8. Terpaksa lagi

339 16 1
                                    

Lutfan turun dari mobil pribadi Aziz, ia menatap supirnya dengan tatapan horor. Membuat orang yang di tatap nya bergidik ngeri, "den lutfan, Ari den lutfan teh kenapa liatin saya begitu banget. Saja jadi takut" ucap pak jaja karena merasa ngeri di tatap seperti itu oleh majikan muda nya.

"Pak, bilangin sama bi Marni dan bilangin sama pak jaja. Saya mau marah sama mereka sekeluarga, saya kesal, saya benci , dan saya kesel sekesel kesel nya orang kesel, pokoknya bilangin gitu sama mereka. Ingat itu pak!" Ucap lutfan lutfan blak-blakan pada pak jaja. Pak jaja sendiri melohok mendengarkan penuturan lutfan barusan.

"Ahahahaha den lutfan mah lucu. Iya siap den akan saya laksanakan perintah aden" balas pak jaja seraya mengangkat tangan tanda hormat.

Lutfan memandang lurus pak jaja dengan posisi tegap "baiklah, silahkan anda pergi dari hadapan saya"

"Baik den" pak jaja menutup kaca mobil dan melajukan nya dengan pelan. Di dalam mobil pak jaja cekikikan melihat tingkah majikan muda nya itu. Lucu! Ucapnya mengagumi tingkah lutfan.

Lutfan masuk rumah sakit dengan pandangan kosong, ia bingung. Kenapa ia kesini, pandangannya menatap ke kanan dan ke kiri mencari sumber ingatan. Dan ya! Ia baru ingat, tujuan dirinya kesini untuk apa.

Lutfan berlari keluar mencari keberadaan pak jaja, ia sendiri seakan baru menyadari hal ini. Seakan akan dirinya seperti sedang di hipnotis, dan baru tersadar saat ini "pak jaja, tunggu lutfan pak! Lutfan mau ikut pulang" ucapnya sedikit berteriak karena mobil sudah melesat jauh.

Napas nya ngos-ngosan, dan dirinya Bercucuran keringat dingin saat ini.

"Terlambat" ucapnya pelan

"Arrgghh" lutfan kesal, ia ingin marah. Tapi, apalah daya. Tidak ada yang mengerti perasaan nya saat ini, belum lagi kekasihnya itu tidak ia beritahu masalah ini. entah akan seperti apa kisah cinta nya, ia pun tidak tahu.

"Baik, aku akan ikuti permainan mu ayah. Tapi ingat! Aku akan membenci siapapun orang yang akan kamu jodohkan dengan ku" ucapnya di tengah-tengah keramaian. Tidak akan terdengar, karena ia sedang berada di antara keramaian di luar.

Lutfan masuk ke dalam rumah sakit dan berjalan santai ke arah ruangan papahnya, ia akan menyiapkan mental yang kuat untuk menemui ayahnya dan calon nya. Jika nanti ia di tanya, ada kemungkinan ia bisa menolak. Ya! Ia akan menolak nya nanti.

***

"Kemana anakmu ziz, kenapa lama?" Tanya Galuh pada Aziz, ia merasa kasihan melihat putrinya yang hampir jamuran menunggu calon nya datang. Bahkan pak penghulu pun sudah jengah menunggu.

"Iya pak! Sampai kapan kita akan menunggu kehadiran anak pak Aziz?" Ucap pak penghulu.

"Saya mohon pak, beri saya waktu. Sebentar lagi anak saya akan datang" balas Aziz dengan suara lemah nya, ia pun bingung. Dan dalam hati ia marah, karena anaknya tak kunjung datang.

Ceklek

Pintu terbuka, menampakkan seorang pemuda tampan yang berdiri di ambang pintu. Pakaiannya sedikit acak-acakan, namun tidak mengurangi ketampanan nya saat ini. Gina menoleh, melihat siapa yang masuk keruangan nya saat ini.

Betapa terkejut nya gina saat melihat seseorang yang masuk ternyata orang yang ia kenal. Namun lelaki itu belum menyadari keberadaannya, ia masih memandang lurus tuan Aziz.

"Papah" panggil lutfan, ia berlari menghampiri tuan Aziz lalu memeluknya. Ia sendiri rindu dengan papahnya, namun rasa kesal masih tersimpan di benak hatinya.

"Lutfan, akhirnya kamu datang nak! Ayah bahagia sekali" ucap aziz purau, sambil membalas pelukan hangat anaknya itu.

"Lutfan pasti datang pah"

"Kamu setuju kan nak?" Tanya Aziz yang seketika membuat lutfan diam dan seketika tubuhnya kaku. Ia tidak lagi memeluk Aziz, namun Aziz yang masih memeluk lutfan. Saat sadar dengan anaknya yang ternyata diam, Aziz pun melepaskan pelukannya dan menatap putra semata wayangnya dengan tatapan sedih. "lutfan?!" Panggil Aziz.

Lutfan menoleh ke arah Aziz, namun ia bungkam. Tidak ingin menjawab pertanyaan papahnya.

Aziz menggoyak tubuh lutfan, mencoba memaksa anaknya itu untuk berkata 'ya' "Jawab papah lutfan, jawab papah! Kamu mau kan papah jodohkan nak" Aziz terdiam, lalu seketika mengeluarkan setetes cairan bening di kelopak matanya. Lutfan kaget, ia pun segera menghapus air mata itu dengan pelan. Lutfan sendiri tidak tega melihat kondisi papahnya yang semakin lemah. Inilah kelemahan lutfan, ia tidak tega melihat orang tuanya menderita, apalagi karena ulahnya.

"Baik" ucap lutfan lalu pergi berjalan cepat meninggalkan aziz. Ia masuk kedalam kamar mandi lalu mengambil air wudhu, setelah itu ia kembali keluar dengan keadaan basah dan suci. Ia sudah siap ia akan hal ini.

"Berjanjilah satu hal pada lutfan" ucap lutfan sambil menggenggam tangan Aziz kuat. Aziz mengangguk.

"Setelah ini lutfan ingin papa ke luar negeri untuk berobat lebih intensif, dengan itu lutfan setuju di jodohkan" ucapnya serius, ada ketulusan dalam mengucapkan kalimat itu. Aziz tau itu.

"Baiklah nak! Terimaksih karena sudah setuju dengan perjodohan ini" aziz memeluk lutfan, lutfan membalas pelukan ayahnya itu.

"Gak mungkin lah aku tega sama papah, cukup aku saja yang menderita. Papah dan mamah jangan" batin lutfan.


Flw ig
@nngrtna_

you are everythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang