sungguh hari ini terasa lebih melelahkan, apakah mungkin efek hamil? Arsyipun tidak tahu.

Arsyi menatap dua foto berbingkai diatas mejanya, satu foto keluarganya, dan satu lagi foto pernikahannya. Menatap foto pernikahannya tentu saja membuat Arsyi bertambah rindu, sedangkan menatap foto keluarganya, Arsyi jadi teringat Dimas dan Maya, benarkaj ada sesuatu diantara mereka? sepertinya Arsyi harus menanyakan hal ini kepada Maya.

"May," panggil Arsyi. Maya yang masih asik dengan komputernya hanya bergumam menandakan bahwa dia merespond Arsyi.

"Waktu itu kenapa lo pulang duluan?" tanya Arsyi langsung tanpa basa basi.
Maya yang jemarinya sejak tadi aktif menari diatas keyboard kini terhenti, tatapannya masih lurus ke monitor.

"Gara gara Bang Dimas?" tanya Arsyi asal, namu  ini juga salah satu hal untuk memancing Maya berbicara.
Maya terlonjak, menoleh dengan cepat kearah Arsyi .

"Lo sudah tau Syi?" tanya Maya dengan wajah panik.

Berarti benar, ada apa apa diantara Bang Dimas dengan Maya.

"Belom, tapi dengan lo yang kaget seperti ini, gue yakin tebakan gue benar," balas Arsyi dengan mata mengintimidasi.

Maya memasang wajah masam.

"Aaaaa, kenapa orang itu harus kakak lo sih?!" Maya tiba tiba bersuara frustasi, disetiap sudut matanya mengalir cairan bening yang dia tahan sejak dulu menyangkut permasalahan ini.

"Kok lo nangis, makan siang sekarang aja yok, sekalian lo cerita, tugas gue hampir kelar sih," saran Arsyi, tangannya menggenggam telapak tangan Maya yang dingin, Arsyi yakin Maya terkejut karena Arsyi bertanya.

"Hm, ayok."

***
Arsyi dan Maya sekarang sudah berada di kantin kantor, mereka duduk berhadap hadapan dengan canggung. Mereka memutuskan untuk menghabiskan makan siang terlebih dahulu, baru bercerita. Jika bercerita terlebih dahulu maka makan siang mereka pasti tidak termakan.

"Jadi, lo uda bisa cerita sekarang? gue nggak maksa buat lo cerita sekarang sih, gue nunggu lo siap aja," jelas Arsyi setelah mereka benar benar selesai makan.

"Gue nggak tau dunia sesempit ini Syi," ucap Maya memulai ceritanya. Arsyi hanya diam, dia hanya mau mendengar cerita Maya tanpa menyengkalnya.

"Lo satu satunya temen yang benar benar tulus sama gue. Selama ini ngga ada yang mau berteman sama gue karena gue aneh lah, gue nggak selaras sama mereka lah, dan lain lain." Maya berhenti sejenak, dadanya mulai sesak untuk membahas hal ini.

MAS BANGGA [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang