2. Maaf mah

549 24 3
                                    

Lelaki tua yang kini berbaring di rumah sakit tengah menanti kehadiran temannya yang sangat ia tunggu dari kemarin. Janjinya ia akan datang jam 10, namun ia belum juga datang padahal jam sudah menunjukkan 10.03

"Assalamualaikum ton, aku tidak telat kan?" Salam seseorang di balik pintu, kehadiran orang itu membuat kelegaan Toni karena akhirnya orang yang ia tunggu datang.

"Jelas telat, kau telat 3 menit".

"Maaf, mungkin karena aku jalan tangga eskalator bukan lift"

"Baiklah kita lupakan saja masalah itu. Aku ingin jawaban yang membuatku tidak bisa tidur sejak malam"

"Kau memikirkan itu?"

"Tentu saja, aku khawatir anakmu tidak setuju"

"Tenang saja, sudah ku katakan dia mau. Dia gadis baik, putriku itu sangat mementingkan kebahagian orang lain" ucap galih dengan senyuman, ia sendiri bangga dengan anaknya.

"Bagaimana dengan anakmu, apa dia mau?" Tanya galih

"Dia belum tahu, tapi akan ku pastikan dia mau"

"Baiklah, terserah kau saja".

***

"Assalamualaikum pah" Salam lutfan saat memasuki ruangan papahnya. Ia menyalimi tangan Toni dan Lina secara bergantian lalu berdiri di depan papahnya.

"Waalaikum salam"

"Gimana keadaan papah?"

"Alhamdulillah belum ada kemajuan, bahkan ayah takut ayah segera pergi" ucapnya dengan lemah.

"Syuutt!! Papah ngomong apa sih. lutffan gak suka papah ngomong gitu "

"Lutfan papa ingin bertanya"

"Bertanya apa? Tinggal ucapkan saja pah, Biasanya juga begitu"

"Kamu sayang papah kan nak?"

"Jelas lah pah, buktinya lutfan kesini tiap hari. Bahkan tugas rumah pun lutfan kerjakan disini"

"Kalau begitu turuti lah permintaan papahmu ini nak"

"Apa itu?"

"Papah ingin kamu menikah"

"Apa?" Teriak lutfan, bahkan ia lupa bahwa ini rumah sakit dan sedang berhadapan langsung dengan orang tuanya.

"Lutfan jaga bicara kamu, ini rumah sakit jangan teriak-teriak" omel Lina, mamah Lutfan yang sedari tadi diam.

"Maaf mah, lutfan spontan aja teriak gitu"jujur lutfan masih kaget dengan kalimat yang di lontarkan oleh papahnya. Ia bahkan tidak menyangka ayahnya bisa mengucapkan hal itu.

"Menikah pah?" Ulang lutfan.

"Iya lutfan, ini keinginan papah. Ini cita-cita papah bisa melihat kamu menikah. Papah takut karena hidup papah tidak lama lagi"

"Enggak pah enggak. Papah pasti sembuh kok. Papah bisa liat lutfan menikah nanti. Bahkan papah bisa liat lutfan bahagia bersama pilihan lutfan"

"Gabisa lutfan. Yang merasakan sakit siapa? Yang merasakan semuanya itu papah lutfan. Dan papah rasa hidup papah tidak lama lagi"

"Enggak, kalau gitu papah berobat ke luar negeri saja pah, disana pengobatan lebih canggih dan fasilitas lengkap. Papah pasti sembuh pah di rawat disana"

"Lutfan ingin membuat papah jauh dari lutfan? Iya?"

"Bukan seperti itu pah. Lutfan ingin papah cepat sembuh dan normal kembali"

"Sudahlah tinggalkan papah. Jika kamu tidak menuruti keingininan papah berarti kamu memilih papah cepat mati"

"Yaallah gak gitu pah. Maaf' lutfan tidak bermaksud seperti itu. Tapi lutfan tidak ingin di jodohkan, lutfan punya pilihan lutfan sendiri"

"Pergi! Papah tidak ingin melihat wajah kamu disini" usir Toni. Ia sangat marah melihat anaknya membantah. Hati kecilnya ia sangat sedih, apa menginginkan menantu memang sulit? Padahal dirinya hanya ingin mempunyai itu sebelum toni benar-benar pergi.

"Tapi pah"

"Pergi lutfan" teriak Toni, karena lutfan tak kunjung pergi, ia bahkan mengubah tidurnya menjadi miring, tidak ingin menatap anaknya itu.

"Baiklah. Lutfan pergi, assalamualaikum"

Toni tidak menjawab, Lina pun khwatir dan mengejar anaknya. "Lutfan" teriak Lina saat lutfan menjauh dari ruangan tempat papahnya Di rawat.

Lutfan tidak menggubris, ia tetap melangkah semakin jauh dengan langkah panjangnya. Lina pun mengejar anaknya dengan berlari, takut anaknya itu melakukan hal di luar kendali.

"Lutfan tunggu" teriak Lina lagi saat ia sudah dekat dengan posisi lutfan. Kali ini lutfan berhenti, merasakan kasihan juga pada mamahnya yang berlari mengejar dirinya.

"Mamah kenapa kejar lutfan?"

"Sini nak ikut mama" Lina pun menarik tangan lutfan untuk duduk di kursi dekat mereka berdiri.

"Kamu gak papa kan?"

"Lutfan gak papa"

"Lutfan apa kamu tidak kasihan dengan papahmu"

Lutfan memalingkan muka, ia kesal jika membicarakan itu. "Lutfan gak mau bahas itu mah"

Lina menarik tangan lutfan, ia menggenggam tangan lutfan untuk menyalurkan semangat dan ketegaran seorang ibu kepada anaknya. "Lutfan dengerin mamah. Papah kamu gak sepenuhnya salah. Dia hanya ingin kamu mengabulkan cita-citanya yaitu melihat anaknya menikah. Hanya kamu sayang, kami tidak punya anak lagi selain kamu. Mama tau ini akan menghancurkan masa depan yang sudah kamu pikirkan sebelumnya. Tapi percayalah nak, restu orang tua lebih ampuh untuk kesuksesan anaknya, dibanding usaha kamu tanpa restu orang tua. Itu akan sia-sia nak" jelas lina.

"Sama saja. Lutfan tidak bisa mah"

"Kenapa? Apa karena kamu sudah punya pasangan?

"Kalau lutfan jawab iya? Apa mamah mau dukung lutfan?"

"Tentu saja tidak, pacaran itu di larang agama lutfan. Sedangkan menikah halal dan direstui oleh Allah dan orang tua"

Lutfan memalingkan muka dan melipat tangan. Ia benci jawaban itu, memang ia tahu pacaran dilarang. Tapi dirinya tidak berbuat apa-apa selain main dan belajar bersama.

"Intinya lutfan tidak setuju" ia beranjak pergi dan berlari. Meninggalkan Lina sendirian yang saat ini sudah menangis. Hati orang tua mana yang tidak sedih jika anaknya berperilaku seperti itu.

"Maafin lutfan mah, udah bikin mamah nangis, maafin lutfan juga karena lutfan tidak bisa menghapus air mata mama saat ini. Lutfan benci hidup jika seperti ini, lutfan tidak ingin jika jalan nya seperti ini" lutfan berbicara dalam hati sambil terus berlari, meninggalkan rumah sakit dengan perasaan kecewa. Dan rasa menyesal karena telah membuat orang tuanya sedih. Mau di apakan lagi? Ia memang keras kepala.



Votment nya dong buat aku..
Klik bintang di bawah :)

you are everythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang