15

1K 49 3
                                    

Kini sudah 3 tahun Vale bekerja di kantor milik Rion. Berarti sudah 2 tahun Dave meninggalkan Vale didunia ini dan sudah 4 tahun papanya meninggalkan dirinya dan sang mama.

Vale tetap kuat berkat orang-orang hebat yang selalu ada di belakangnya. Ia tidak sendiri, ia masih memiliki sang mama yang sangat menyayangi dan mendukung dirinya. Ia juga punya Rion yang selalu ada di sampingnya, selalu memberikan sandaran ternyaman dan pelukan hangat untuk dirinya. Ia juga masih memiliki keluarga Rion yang sangat sayang padanya meski tidak ada ikatan darah. Adanya Papi Rafa membuat dirinya bisa merasakan lagi kasih sayang seorang ayah. Hadirnya Mami Acha menambahkan rasa sayang seorang ibu, serta hadirnya Yoana membuat ia bisa merasakan hadirnya seorang adik.

Vale sangat bersyukur masih dikelilingi oleh orang-orang baik.
Perlahan tapi pasti, berkat nasihat dari sang mama, Vale mencoba membuka hatinya kembali. Ia harus bangkit, ia sadar bahwa kelak ia akan butuh pendamping untuk menemani di sisa hidupnya.

Vale tidak bisa menyangkal bahwa ketika berada didekat Rion, ia merasa sangat nyaman dan damai. Vale tidak suka jika dipeluk oleh laki-laki selain papanya dan Dave. Namun ketika berada di pelukan Rion, ia merasakan hal yang berbeda. Sesuatu yang tidak ia temukan ketika berada di pelukan almarhum papanya maupun Dave. Berada dipelukan Rion membawa hal baru bagi dirinya. Dan hal baru itulah yang membuat dirinya kecanduan. Berada di pelukan Rion adalah hal yang menjadi kesukaannya. Terlebih saat dirinya merasakan sedih, gelisah, maupun ketika moodnya sedang berantakan. Hanya Rion dan pelukannya yang mampu membuat Vale kembali seperti semula.

.
.
.
.

Beda halnya dengan Rion, ia memang sangat menyayangi bahkan sudah mencintai Vale. Hanya saja rasa itu tidak ia ungkapkan secara gamblang. Rion tidak mau memaksa Vale untuk mencintai dirinya. Rion tau jika Vale memiliki kisah Cinta yang membuatnya menutup hati begitu lama. Rion hanya bisa membantu Vale menyembuhkan luka hatinya, meskipun sebenarnya Rion sendiri tidak yakin akan berhasil.
Mencintai Vale itu sudah cukup baginya. Yang terpenting itu Vale selalu ada di sampingnya.

Mulut memang bisa berbohong, namun perhatian, segala tindakannya kepada Vale itu sudah cukup mengatakan bahwa rasa yang dimiliki Rion sangat besar untuk Vale.

Bagi Rion, biarlah rasa ini tetap terpendam, bahkan jika perlu tidak diungkapkan. Ia tidak mau jika rasa ini terucap akan merubah hubungannya dengan Vale. Mencintai dalam diam itu rasanya seperti melihat pelangi diatas ribuan duri, Indah namun menyakitkan.

.
.
.
.
.
.

"Mau sampai kapan lo mencintai dia dalam diam ?" tanya Davin, sahabat Rion semasa kuliah dulu

"Entahlah,"

"Hidup cuma sekali bro. Manfaatkan dengan baik mumpung ada peluang,"

"Lo aja masih jomblo, belaga sok nasehatin gue. Udah kelar kerjaan elo ?"

"Sebagai sahabat, gue kan pingin yang terbaik buat elo. Kalo gak kelar mana mungkin gue berani masuk ruangan bos besar,"

"Oh iya, posisi Manager disini kosong. Pak Liam baru aja resign,"

"Lah kenapa kok resign ?"

"Pak Liam udah waktunya pensiun kali. Kasian kalo masih kerja diusianya yang udah lanjut,"

"Terus hubungannya sama gue apa ?"

"Elo mau kagak sama posisi itu ? Kalo lo mau ntar gue urus,"

"Gak mau gue. Gue itu maunya naik jabatan dengan usaha gue sendiri, bukan karena gue sahabat CEO,"

"Kinerja lo bagus kok. Jadi gue percaya kalau elo pegang posisi manager,"

"Pokoknya gue gak mau. Gue udah nyaman dengan jabatan gue sekarang. Meskipun cuma kepala divisi keuangan, tapi gue bangga karena itu hasil usaha gue. Mending elo rekrut pak Wawan aja deh. Dia kan lebih senior," ucap Davin

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang